An-Nahl 16:15
"Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk."
An-Nahl 16:15
“Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.”
An-Naml 27:88 “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Anggapan lama pernah ada pada abad-abad yang lampau bahwa bumi adalah sesuatu yang rigid atau kaku sementara benua-benua berada pada kedudukannya yang tetap tidak berpindah-pindah. Setelah ditemukannya benua Amerika dan dilakukan pemetaan pantai di Amerika dan Eropa ternyata terdapat kesesuaian morfologi dari pantai-pantai yang dipisahkan oleh Samudera Atlantik. Hal ini menjadi titik tolak dari konsep-konsep yang menerangkan bahwa benua-benua tidak tetap akan tetapi selalu bergerak. Konsep-konsep ini dibagi menjadi tiga menurut perkembangannya (Van Krevelen, 1993) :
1. Konsep yang menerangkan bahwa terpisahnya benua disebabkan oleh peristiwa yang katastrofik dalam sejarah bumi. Konsep ini dikemukakan oleh Owen dan Snider pada tahun 1857.
2. Konsep apungan benua atau continental drift yang mengemukakan bahwa benua-benua bergerak secara lambat melalui dasar samudera, dikemukakan oleh Alfred Wegener (1912). Akan tetapi teori ini tidak bisa menerangkan adanya dua sabuk gunung api di bumi.
3. Konsep paling mutakhir yang dianut oleh para ilmuwan sekarang yaitu Teori Tektonik Lempeng. Teori ini lahir pada pertengahan tahun enampuluhan. Teori ini terutama didukung oleh adanya Pemekaran Tengah Samudera (Sea Floor Spreading) dan bermula di Pematang Tengah Samudera (Mid Oceanic Ridge : MOR) yang diajukan oleh Hess (1962).
Pada awalnya ada dua benua besar di bumi ini yaitu Laurasia dan Gondwana kemudian kedua benua ini bersatu sehingga hanya ada satu benua besar (supercontinent) yang disebut Pangaea dan satu samudera luas atau yang disebut Panthalassa (270 jt th yll). Dari supercontinent ini kemudian terpecah lagi menjadi Gondwana dan Laurasia (150 jt th yll) dan akhirnya terbagi-bagi menjadi lima benua seperti yang dikenal dan ditempati oleh manusia sekarang. Terpecah-pecahnya benua ini menghasilkan dua sabuk gunung api yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediteranean yang keduanya melewati Indonesia. Mekanisme penyebab terpecahnya benua ini bisa diterangkan oleh Teori Tektonik Lempeng sebagai berikut :
1. Penyebab dari pergerakan benua-benua dimulai oleh adanya arus konveksi (convection current) dari mantle (lapisan di bawah kulit bumi yang berupa lelehan). Arah arus ini tidak teratur, bisa dibayangkan seperti pergerakan udara/awan atau pergerakan dari air yang direbus. Terjadinya arus konveksi terutama disebabkan oleh aktivitas radioaktif yang menimbulkan panas.
2. Dalam kondisi tertentu dua arah arus yang saling bertemu bisa menghasilkan arus interferensi yang arahnya ke atas. Arus interferensi ini akan menembus kulit bumi yang berada di atasnya. Magma yang menembus ke atas karena adanya arus konveksi ini akan membentuk gugusan pegunungan yang sangat panjang dan bercabang-cabang di bawah permukaan laut yang dapat diikuti sepanjang samudera-samudera yang saling berhubungan di muka bumi. Lajur pegunungan yang berbentuk linear ini disebut dengan MOR (Pematang Tengah Samudera) dan merupakan tempat keluarnya material dari mantle ke dasar samudera. MOR mempunyai ketinggian melebihi 3000 m dan lebarnya lebih dari 2000 km, atau melebihi ukuran Pegunungan Alpen dan Himalaya yang letaknya di daerah benua. MOR Atlantik (misalnya) membentang dengan arah utara-selatan dari lautan Arktik melalui poros tengah samudera Atlantik ke sebelah barat Benua Afrika dan melingkari benua itu di selatannya menerus ke arah timur ke Samudera Hindia lalu di selatan Benua Australia dan sampai di Samudera Pasifik. Jadi keberadaan MOR mengelilingi seluruh dunia.
3. Kerak (kulit) samudera yang baru, terbentuk di pematang-pematang ini karena aliran material dari mantle. Batuan dasar samudera yang baru terbentuk itu lalu menyebar ke arah kedua sisi dari MOR karena desakan dari magma mantle yang terus-menerus dan juga tarikan dari gaya gesek arus mantle yang horisontal terhadap material di atasnya. Lambat laun kerak samudera yang terbentuk di pematang itu akan bergerak terus menjauh dari daerah poros pematang dan ‘mengarungi’ samudera. Gejala ini disebut dengan Pemekaran Lantai Samudera (Sea Floor Spreading).
4. Keberadaan busur kepulauan dan juga busur gunung api serta palung Samudera yang memanjang di tepi-tepi benua merupakan fenomena yang dapat dijelaskan oleh Teori Tektonik Lempeng yaitu dengan adanya proses penunjaman (subduksi). Oleh karena peristiwa Sea Floor Spreading maka suatu saat kerak samudera akan bertemu dengan kerak benua sehingga kerak samudera yang mempunyai densitas lebih besar akan menunjam ke arah bawah kerak benua. Dengan adanya zona penunjaman ini maka akan terbentuk palung pada sepanjang tepi paparan benua, dan juga akan terbentuk kepulauan sepanjang paparan benua oleh karena proses pengangkatan. Kerak samudera yang menunjam ke bawah ini akan kembali ke mantle atau jika bertemu dengan batuan benua yang mempunyai densitas sama atau lebih besar maka akan terjadi mixing antara material kerak samudera dengan benua membentuk larutan silikat pijar atau magma. (Proses mixing terjadi pada kerak benua sehingga tidak akan lebih dalam dari 30 km di bawah permukaan bumi). Karena sea floor spreading terus berlangsung maka magma hasil mixing yang terbentuk akan semakin besar sehingga akan menerobos batuan-batuan di atasnya sampai akhirnya muncul ke permukaan bumi membentuk deretan gunung api.
Kondisi Geologi Dinamis Indonesia
Kepulauan Indonesia terbentuk karena proses pengangkatan sebagai akibat dari penunjaman (subduksi). Lempeng (kerak) yang saling berinteraksi adalah Kerak Samudera Pasifik dan Hindia yang bergerak sekitar 2-5 cm per tahun terhadap Kerak Benua Eurasia. Jadi Indonesia merupakan tempat pertemuan 3 lempeng besar sehingga Indonesia merupakan salah satu daerah yang memiliki aktivitas kegempaan yang tertinggi di dunia. Terdapat dua sabuk gunung api yang melewati Indonesia yaitu Sirkum Mediteranean sebagai akibat penunjaman Kerak Samudera Hindia ke dalam Kerak Benua Eurasia, dan Sirkum Pasifik sebagai akibat penunjaman Kerak Samudera Pasifik ke dalam Kerak Benua Eurasia.
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai pelajaran bagi kita:
1. Gunung api selalu bergerak (dalam skala waktu geologi) mengikuti pergerakan benua-benua karena adanya dinamisme mantle bumi (arus konveksi). Fenomena ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an, “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 27:88)
2. Gunung api muncul karena tekanan yang tinggi pada magma hasil mixing sehingga akan menerobos ke atas. Andaikan saja magma ini tidak bisa menerobos ke atas membentuk gunung-gunung api maka tentulah akan tersimpan tekanan pada dapur magma yang sangat besar dan akan terus bertambah karena penunjaman masih terus berlangsung. Dengan demikian pada kondisi seperti itu apabila batuan sekitar yang menampung magma tersebut terlampaui batas elastisitasnya maka akan terjadi bencana gempa bumi vulkanik yang teramat sangat hebatnya. Fenomena ini pun telah tersurat dalam Al-Qur’an, “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. 16:15)
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. 55:13) Maha Benar Allah atas segala firman-Nya.
Tektonika lempeng
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Lempeng-lempeng tektonik di bumi barulah dipetakan pada paruh kedua abad ke-20.
Teori Tektonika Lempeng (bahasa Inggris: Plate Tectonics) adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.
Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength) yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang tinggi.
Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng, baik divergen (menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50-100 mm/a. [1]
Peta dengan detail yang menunjukkan lempeng-lempeng tektonik dan arah vektor gerakannya
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, geolog berasumsi bahwa kenampakan-kenampakan utama bumi berkedudukan tetap. Kebanyakan kenampakan geologis seperti pegunungan bisa dijelaskan dengan pergerakan vertikal kerak seperti dijelaskan dalam teori geosinklin. Sejak tahun 1596, telah diamati bahwa pantai Samudera Atlantik yang berhadap-hadapan antara benua Afrika dan Eropa dengan Amerika Utara dan Amerika Selatan memiliki kemiripan bentuk dan nampaknya pernah menjadi satu. Ketepatan ini akan semakin jelas jika kita melihat tepi-tepi dari paparan benua di sana.[2] Sejak saat itu banyak teori telah dikemukakan untuk menjelaskan hal ini, tetapi semuanya menemui jalan buntu karena asumsi bahwa bumi adalah sepenuhnya padat menyulitkan penemuan penjelasan yang sesuai.[3]
Penemuan radium dan sifat-sifat pemanasnya pada tahun 1896 mendorong pengkajian ulang umur bumi,[4]karena sebelumnya perkiraan didapatkan dari laju pendinginannya dan dengan asumsi permukaan bumi beradiasi seperti benda hitam.[5] Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahkan jika pada awalnya bumi adalah sebuah benda yang merah-pijar, suhu Bumi akan menurun menjadi seperti sekarang dalam beberapa puluh juta tahun. Dengan adanya sumber panas yang baru ditemukan ini maka para ilmuwan menganggap masuk akal bahwa Bumi sebenarnya jauh lebih tua dan intinya masih cukup panas untuk berada dalam keadaan cair.
Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis Pergeseran Benua (continental drift) yang dikemukakan Alfred Wegener tahun 1912.[6] dan dikembangkan lagi dalam bukunya The Origin of Continents and Oceans terbitan tahun 1915. Ia mengemukakan bahwa benua-benua yang sekarang ada dulu adalah satu bentang muka yang bergerak menjauh sehingga melepaskan benua-benua tersebut dari inti bumi seperti 'bongkahan es' dari granit yang bermassa jenis rendah yang mengambang di atas lautan basal yang lebih padat.[7][8] Namun, tanpa adanya bukti terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang dilibatkan, teori ini dipinggirkan. Mungkin saja bumi memiliki kerak yang padat dan inti yang cair, tetapi tampaknya tetap saja tidak mungkin bahwa bagian-bagian kerak tersebut dapat bergerak-gerak. Di kemudian hari, dibuktikanlah teori yang dikemukakan geolog Inggris Arthur Holmes tahun 1920 bahwa tautan bagian-bagian kerak ini kemungkinan ada di bawah laut. Terbukti juga teorinya bahwa arus konveksi di dalam mantel bumi adalah kekuatan penggeraknya.[9][10][3]
Bukti pertama bahwa lempeng-lempeng itu memang mengalami pergerakan didapatkan dari penemuan perbedaan arah medan magnet dalam batuan-batuan yang berbeda usianya. Penemuan ini dinyatakan pertama kali pada sebuah simposium di Tasmania tahun 1956. Mula-mula, penemuan ini dimasukkan ke dalam teori ekspansi bumi [11], namun selanjutnya justeru lebih mengarah ke pengembangan teori tektonik lempeng yang menjelaskan pemekaran (spreading) sebagai konsekuensi pergerakan vertikal (upwelling) batuan, tetapi menghindarkan keharusan adanya bumi yang ukurannya terus membesar atau berekspansi (expanding earth) dengan memasukkan zona subduksi/hunjaman (subduction zone), dan sesar translasi (translation fault). Pada waktu itulah teori tektonik lempeng berubah dari sebuah teori yang radikal menjadi teori yang umum dipakai dan kemudian diterima secara luas di kalangan ilmuwan. Penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara seafloor spreading dan balikan medan magnet bumi (geomagnetic reversal) oleh geolog Harry Hammond Hess dan oseanograf Ron G. Mason[12][13][14][15]menunjukkan dengan tepat mekanisme yang menjelaskan pergerakan vertikal batuan yang baru
Seiring dengan diterimanya anomali magnetik bumi yang ditunjukkan dengan lajur-lajur sejajar yang simetris dengan magnetisasi yang sama di dasar laut pada kedua sisi mid-oceanic ridge, tektonik lempeng menjadi diterima secara luas. Kemajuan pesat dalam teknik pencitraan seismik mula-mula di dalam dan sekitar zona Wadati-Benioff dan beragam observasi geologis lainnya tak lama kemudian mengukuhkan tektonik lempeng sebagai teori yang memiliki kemampuan yang luar biasa dalam segi penjelasan dan prediksi.
Penelitian tentang dasar laut dalam, sebuah cabang geologi kelautan yang berkembang pesat pada tahun 1960-an memegang peranan penting dalam pengembangan teori ini. Sejalan dengan itu, teori tektonik lempeng juga dikembangkan pada akhir 1960-an dan telah diterima secara cukup universal di semua disiplin ilmu, sekaligus juga membaharui dunia ilmu bumi dengan memberi penjelasan bagi berbagai macam fenomena geologis dan juga implikasinya di dalam bidang lain seperti paleogeografi dan paleobiologi
[sunting]Prinsip-prinsip Utama
Bagian luar interior bumi dibagi menjadi litosfer dan astenosfer berdasarkan perbedaan mekanis dan cara terjadinya perpindahan panas. Litosfer lebih dingin dan kaku, sedangkan astenosfer lebih panas dan secara mekanik lemah. Selain itu, litosfer kehilangan panasnya melalui proses konduksi, sedangkan astenosfer juga memindahkan panas melalui konveksi dan memiliki gradien suhu yang hampir adiabatik. Pembagian ini sangat berbeda dengan pembagian bumi secara kimia menjadi inti, mantel, dan kerak. Litosfer sendiri mencakup kerak dan juga sebagian dari mantel. Suatu bagian mantel bisa saja menjadi bagian dari litosfer atau astenosfer pada waktu yang berbeda, tergantung dari suhu, tekanan, dan kekuatan gesernya. Prinsip kunci tektonik lempeng adalah bahwa litosfer terpisah menjadi lempeng-lempeng tektonik yang berbeda-beda. Lempeng ini bergerak menumpang di atas astenosfer yang mempunyai viskoelastisitas sehingga bersifat seperti fluida. Pergerakan lempeng biasanya bisa mencapai 10-40 mm/a (secepat pertumbuhan kuku jari) seperti di Mid-Atlantic Ridge, ataupun mencapai 160 mm/a (secepat pertumbuhan rambut) seperti di Lempeng Nazca.[16][17] Lempeng-lempeng ini tebalnya sekitar 100 km dan terdiri atas mantel litosferik yang di atasnya dilapisi dengan hamparan salah satu dari dua jenis material kerak. Yang pertama adalah kerak samudera atau yang sering disebut dengan "sima", gabungan dari silikon dan magnesium. Jenis yang kedua yaitu kerak benua yang sering disebut "sial", gabungan dari silikon dan aluminium. Kedua jenis kerak ini berbeda dari segi ketebalan di mana kerak benua memiliki ketebalan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kerak samudera. Ketebalan kerak benua mencapai 30-50 km sedangkan kerak samudera hanya 5-10 km.
Dua lempeng akan bertemu di sepanjang batas lempeng (plate boundary), yaitu daerah di mana aktivitas geologis umumnya terjadi seperti gempa bumi dan pembentukan kenampakan topografis seperti gunung, gunung berapi, dan palung samudera. Kebanyakan gunung berapi yang aktif di dunia berada di atas batas lempeng, seperti Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire) di Lempeng Pasifik yang paling aktif dan dikenal luas.
Lempeng tektonik bisa merupakan kerak benua atau samudera, tetapi biasanya satu lempeng terdiri atas keduanya. Misalnya, Lempeng Afrika mencakup benua itu sendiri dan sebagian dasar Samudera Atlantik dan Hindia. Perbedaan antara kerak benua dan samudera ialah berdasarkan kepadatan material pembentuknya. Kerak samudera lebih padat daripada kerak benua dikarenakan perbedaan perbandingan jumlah berbagai elemen, khususnya silikon. Kerak samudera lebih padat karena komposisinya yang mengandung lebih sedikit silikon dan lebih banyak materi yang berat. Dalam hal ini, kerak samudera dikatakan lebih bersifat mafik ketimbang felsik.[18] Maka, kerak samudera umumnya berada di bawah permukaan laut seperti sebagian besar Lempeng Pasifik, sedangkan kerak benua timbul ke atas permukaan laut, mengikuti sebuah prinsip yang dikenal dengan isostasi.
[sunting]Jenis-jenis Batas Lempeng
Tiga jenis batas lempeng (plate boundary).
Ada tiga jenis batas lempeng yang berbeda dari cara lempengan tersebut bergerak relatif terhadap satu sama lain. Tiga jenis ini masing-masing berhubungan dengan fenomena yang berbeda di permukaan. Tiga jenis batas lempeng tersebut adalah:
Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng bergerak dan mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar transform (transform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri di sisi yang berlawanan dengan pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi yang berlawanan dengan pengamat). Contoh sesar jenis ini adalah Sesar San Andreas di California.
Batas divergen/konstruktif (divergent/constructive boundaries) terjadi ketika dua lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid-oceanic ridge dan zona retakan (rifting) yang aktif adalah contoh batas divergen
Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries) terjadi jika dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga membentuk zona subduksi jika salah satu lempeng bergerak di bawah yang lain, atau tabrakan benua (continental collision) jika kedua lempeng mengandung kerak benua. Palung laut yang dalam biasanya berada di zona subduksi, di mana potongan lempeng yang terhunjam mengandung banyak bersifat hidrat (mengandung air), sehingga kandungan air ini dilepaskan saat pemanasan terjadi bercampur dengan mantel dan menyebabkan pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik. Contoh kasus ini dapat kita lihat di Pegunungan Andes di Amerika Selatan dan busur pulau Jepang (Japanese island arc).
[sunting]Kekuatan Penggerak Pergerakan Lempeng
Pergerakan lempeng tektonik bisa terjadi karena kepadatan relatif litosfer samudera dan karakter astenosfer yang relatif lemah. Pelepasan panas dari mantel telah didapati sebagai sumber asli dari energi yang menggerakkan tektonik lempeng. Pandangan yang disetujui sekarang, meskipun masih cukup diperdebatkan, adalah bahwa kelebihan kepadatan litosfer samudera yang membuatnya menyusup ke bawah di zona subduksi adalah sumber terkuat pergerakan lempeng. Pada waktu pembentukannya di mid ocean ridge, litosfer samudera pada mulanya memiliki kepadatan yang lebih rendah dari astenosfer di sekitarnya, tetapi kepadatan ini meningkat seiring dengan penuaan karena terjadinya pendinginan dan penebalan. Besarnya kepadatan litosfer yang lama relatif terhadap astenosfer di bawahnya memungkinkan terjadinya penyusupan ke mantel yang dalam di zona subduksi sehingga menjadi sumber sebagian besar kekuatan penggerak pergerakan lempeng. Kelemahan astenosfer memungkinkan lempeng untuk bergerak secara mudah menuju ke arah zona subduksi [19] Meskipun subduksi dipercaya sebagai kekuatan terkuat penggerak pergerakan lempeng, masih ada gaya penggerak lain yang dibuktikan dengan adanya lempeng seperti lempeng Amerika Utara, juga lempeng Eurasia yang bergerak tetapi tidak mengalami subduksi di manapun. Sumber penggerak ini masih menjadi topik penelitian intensif dan diskusi di kalangan ilmuwan ilmu bumi. Pencitraan dua dan tiga dimensi interior bumi (tomografi seismik) menunjukkan adanya distribusi kepadatan yang heterogen secara lateral di seluruh mantel. Variasi dalam kepadatan ini bisa bersifat material (dari kimia batuan), mineral (dari variasi struktur mineral), atau termal (melalui ekspansi dan kontraksi termal dari energi panas). Manifestasi dari keheterogenan kepadatan secara lateral adalah konveksi mantel dari gaya apung (buoyancy forces) [20] Bagaimana konveksi mantel berhubungan secara langsung dan tidak dengan pergerakan planet masih menjadi bidang yang sedang dipelajari dan dibincangkan dalam geodinamika. Dengan satu atau lain cara, energi ini harus dipindahkan ke litosfer supaya lempeng tektonik bisa bergerak. Ada dua jenis gaya yang utama dalam pengaruhnya ke pergerakan planet, yaitu friksi dan gravitasi.
[sunting]Gaya Gesek
Basal drag
Arus konveksi berskala besar di mantel atas disalurkan melalui astenosfer, sehingga pergerakan didorong oleh gesekan antara astenosfer dan litosfer.
Slab suction
Arus konveksi lokal memberikan tarikan ke bawah pada lempeng di zona subduksi di palung samudera. Penyerotan lempengan (slab suction) ini bisa terjadi dalam kondisi geodinamik di mana tarikan basal terus bekerja pada lempeng ini pada saat ia masuk ke dalam mantel, meskipun sebetulnya tarikan lebih banyak bekerja pada kedua sisi lempengan, atas dan bawah
[sunting]Gravitasi
Runtuhan gravitasi: Pergerakan lempeng terjadi karena lebih tingginya lempeng di oceanic ridge. Litosfer samudera yang dingin menjadi lebih padat daripada mantel panas yang merupakan sumbernya, maka dengan ketebalan yang semakin meningkat lempeng ini tenggelam ke dalam mantel untuk mengkompensasikan beratnya, menghasilkan sedikit inklinasi lateral proporsional dengan jarak dari sumbu ini. :Dalam teks-teks geologi pada pendidikan dasar, proses ini sering disebut sebagai sebuah doronga. Namun, sebenarnya sebutan yang lebih tepat adalah runtuhan karena topografi sebuah lempeng bisa jadi sangat berbeda-beda dan topografi pematang (ridge) yang melakukan pemekaran hanyalah fitur yang paling dominan. Sebagai contoh, pembengkakan litosfer sebelum ia turun ke bawah lempeng yang bersebelahan menghasilkan kenampakan yang bisa mempengaruhi topografi. Lalu, mantel plume yang menekan sisi bawah lempeng tektonik bisa juga mengubah topografi dasar samudera.
Slab-pull (tarikan lempengan)
Pergerakan lempeng sebagian disebabkan juga oleh berat lempeng yang dingin dan padat yang turun ke mantel di palung samudera.[21] Ada bukti yang cukup banyak bahwa konveksi juga terjadi di mantel dengan skala cukup besar. Pergerakan ke atas materi di mid-oceanic ridge mungkin sekali adalah bagian dari konveksi ini. Beberapa model awal Tektonik Lempeng menggambarkan bahwa lempeng-lempeng ini menumpang di atas sel-sel seperti ban berjalan. Namun, kebanyakan ilmuwan sekarang percaya bahwa astenosfer tidaklah cukup kuat untuk secara langsung menyebabkan pergerakan oleh gesekan gaya-gaya itu. Slab pull sendiri sangat mungkin menjadi gaya terbesar yang bekerja pada lempeng. Model yang lebih baru juga memberi peranan yang penting pada penyerotan (suction) di palung, tetapi lempeng seperti Lempeng Amerika Utara tidak mengalami subduksi di manapun juga, tetapi juga mengalami pergerakan seperti juga Lempeng Afrika, Eurasia, dan Antarktika. Kekuatan penggerak utama untuk pergerakan lempeng dan sumber energinya itu sendiri masih menjadi bahan riset yang sedang berlangsung
[sunting]Gaya dari luar
Dalam studi yang dipublikasikan pada edisi Januari-Februari 2006 dari buletin Geological Society of America Bulletin, sebuah tim ilmuwan dari Italia dan Amerika Serikat berpendapat bahwa komponen lempeng yang mengarah ke barat berasal dari rotasi Bumi dan gesekan pasang bulan yang mengikutinya. Mereka berkata karena Bumi berputar ke timur di bawah bulan, gravitasi bulan meskipun sangat kecil menarik lapisan permuikaan bumi kembali ke barat. Beberapa juga mengemukakan ide kontroversial bahwa hasil ini mungkin juga menjelaskan mengapa Venus dan Mars tidak memiliki lempeng tektonik, yaitu karena ketiadaan bulan di Venus dan kecilnya ukuran bulan Mars untuk memberi efek seperti pasang di bumi.[22] Pemikiran ini sendiri sebetulnya tidaklah baru. Hal ini sendiri aslinya dikemukakan oleh bapak dari hipotesis ini sendiri, Alfred Wegener, dan kemudian ditentang fisikawan Harold Jeffreys yang menghitung bahwa besarnya gaya gesek oasang yang diperlukan akan dengan cepat membawa rotasi bumi untuk berhenti sejak waktu lama. Banyak lempeng juga bergerak ke utara dan barat, bahkan banyaknya pergerakan ke barat dasar Samudera Pasifik adalah jika dilihat dari sudut pandang pusat pemekaran (spreading) di Samudera Pasifik yang mengarah ke timur. Dikatakan juga bahwa relatif dengan mantel bawah, ada sedikit komponen yang mengarah ke barat pada pergerakan semua lempeng
[sunting]Signifikansi relatif masing-masing mekanisme
Pergerakan lempeng berdasar pada data satelit GPS NASA JPL. Vektor di sini menunjukkan arah dan magnitudo gerakan.
Vektor yang sebenarnya pada pergerakan sebuah planet harusnya menjadi fungsi semua gaya yang bekerja pada lempeng itu. Namun, masalahnya adalah seberapa besar setiap proses ambil bagian dalam pergerakan setiap lempeng Keragaman kondisi geodinamik dan sifat setiap lempeng seharusnya menghasilkan perbedaan dalam seberapa proses-proses tersebut secara aktif menggerakkan lempeng. satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melihat laju di mana setiap lempeng bergerak dan mempertimbangkan bukti yang ada untuk setiap kekuatan penggerak dari lempeng ini sejauh mungkin. Salah satu hubungan terpenting yang ditemukan adalah bahwa lempeng litosferik yang lengket pada lempeng yang tersubduksi bergerak jauh lebih cepat daripada lempeng yang tidak. Misalnya, Lempeng Pasifik dikelilingi zona subduksi (Ring of Fire) sehingga bergerak jauh lebih cepat daripada lempeng di Atlantik yang lengket pada benua yang berdekatan dan bukan lempeng tersubduksi. Maka, gaya yang berhubungkan dengan lempeng yang bergerak ke bawah (slab pull dan slab suction) adalah kekuatan penggerak yang menentukan pergerakan lempeng kecuali untuk lempeng yang tidak disubduksikan. Walau bagaimanapun juga, kekuatan penggerak pergerakan lempeng itu sendiri masih menjadi bahan perdebatan dan riset para ilmuwan
Lempeng-lempeng utama
Peta lempeng-lempeng tektonik
Lempeng-lempeng tektonik utama yaitu:
Lempeng Afrika, meliputi Afrika - Lempeng benua
Lempeng Antarktika, meliputi Antarktika - Lempeng benua
Lempeng Australia, meliputi Australia (tergabung dengan Lempeng India antara 50 sampai 55 juta tahun yang lalu)- Lempeng benua
Lempeng Eurasia, meliputi Asia dan Eropa - Lempeng benua
Lempeng Amerika Utara, meliputi Amerika Utara dan Siberia timur laut - Lempeng benua
Lempeng Amerika Selatan, meliputi Amerika Selatan - Lempeng benua
Lempeng Pasifik, meliputi Samudera Pasifik - Lempeng samudera
Lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India, Lempeng Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng Cocos, Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia.
Pergerakan lempeng telah menyebabkan pembentukan dan pemecahan benua seiring berjalannya waktu, termasuk juga pembentukan superkontinen yang mencakup hampir semua atau semua benua. Superkontinen Rodinia diperkirakan terbentuk 1 miliar tahun yang lalu dan mencakup hampir semua atau semua benua di Bumi dan terpecah menjadi delapan benua sekitar 600 juta tahun yang lalu. Delapan benua ini selanjutnya tersusun kembali menjadi superkontinen lain yang disebut Pangaea yang pada akhirnya juga terpecah menjadi Laurasia (yang menjadi Amerika Utara dan Eurasia), dan Gondwana (yang menjadi benua sisanya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar