Rabu, 30 Juni 2010

Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan

Kita telah memasuki abad 21 yang dikenal dengan abad pengetahuan. Para peramal masa depan (futurist) mengatakan sebagai abad pengetahuan karena pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan (Trilling dan Hood, 1999). Abad pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka.

Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat.Tibalah saatnya menoleh sejenak ke arah pandangan dengan sudut yang luas mengenai peran-peran utama yang akan semakin dimainkan oleh pembelajaran dan pendidikan dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan.

Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.(Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).

Banyak faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga pemerintah berupaya agar guru yang tampil di abad pengetahuan adalah guru yang benar-benar profesional yang mampu mengantisipasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan.

Pendidikan di Abad Pengetahuan
Para ahli mengatakan bahwa abad 21 merupakan abad pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995) ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu; (1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, (2) dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, (4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5) dari sentralisasi ke desentralisasi, (6) dari bantuan institusional ke bantuan diri, (7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, (8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan, (9) dari utara ke selatan, dan (10) dari atau/atau ke pilihan majemuk.

Berbagai implikasi kecenderungan di atas berdampak terhadap dunia pendidikan yang meliputi aspek kurikulum, manajemen pendidikan, tenaga kependidikan, strategi dan metode pendidikan. Selanjutnya Naisbitt (1995) mengemukakan ada 8 kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi dunia yaitu; (1) dari negara bangsa ke jaringan, (2) dari tuntutan eksport ke tuntutan konsumen, (3) dari pengaruh Barat ke cara Asia, (4) dari kontol pemerintah ke tuntutan pasar, (5) dari desa ke metropolitan, (6) dari padat karya ke teknologi canggih, (7) dari dominasi kaum pria ke munculnya kaum wanita, (8) dari Barat ke Timur. Kedelapan kecenderungan itu akan mempengaruhi tata nilai dalam berbagai aspek, pola dan gaya hidup masyarakat baik di desa maupun di kota. Pada gilirannya semua itu akan mempengaruhi pola-pola pendidikan yang lebih disukai dengan tuntutan kecenderungan tersebut. Dalam hubungan dengan ini pendidikan ditantang untuk mampu menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan budaya bangsanya.

Dengan memperhatikan pendapat Naisbitt di atas, Surya (1998) mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional; (3) Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional; (4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak menuntut akan pentingnya kerja sama berbagai lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya.

Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap dilestarikan dalam berbagai lingkungan pendidikan; (5) Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan jaman; (6) Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media elektronik, informatika, dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pendidikan, (7) Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam menunjang upaya pendidikan dalam pendidikan; (8) Publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan suatu kebutuhan nyata bagi pendidikan di abad pengetahuan.

Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah sosok penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin. Pendidikan mempunyai peranan yang amat strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan emosional yang tinggi dan menguasai megaskills yang mantap. Untuk itu, lembaga penidikan dalam berbagai jenis dan jenjang memerlukan pencerahan dan pemberdayaan dalam berbagai aspeknya.

Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: (1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama. Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.

Gambaran Pembelajaran di Abad Pengetahuan
Praktek pembelajaran yang terjadi sekarang masih didominasi oleh pola atau paradigma yang banyak dijumpai di abad industri. Pada abad pengetahuan paradigma yang digunakan jauh berbeda dengan pada abad industri. Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri. Praktek pembelajaran di abad industri dan abad pengetahuan dapat dilihat pada Tabel berikut;

Abad Industri

1. Guru sebagai pengarah
2. Guru sbgai smber pengetahuan
3. Belajar diarahkan oleh kuri- kulum.
4. Belajar dijadualkan secara ketat dgn waktu yang terbatas
5. Terutama didasarkan pd fakta
6. Bersifat teoritik, prinsip- prinsip dan survei
7. Pengulangan dan latihan
8. Aturan dan prosedur
9. Kompetitif
10. Berfokus pada kelas
11. Hasilnya ditentukan sblmnya
12. Mengikuti norma
13. Komputer sbg subyek belajar
14. Presentasi dgn media statis
15. Komunikasi sebatas ruang kls
16. Tes diukur dengan norma

Abad Pengetahuan

1. Guru sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan
2. Guru sebagai kawan belajar
3. Belajar diarahkan oleh siswa kulum.
4. Belajar secara terbuka, ketat dgn waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan
5. Terutama berdasarkan proyek dan masalah
6. Dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survei
7. Penyelidikan dan perancangan
8. Penemuan dan penciptaan
9. Colaboratif
10. Berfokus pada masyarakat
11. Hasilnya terbuka
12. Keanekaragaman yang kreatif
13. Komputer sebagai peralatan semua jenis belajar
14. Interaksi multi media yang dinamis
15. Komunikasi tidak terbatas ke seluruh dunia
16. Unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri.


Berdasarkan Tabel dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa;
1. Pada abad industri banyak dijumpai belajar melalui fakta, drill dan praktek, dan menggunakan aturan dan prosedur-prosedur. Sedangkan di abad pengetahuan menginginkan paradigma belajar melalui proyek-proyek dan permasalahan-permasalahan, inkuiri dan desain, menemukan dan penciptaan.
2 Betapa sulitnya mencapai reformasi yang sistemik, karena bila paradigma lama masih dominan, dampak reformasi cenderung akan ditelan oleh pengaruh paradigma lama.
3. Meskipun telah dinyatakan sebagai polaritas, perbedaan praktik pembelajaran Abad Pengetahuan dan Abad Industri dianggap sebagai suatu kontinum. Meskipun sekarang dimungkinkan memandang banyak contoh praktek di Abad Industri yang "murni" dan jauh lebih sedikit contoh lingkungan pembelajaran di Abad Pengetahuan yang "murni", besar kemungkinannya menemukan metode persilangan perpaduan antara metode di Abad Pengetahuan dan metode di Abad Industri. Perlu diingat dalam melakukan reformasi pembelajaran, metode lama tidak sepenuhnya hilang, namun hanya digunakan kurang lebih jarang dibanding metode-metode baru.
4. Praktek pembelajaran di Abad Pengetahuan lebih sesuai dengan teori belajar modern. Melalui penggunaan prinsip-prinsip belajar berorientasi pada proyek dan permasalahan sampai aktivitas kolaboratif dan difokuskan pada masyarakat, belajar kontekstual yang didasarkan pada dunia nyata dalam konteks ke peningkatan perhatian pada tindakan-tindakan atas dorongan pembelajar sendiri.
5. Pada Abad Pengetahuan nampaknya praktek pembelajaran tergantung pada piranti-piranti pengetahuan modern yakni komputer dan telekomunikasi, namun sebagian besar karakteristik Abad Pengetahuan bisa dicapai tanpa memanfaatkan piranti modern. Meskipun teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan katalis yang penting yang membawa kita pada metode belajar Abad Pengetahuan, perlu diingat bahwa yang membedakan metode tersebut adalah pelaksanaan hasilnya bukan alatnya. Kita dapat melengkapi peralatan lembaga pendidikan kita dengan teknologi canggih tanpa mengubah pelaksanaan dan hasilnya.

Akhirnya yang paling penting, paradigma baru pembelajaran ini memberikan peluang dan tantangan yang besar bagi perkembangan profesional, baik pada preservice dan inservice guru-guru kita. Di banyak hal, paradigma ini menggam-barkan redefinisi profesi pengajaran dan peran-peran yang dimainkan guru dalam proses pembelajaran. Meskipun kebutuhan untuk merawat, mengasuh, menyayangi dan mengembangkan anak-anak kita secara maksimal itu akan selalu tetap berada dalam genggaman pengajaran, tuntutan-tuntutan baru Abad Pengetahuan menghasilkan sederet prinsip pembelajaran baru dan perilaku yang harus dipraktikkan. Berdasarkan gambaran pembelajan di abad pengetahuan di atas, nampalah bahwa pentingnya pengembangan profesi guru dalam menghadapi berbagai tantangan ini.

Pengembangan Profesionalisme Guru
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar standar pengembangan profesi guru yaitu; (1) Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam; (2) Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar; (3) Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar; (4) Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan.

Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik. Selain memiliki standar profesional guru sebagaimana uraian di atas, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, (2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, (5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.

Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3) keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4) pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.

Dimensi lain dari pola pembinaan profesi guru adalah (1) hubungan erat antara perguruan tinggi dengan pembinaan SLTA; (2) meningkatkan bentuk rekrutmen calon guru; (3) program penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan; (4) meningkatkan mutu pendidikan calon pendidik; (5) pelaksanaan supervisi; (6) peningkatan mutu manajemen pendidikan berdasarkan Total Quality Management (TQM); (7) melibatkan peran serta masyarakat berdasarkan konsep linc and match; (8) pemberdayaan buku teks dan alat-alat pendidikan penunjang; (9) pengakuan masyarakat terhadap profesi guru; (10) perlunya pengukuhan program Akta Mengajar melalui peraturan perundangan; dan (11) kompetisi profesional yang positif dengan pemberian kesejahteraan yang layak.

Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).

Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.

Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru Kondisi pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya.

Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.

Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan; (1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah.

Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.

Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.

Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.

Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Program sertifikasi telah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang telah melatih 805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan Selatan (Pantiwati, 2001).

Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998).

Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.

Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.

Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji guru diseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan negara-negara ketiga. Di Indonesia telah mengalami hal ini tetapi ketika jaman kolonial Belanda. Setelah memasuki jaman orde baru semua ber ubah sehingga kini dampaknya terasa, profesi guru menduduki urutan terbawah dari urutan profesi lainnya seperti dokter, jaksa, dll.

Kesimpulan dan Saran
Memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor determinan bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi wacana yang sangat penting. Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan.

Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya yang berarti pada tataran kematangan yang mempersyaratkan willingness dan ability, baik secara intelektual maupun pada kondisi yang prima. Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai pencetak guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.

Daftar Rujukan

Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.

Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.

Dahrin, D. 2000. Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensip: Transformasi Pendidikan. Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24.

Degeng, N.S. 1999. Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era Desentralisasi dan Demokrasi. Jurnal Getengkali Edisi 6 Tahun III 1999/2000. Hlm. 2-9.

Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between Computer-Based Technology and Future Skill Sets. Educational Technology Nopember-Desember 1999. Hlm. 14-22.

Maister, DH. 1997. True Professionalism. New York: The Free Press.

Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council of Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996, Republic of Singapore.

Naisbitt, J. 1995. Megatrend Asia: Delapan Megatrend Asia yang Mengubah Dunia, (Alih bahasa oleh Danan Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramdeia.

Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1998/08/230898, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.

NRC. 1996. Standar for Professional Development for Teacher Sains. Hlm. 59-70

Pantiwati, Y. 2001. Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Program Sertifikasi Guru Bidang Studi (untuk Guru MI dan MTs). Makalah Dipresentasikan. Malang: PSSJ PPS Universitas Malang. Hlm.1-12.

Journal PAT. 2001. Teacher in England and Wales. Professionalisme in Practice: the PAT Journal. April/Mei 2001. (Online) (http://members. aol.com/PTRFWEB/journal1040.html, diakses 7 Juni 2001)

Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: Grasindo.

Stiles, K.E. dan Loucks-Horsley, S. 1998. Professional Development Strategies: Proffessional Learning Experiences Help Teachers Meet the Standards. The Science Teacher. September 1998. hlm. 46-49).

Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996. Hlm. 9-11.

Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud.

Surya, H.M. 1998. Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21n (I); Organisasi & Profesi. Suara Guru No. 7/1998. Hlm. 15-17.

Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Tera.

Trilling, B. dan Hood, P. 1999. Learning, Technology, and Education Reform in the Knowledge Age or "We're Wired, Webbed, and Windowed, Now What"? Educational Technology may-June 1999. Hlm. 5-18.

Hakikat Profesionalisme Guru
Pendidikan dapat dipahami dari dua sisi yang meliputinya, yaitu pendidikan sebagai sebuah produksi (education as product), dan pendidikan sebagai sebuah proses (education as process). Dua sisi ini selalu berpengaruh dalam memahami dan melakukan kegiatan pendidikan dalam kehidupan nyata manusia. Pendidikan sebagai sebuah produksi muncul dari keinginan manusia itu sendiri untuk menghasilkan sesuatu, baik yang konkrit maupun yang abstrak. Sehingga muncul dalam dunia pendidikan untuk melakukan penilaian (evaluasi) sebagai hasil dari sebuah kegiatan pendidikan
Dalam dunia pendidikan, peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri.
Filsofis sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka dituntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan knowledge, values, dan skill, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global.
Dalam era reformasi pendidikan, dimana salah satunya isu utamanya adalah peningkatan profesionalisme guru, hal itu merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam mencapai pendidikan yang lebih berkualitas.
Selain itu, pendidikan sebagai sebuah proses selalu berdampak pada sebuah upaya untuk senantiasa memperbaiki agar hasil tersebut menjadi baik. Untuk memperbaiki hasil pendidikan kita, tentu kita perlu tahu tentang kondisi pendidikan kita.
Kita sadari bahwa profesionalisme guru merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, seiring dengan semakin meningkatnya persaingan yang semakin ketat dalam era globalisasi seperti sekarang ini. Diperlukan orang-orang yang memang benar benar-benar ahli dibidangnya, sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya agar setiap orang dapat berperan secara maksimal, termasuk guru sebagai sebuah profesi yang menuntut kecakapan dan keahlian tersendiri. Profesionalisme tidak hanya karena faktor tuntutan dari perkembangan jaman, tetapi pada dasarnya juga merupakan suatu keharusan bagi setiap individu dalam kerangka perbaikan kualitas hidup manusia. Profesionalisme menuntut keseriusan dan kompetensi yang memadai, sehingga seseorang dianggap layak untuk melaksanakan sebuah tugas
Salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah melalui sertifikasi sebagai sebuah proses ilmiah yang memerlukan pertanggung jawaban moral dan akademis. Dalam isu sertifikasi tercermin adanya suatu uji kelayakan dan kepatutan yang harus dijalani seseorang, terhadap kriteria-kriteria yang secara ideal telah ditetapkan.
Sertifikasi bagi para Guru dan Dosen merupakan amanah dari UU Sistem Pendidikan Nasional kita (pasal 42) yang mewajibkan setiap tenaga pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar yang dimilikinya. Singkatnya adalah, sertifikasi dibutuhkan untuk mempertegas standar kompetensi yang harus dimiliki para guru dan dosen sesui dengan bidang ke ilmuannya masing-masing.
Faktor lain yang harus dilakukan dalam mencapai profesionalisme guru adalah, perlunya perubahan paradigma dalam proses belajar menajar. Anak didik tidak lagi ditempatkan sekedar sebagai obyek pembelajaran tetapi harus berperan dan diperankan sebagai subyek. Sang guru tidak lagi sebagai instruktur yang harus memposisikan dirinya lebih tinggi dari anak didik, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator atau konsultator yang bersifat saling melengkapi. Dalam konteks ini, guru dituntut untuk mampu melaksanakan proses pembelajaran yang efektif, kreatif dan inovatif secara dinamis dalam suasana yang demokratis. Dengan demikian proses belajar mengajar akan dilihat sebagai proses pembebasan dan pemberdayaan, sehingga tidak terpaku pada aspek-aspek yang bersifat formal, ideal maupun verbal. Penyelesaian masalah yang aktual berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah harus menjadi orientasi dalam proses belajar mengajar.Oleh sebab itu, out put dari pendidikan tidak hanya sekedar mencapai IQ, tetapi mencakup pula EQ dan SQ, serta AQ.
Salah satu faktor yang dapat merangsang profesionalisme guru adalah, jenjang karir yang jelas. Dengan adanya jenjang karir yang jelas akan melahirkan kompetisi yang sehat, terukur dan terbuka, sehingga memacu setiap individu untuk berkarya dan berbuat lebih baik.
Kesejahteraan merupakan isu yang utama dalam konteks peran dan fungsi guru sebagai tenaga pendidik dan pengajar. Paradigma professional tidak akan tercapai apabila individu yang bersangkutan, tidak pernah dapat memfokuskan diri pada satu hal yang menjadi tanggungjawab dan tugas pokok dari yang bersangkutan. Oleh sebab itu, untuk mencapai profesionalisme, jaminan kesejahteraan bagi para guru merupakan suatu hal yang tidak dapat diabaikan dan dipisahkan.

Sabtu, 19 Juni 2010

Teori Tektonik Lempeng

An-Nahl 16:15
"Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk."

An-Nahl 16:15
“Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.”

An-Naml 27:88 “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Anggapan lama pernah ada pada abad-abad yang lampau bahwa bumi adalah sesuatu yang rigid atau kaku sementara benua-benua berada pada kedudukannya yang tetap tidak berpindah-pindah. Setelah ditemukannya benua Amerika dan dilakukan pemetaan pantai di Amerika dan Eropa ternyata terdapat kesesuaian morfologi dari pantai-pantai yang dipisahkan oleh Samudera Atlantik. Hal ini menjadi titik tolak dari konsep-konsep yang menerangkan bahwa benua-benua tidak tetap akan tetapi selalu bergerak. Konsep-konsep ini dibagi menjadi tiga menurut perkembangannya (Van Krevelen, 1993) :

1. Konsep yang menerangkan bahwa terpisahnya benua disebabkan oleh peristiwa yang katastrofik dalam sejarah bumi. Konsep ini dikemukakan oleh Owen dan Snider pada tahun 1857.

2. Konsep apungan benua atau continental drift yang mengemukakan bahwa benua-benua bergerak secara lambat melalui dasar samudera, dikemukakan oleh Alfred Wegener (1912). Akan tetapi teori ini tidak bisa menerangkan adanya dua sabuk gunung api di bumi.

3. Konsep paling mutakhir yang dianut oleh para ilmuwan sekarang yaitu Teori Tektonik Lempeng. Teori ini lahir pada pertengahan tahun enampuluhan. Teori ini terutama didukung oleh adanya Pemekaran Tengah Samudera (Sea Floor Spreading) dan bermula di Pematang Tengah Samudera (Mid Oceanic Ridge : MOR) yang diajukan oleh Hess (1962).

Pada awalnya ada dua benua besar di bumi ini yaitu Laurasia dan Gondwana kemudian kedua benua ini bersatu sehingga hanya ada satu benua besar (supercontinent) yang disebut Pangaea dan satu samudera luas atau yang disebut Panthalassa (270 jt th yll). Dari supercontinent ini kemudian terpecah lagi menjadi Gondwana dan Laurasia (150 jt th yll) dan akhirnya terbagi-bagi menjadi lima benua seperti yang dikenal dan ditempati oleh manusia sekarang. Terpecah-pecahnya benua ini menghasilkan dua sabuk gunung api yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediteranean yang keduanya melewati Indonesia. Mekanisme penyebab terpecahnya benua ini bisa diterangkan oleh Teori Tektonik Lempeng sebagai berikut :

1. Penyebab dari pergerakan benua-benua dimulai oleh adanya arus konveksi (convection current) dari mantle (lapisan di bawah kulit bumi yang berupa lelehan). Arah arus ini tidak teratur, bisa dibayangkan seperti pergerakan udara/awan atau pergerakan dari air yang direbus. Terjadinya arus konveksi terutama disebabkan oleh aktivitas radioaktif yang menimbulkan panas.

2. Dalam kondisi tertentu dua arah arus yang saling bertemu bisa menghasilkan arus interferensi yang arahnya ke atas. Arus interferensi ini akan menembus kulit bumi yang berada di atasnya. Magma yang menembus ke atas karena adanya arus konveksi ini akan membentuk gugusan pegunungan yang sangat panjang dan bercabang-cabang di bawah permukaan laut yang dapat diikuti sepanjang samudera-samudera yang saling berhubungan di muka bumi. Lajur pegunungan yang berbentuk linear ini disebut dengan MOR (Pematang Tengah Samudera) dan merupakan tempat keluarnya material dari mantle ke dasar samudera. MOR mempunyai ketinggian melebihi 3000 m dan lebarnya lebih dari 2000 km, atau melebihi ukuran Pegunungan Alpen dan Himalaya yang letaknya di daerah benua. MOR Atlantik (misalnya) membentang dengan arah utara-selatan dari lautan Arktik melalui poros tengah samudera Atlantik ke sebelah barat Benua Afrika dan melingkari benua itu di selatannya menerus ke arah timur ke Samudera Hindia lalu di selatan Benua Australia dan sampai di Samudera Pasifik. Jadi keberadaan MOR mengelilingi seluruh dunia.

3. Kerak (kulit) samudera yang baru, terbentuk di pematang-pematang ini karena aliran material dari mantle. Batuan dasar samudera yang baru terbentuk itu lalu menyebar ke arah kedua sisi dari MOR karena desakan dari magma mantle yang terus-menerus dan juga tarikan dari gaya gesek arus mantle yang horisontal terhadap material di atasnya. Lambat laun kerak samudera yang terbentuk di pematang itu akan bergerak terus menjauh dari daerah poros pematang dan ‘mengarungi’ samudera. Gejala ini disebut dengan Pemekaran Lantai Samudera (Sea Floor Spreading).

4. Keberadaan busur kepulauan dan juga busur gunung api serta palung Samudera yang memanjang di tepi-tepi benua merupakan fenomena yang dapat dijelaskan oleh Teori Tektonik Lempeng yaitu dengan adanya proses penunjaman (subduksi). Oleh karena peristiwa Sea Floor Spreading maka suatu saat kerak samudera akan bertemu dengan kerak benua sehingga kerak samudera yang mempunyai densitas lebih besar akan menunjam ke arah bawah kerak benua. Dengan adanya zona penunjaman ini maka akan terbentuk palung pada sepanjang tepi paparan benua, dan juga akan terbentuk kepulauan sepanjang paparan benua oleh karena proses pengangkatan. Kerak samudera yang menunjam ke bawah ini akan kembali ke mantle atau jika bertemu dengan batuan benua yang mempunyai densitas sama atau lebih besar maka akan terjadi mixing antara material kerak samudera dengan benua membentuk larutan silikat pijar atau magma. (Proses mixing terjadi pada kerak benua sehingga tidak akan lebih dalam dari 30 km di bawah permukaan bumi). Karena sea floor spreading terus berlangsung maka magma hasil mixing yang terbentuk akan semakin besar sehingga akan menerobos batuan-batuan di atasnya sampai akhirnya muncul ke permukaan bumi membentuk deretan gunung api.

Kondisi Geologi Dinamis Indonesia

Kepulauan Indonesia terbentuk karena proses pengangkatan sebagai akibat dari penunjaman (subduksi). Lempeng (kerak) yang saling berinteraksi adalah Kerak Samudera Pasifik dan Hindia yang bergerak sekitar 2-5 cm per tahun terhadap Kerak Benua Eurasia. Jadi Indonesia merupakan tempat pertemuan 3 lempeng besar sehingga Indonesia merupakan salah satu daerah yang memiliki aktivitas kegempaan yang tertinggi di dunia. Terdapat dua sabuk gunung api yang melewati Indonesia yaitu Sirkum Mediteranean sebagai akibat penunjaman Kerak Samudera Hindia ke dalam Kerak Benua Eurasia, dan Sirkum Pasifik sebagai akibat penunjaman Kerak Samudera Pasifik ke dalam Kerak Benua Eurasia.

Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai pelajaran bagi kita:

1. Gunung api selalu bergerak (dalam skala waktu geologi) mengikuti pergerakan benua-benua karena adanya dinamisme mantle bumi (arus konveksi). Fenomena ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an, “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 27:88)

2. Gunung api muncul karena tekanan yang tinggi pada magma hasil mixing sehingga akan menerobos ke atas. Andaikan saja magma ini tidak bisa menerobos ke atas membentuk gunung-gunung api maka tentulah akan tersimpan tekanan pada dapur magma yang sangat besar dan akan terus bertambah karena penunjaman masih terus berlangsung. Dengan demikian pada kondisi seperti itu apabila batuan sekitar yang menampung magma tersebut terlampaui batas elastisitasnya maka akan terjadi bencana gempa bumi vulkanik yang teramat sangat hebatnya. Fenomena ini pun telah tersurat dalam Al-Qur’an, “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. 16:15)

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. 55:13) Maha Benar Allah atas segala firman-Nya.

Tektonika lempeng
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Lempeng-lempeng tektonik di bumi barulah dipetakan pada paruh kedua abad ke-20.
Teori Tektonika Lempeng (bahasa Inggris: Plate Tectonics) adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.
Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength) yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang tinggi.
Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng, baik divergen (menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50-100 mm/a. [1]

Peta dengan detail yang menunjukkan lempeng-lempeng tektonik dan arah vektor gerakannya
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, geolog berasumsi bahwa kenampakan-kenampakan utama bumi berkedudukan tetap. Kebanyakan kenampakan geologis seperti pegunungan bisa dijelaskan dengan pergerakan vertikal kerak seperti dijelaskan dalam teori geosinklin. Sejak tahun 1596, telah diamati bahwa pantai Samudera Atlantik yang berhadap-hadapan antara benua Afrika dan Eropa dengan Amerika Utara dan Amerika Selatan memiliki kemiripan bentuk dan nampaknya pernah menjadi satu. Ketepatan ini akan semakin jelas jika kita melihat tepi-tepi dari paparan benua di sana.[2] Sejak saat itu banyak teori telah dikemukakan untuk menjelaskan hal ini, tetapi semuanya menemui jalan buntu karena asumsi bahwa bumi adalah sepenuhnya padat menyulitkan penemuan penjelasan yang sesuai.[3]
Penemuan radium dan sifat-sifat pemanasnya pada tahun 1896 mendorong pengkajian ulang umur bumi,[4]karena sebelumnya perkiraan didapatkan dari laju pendinginannya dan dengan asumsi permukaan bumi beradiasi seperti benda hitam.[5] Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahkan jika pada awalnya bumi adalah sebuah benda yang merah-pijar, suhu Bumi akan menurun menjadi seperti sekarang dalam beberapa puluh juta tahun. Dengan adanya sumber panas yang baru ditemukan ini maka para ilmuwan menganggap masuk akal bahwa Bumi sebenarnya jauh lebih tua dan intinya masih cukup panas untuk berada dalam keadaan cair.
Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis Pergeseran Benua (continental drift) yang dikemukakan Alfred Wegener tahun 1912.[6] dan dikembangkan lagi dalam bukunya The Origin of Continents and Oceans terbitan tahun 1915. Ia mengemukakan bahwa benua-benua yang sekarang ada dulu adalah satu bentang muka yang bergerak menjauh sehingga melepaskan benua-benua tersebut dari inti bumi seperti 'bongkahan es' dari granit yang bermassa jenis rendah yang mengambang di atas lautan basal yang lebih padat.[7][8] Namun, tanpa adanya bukti terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang dilibatkan, teori ini dipinggirkan. Mungkin saja bumi memiliki kerak yang padat dan inti yang cair, tetapi tampaknya tetap saja tidak mungkin bahwa bagian-bagian kerak tersebut dapat bergerak-gerak. Di kemudian hari, dibuktikanlah teori yang dikemukakan geolog Inggris Arthur Holmes tahun 1920 bahwa tautan bagian-bagian kerak ini kemungkinan ada di bawah laut. Terbukti juga teorinya bahwa arus konveksi di dalam mantel bumi adalah kekuatan penggeraknya.[9][10][3]
Bukti pertama bahwa lempeng-lempeng itu memang mengalami pergerakan didapatkan dari penemuan perbedaan arah medan magnet dalam batuan-batuan yang berbeda usianya. Penemuan ini dinyatakan pertama kali pada sebuah simposium di Tasmania tahun 1956. Mula-mula, penemuan ini dimasukkan ke dalam teori ekspansi bumi [11], namun selanjutnya justeru lebih mengarah ke pengembangan teori tektonik lempeng yang menjelaskan pemekaran (spreading) sebagai konsekuensi pergerakan vertikal (upwelling) batuan, tetapi menghindarkan keharusan adanya bumi yang ukurannya terus membesar atau berekspansi (expanding earth) dengan memasukkan zona subduksi/hunjaman (subduction zone), dan sesar translasi (translation fault). Pada waktu itulah teori tektonik lempeng berubah dari sebuah teori yang radikal menjadi teori yang umum dipakai dan kemudian diterima secara luas di kalangan ilmuwan. Penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara seafloor spreading dan balikan medan magnet bumi (geomagnetic reversal) oleh geolog Harry Hammond Hess dan oseanograf Ron G. Mason[12][13][14][15]menunjukkan dengan tepat mekanisme yang menjelaskan pergerakan vertikal batuan yang baru
Seiring dengan diterimanya anomali magnetik bumi yang ditunjukkan dengan lajur-lajur sejajar yang simetris dengan magnetisasi yang sama di dasar laut pada kedua sisi mid-oceanic ridge, tektonik lempeng menjadi diterima secara luas. Kemajuan pesat dalam teknik pencitraan seismik mula-mula di dalam dan sekitar zona Wadati-Benioff dan beragam observasi geologis lainnya tak lama kemudian mengukuhkan tektonik lempeng sebagai teori yang memiliki kemampuan yang luar biasa dalam segi penjelasan dan prediksi.
Penelitian tentang dasar laut dalam, sebuah cabang geologi kelautan yang berkembang pesat pada tahun 1960-an memegang peranan penting dalam pengembangan teori ini. Sejalan dengan itu, teori tektonik lempeng juga dikembangkan pada akhir 1960-an dan telah diterima secara cukup universal di semua disiplin ilmu, sekaligus juga membaharui dunia ilmu bumi dengan memberi penjelasan bagi berbagai macam fenomena geologis dan juga implikasinya di dalam bidang lain seperti paleogeografi dan paleobiologi
[sunting]Prinsip-prinsip Utama

Bagian luar interior bumi dibagi menjadi litosfer dan astenosfer berdasarkan perbedaan mekanis dan cara terjadinya perpindahan panas. Litosfer lebih dingin dan kaku, sedangkan astenosfer lebih panas dan secara mekanik lemah. Selain itu, litosfer kehilangan panasnya melalui proses konduksi, sedangkan astenosfer juga memindahkan panas melalui konveksi dan memiliki gradien suhu yang hampir adiabatik. Pembagian ini sangat berbeda dengan pembagian bumi secara kimia menjadi inti, mantel, dan kerak. Litosfer sendiri mencakup kerak dan juga sebagian dari mantel. Suatu bagian mantel bisa saja menjadi bagian dari litosfer atau astenosfer pada waktu yang berbeda, tergantung dari suhu, tekanan, dan kekuatan gesernya. Prinsip kunci tektonik lempeng adalah bahwa litosfer terpisah menjadi lempeng-lempeng tektonik yang berbeda-beda. Lempeng ini bergerak menumpang di atas astenosfer yang mempunyai viskoelastisitas sehingga bersifat seperti fluida. Pergerakan lempeng biasanya bisa mencapai 10-40 mm/a (secepat pertumbuhan kuku jari) seperti di Mid-Atlantic Ridge, ataupun mencapai 160 mm/a (secepat pertumbuhan rambut) seperti di Lempeng Nazca.[16][17] Lempeng-lempeng ini tebalnya sekitar 100 km dan terdiri atas mantel litosferik yang di atasnya dilapisi dengan hamparan salah satu dari dua jenis material kerak. Yang pertama adalah kerak samudera atau yang sering disebut dengan "sima", gabungan dari silikon dan magnesium. Jenis yang kedua yaitu kerak benua yang sering disebut "sial", gabungan dari silikon dan aluminium. Kedua jenis kerak ini berbeda dari segi ketebalan di mana kerak benua memiliki ketebalan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kerak samudera. Ketebalan kerak benua mencapai 30-50 km sedangkan kerak samudera hanya 5-10 km.
Dua lempeng akan bertemu di sepanjang batas lempeng (plate boundary), yaitu daerah di mana aktivitas geologis umumnya terjadi seperti gempa bumi dan pembentukan kenampakan topografis seperti gunung, gunung berapi, dan palung samudera. Kebanyakan gunung berapi yang aktif di dunia berada di atas batas lempeng, seperti Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire) di Lempeng Pasifik yang paling aktif dan dikenal luas.
Lempeng tektonik bisa merupakan kerak benua atau samudera, tetapi biasanya satu lempeng terdiri atas keduanya. Misalnya, Lempeng Afrika mencakup benua itu sendiri dan sebagian dasar Samudera Atlantik dan Hindia. Perbedaan antara kerak benua dan samudera ialah berdasarkan kepadatan material pembentuknya. Kerak samudera lebih padat daripada kerak benua dikarenakan perbedaan perbandingan jumlah berbagai elemen, khususnya silikon. Kerak samudera lebih padat karena komposisinya yang mengandung lebih sedikit silikon dan lebih banyak materi yang berat. Dalam hal ini, kerak samudera dikatakan lebih bersifat mafik ketimbang felsik.[18] Maka, kerak samudera umumnya berada di bawah permukaan laut seperti sebagian besar Lempeng Pasifik, sedangkan kerak benua timbul ke atas permukaan laut, mengikuti sebuah prinsip yang dikenal dengan isostasi.
[sunting]Jenis-jenis Batas Lempeng



Tiga jenis batas lempeng (plate boundary).
Ada tiga jenis batas lempeng yang berbeda dari cara lempengan tersebut bergerak relatif terhadap satu sama lain. Tiga jenis ini masing-masing berhubungan dengan fenomena yang berbeda di permukaan. Tiga jenis batas lempeng tersebut adalah:
Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng bergerak dan mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar transform (transform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri di sisi yang berlawanan dengan pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi yang berlawanan dengan pengamat). Contoh sesar jenis ini adalah Sesar San Andreas di California.
Batas divergen/konstruktif (divergent/constructive boundaries) terjadi ketika dua lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid-oceanic ridge dan zona retakan (rifting) yang aktif adalah contoh batas divergen
Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries) terjadi jika dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga membentuk zona subduksi jika salah satu lempeng bergerak di bawah yang lain, atau tabrakan benua (continental collision) jika kedua lempeng mengandung kerak benua. Palung laut yang dalam biasanya berada di zona subduksi, di mana potongan lempeng yang terhunjam mengandung banyak bersifat hidrat (mengandung air), sehingga kandungan air ini dilepaskan saat pemanasan terjadi bercampur dengan mantel dan menyebabkan pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik. Contoh kasus ini dapat kita lihat di Pegunungan Andes di Amerika Selatan dan busur pulau Jepang (Japanese island arc).
[sunting]Kekuatan Penggerak Pergerakan Lempeng

Pergerakan lempeng tektonik bisa terjadi karena kepadatan relatif litosfer samudera dan karakter astenosfer yang relatif lemah. Pelepasan panas dari mantel telah didapati sebagai sumber asli dari energi yang menggerakkan tektonik lempeng. Pandangan yang disetujui sekarang, meskipun masih cukup diperdebatkan, adalah bahwa kelebihan kepadatan litosfer samudera yang membuatnya menyusup ke bawah di zona subduksi adalah sumber terkuat pergerakan lempeng. Pada waktu pembentukannya di mid ocean ridge, litosfer samudera pada mulanya memiliki kepadatan yang lebih rendah dari astenosfer di sekitarnya, tetapi kepadatan ini meningkat seiring dengan penuaan karena terjadinya pendinginan dan penebalan. Besarnya kepadatan litosfer yang lama relatif terhadap astenosfer di bawahnya memungkinkan terjadinya penyusupan ke mantel yang dalam di zona subduksi sehingga menjadi sumber sebagian besar kekuatan penggerak pergerakan lempeng. Kelemahan astenosfer memungkinkan lempeng untuk bergerak secara mudah menuju ke arah zona subduksi [19] Meskipun subduksi dipercaya sebagai kekuatan terkuat penggerak pergerakan lempeng, masih ada gaya penggerak lain yang dibuktikan dengan adanya lempeng seperti lempeng Amerika Utara, juga lempeng Eurasia yang bergerak tetapi tidak mengalami subduksi di manapun. Sumber penggerak ini masih menjadi topik penelitian intensif dan diskusi di kalangan ilmuwan ilmu bumi. Pencitraan dua dan tiga dimensi interior bumi (tomografi seismik) menunjukkan adanya distribusi kepadatan yang heterogen secara lateral di seluruh mantel. Variasi dalam kepadatan ini bisa bersifat material (dari kimia batuan), mineral (dari variasi struktur mineral), atau termal (melalui ekspansi dan kontraksi termal dari energi panas). Manifestasi dari keheterogenan kepadatan secara lateral adalah konveksi mantel dari gaya apung (buoyancy forces) [20] Bagaimana konveksi mantel berhubungan secara langsung dan tidak dengan pergerakan planet masih menjadi bidang yang sedang dipelajari dan dibincangkan dalam geodinamika. Dengan satu atau lain cara, energi ini harus dipindahkan ke litosfer supaya lempeng tektonik bisa bergerak. Ada dua jenis gaya yang utama dalam pengaruhnya ke pergerakan planet, yaitu friksi dan gravitasi.
[sunting]Gaya Gesek
Basal drag
Arus konveksi berskala besar di mantel atas disalurkan melalui astenosfer, sehingga pergerakan didorong oleh gesekan antara astenosfer dan litosfer.
Slab suction
Arus konveksi lokal memberikan tarikan ke bawah pada lempeng di zona subduksi di palung samudera. Penyerotan lempengan (slab suction) ini bisa terjadi dalam kondisi geodinamik di mana tarikan basal terus bekerja pada lempeng ini pada saat ia masuk ke dalam mantel, meskipun sebetulnya tarikan lebih banyak bekerja pada kedua sisi lempengan, atas dan bawah
[sunting]Gravitasi
Runtuhan gravitasi: Pergerakan lempeng terjadi karena lebih tingginya lempeng di oceanic ridge. Litosfer samudera yang dingin menjadi lebih padat daripada mantel panas yang merupakan sumbernya, maka dengan ketebalan yang semakin meningkat lempeng ini tenggelam ke dalam mantel untuk mengkompensasikan beratnya, menghasilkan sedikit inklinasi lateral proporsional dengan jarak dari sumbu ini. :Dalam teks-teks geologi pada pendidikan dasar, proses ini sering disebut sebagai sebuah doronga. Namun, sebenarnya sebutan yang lebih tepat adalah runtuhan karena topografi sebuah lempeng bisa jadi sangat berbeda-beda dan topografi pematang (ridge) yang melakukan pemekaran hanyalah fitur yang paling dominan. Sebagai contoh, pembengkakan litosfer sebelum ia turun ke bawah lempeng yang bersebelahan menghasilkan kenampakan yang bisa mempengaruhi topografi. Lalu, mantel plume yang menekan sisi bawah lempeng tektonik bisa juga mengubah topografi dasar samudera.
Slab-pull (tarikan lempengan)
Pergerakan lempeng sebagian disebabkan juga oleh berat lempeng yang dingin dan padat yang turun ke mantel di palung samudera.[21] Ada bukti yang cukup banyak bahwa konveksi juga terjadi di mantel dengan skala cukup besar. Pergerakan ke atas materi di mid-oceanic ridge mungkin sekali adalah bagian dari konveksi ini. Beberapa model awal Tektonik Lempeng menggambarkan bahwa lempeng-lempeng ini menumpang di atas sel-sel seperti ban berjalan. Namun, kebanyakan ilmuwan sekarang percaya bahwa astenosfer tidaklah cukup kuat untuk secara langsung menyebabkan pergerakan oleh gesekan gaya-gaya itu. Slab pull sendiri sangat mungkin menjadi gaya terbesar yang bekerja pada lempeng. Model yang lebih baru juga memberi peranan yang penting pada penyerotan (suction) di palung, tetapi lempeng seperti Lempeng Amerika Utara tidak mengalami subduksi di manapun juga, tetapi juga mengalami pergerakan seperti juga Lempeng Afrika, Eurasia, dan Antarktika. Kekuatan penggerak utama untuk pergerakan lempeng dan sumber energinya itu sendiri masih menjadi bahan riset yang sedang berlangsung
[sunting]Gaya dari luar
Dalam studi yang dipublikasikan pada edisi Januari-Februari 2006 dari buletin Geological Society of America Bulletin, sebuah tim ilmuwan dari Italia dan Amerika Serikat berpendapat bahwa komponen lempeng yang mengarah ke barat berasal dari rotasi Bumi dan gesekan pasang bulan yang mengikutinya. Mereka berkata karena Bumi berputar ke timur di bawah bulan, gravitasi bulan meskipun sangat kecil menarik lapisan permuikaan bumi kembali ke barat. Beberapa juga mengemukakan ide kontroversial bahwa hasil ini mungkin juga menjelaskan mengapa Venus dan Mars tidak memiliki lempeng tektonik, yaitu karena ketiadaan bulan di Venus dan kecilnya ukuran bulan Mars untuk memberi efek seperti pasang di bumi.[22] Pemikiran ini sendiri sebetulnya tidaklah baru. Hal ini sendiri aslinya dikemukakan oleh bapak dari hipotesis ini sendiri, Alfred Wegener, dan kemudian ditentang fisikawan Harold Jeffreys yang menghitung bahwa besarnya gaya gesek oasang yang diperlukan akan dengan cepat membawa rotasi bumi untuk berhenti sejak waktu lama. Banyak lempeng juga bergerak ke utara dan barat, bahkan banyaknya pergerakan ke barat dasar Samudera Pasifik adalah jika dilihat dari sudut pandang pusat pemekaran (spreading) di Samudera Pasifik yang mengarah ke timur. Dikatakan juga bahwa relatif dengan mantel bawah, ada sedikit komponen yang mengarah ke barat pada pergerakan semua lempeng
[sunting]Signifikansi relatif masing-masing mekanisme


Pergerakan lempeng berdasar pada data satelit GPS NASA JPL. Vektor di sini menunjukkan arah dan magnitudo gerakan.
Vektor yang sebenarnya pada pergerakan sebuah planet harusnya menjadi fungsi semua gaya yang bekerja pada lempeng itu. Namun, masalahnya adalah seberapa besar setiap proses ambil bagian dalam pergerakan setiap lempeng Keragaman kondisi geodinamik dan sifat setiap lempeng seharusnya menghasilkan perbedaan dalam seberapa proses-proses tersebut secara aktif menggerakkan lempeng. satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melihat laju di mana setiap lempeng bergerak dan mempertimbangkan bukti yang ada untuk setiap kekuatan penggerak dari lempeng ini sejauh mungkin. Salah satu hubungan terpenting yang ditemukan adalah bahwa lempeng litosferik yang lengket pada lempeng yang tersubduksi bergerak jauh lebih cepat daripada lempeng yang tidak. Misalnya, Lempeng Pasifik dikelilingi zona subduksi (Ring of Fire) sehingga bergerak jauh lebih cepat daripada lempeng di Atlantik yang lengket pada benua yang berdekatan dan bukan lempeng tersubduksi. Maka, gaya yang berhubungkan dengan lempeng yang bergerak ke bawah (slab pull dan slab suction) adalah kekuatan penggerak yang menentukan pergerakan lempeng kecuali untuk lempeng yang tidak disubduksikan. Walau bagaimanapun juga, kekuatan penggerak pergerakan lempeng itu sendiri masih menjadi bahan perdebatan dan riset para ilmuwan
Lempeng-lempeng utama

Peta lempeng-lempeng tektonik
Lempeng-lempeng tektonik utama yaitu:
Lempeng Afrika, meliputi Afrika - Lempeng benua
Lempeng Antarktika, meliputi Antarktika - Lempeng benua
Lempeng Australia, meliputi Australia (tergabung dengan Lempeng India antara 50 sampai 55 juta tahun yang lalu)- Lempeng benua
Lempeng Eurasia, meliputi Asia dan Eropa - Lempeng benua
Lempeng Amerika Utara, meliputi Amerika Utara dan Siberia timur laut - Lempeng benua
Lempeng Amerika Selatan, meliputi Amerika Selatan - Lempeng benua
Lempeng Pasifik, meliputi Samudera Pasifik - Lempeng samudera
Lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India, Lempeng Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng Cocos, Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia.
Pergerakan lempeng telah menyebabkan pembentukan dan pemecahan benua seiring berjalannya waktu, termasuk juga pembentukan superkontinen yang mencakup hampir semua atau semua benua. Superkontinen Rodinia diperkirakan terbentuk 1 miliar tahun yang lalu dan mencakup hampir semua atau semua benua di Bumi dan terpecah menjadi delapan benua sekitar 600 juta tahun yang lalu. Delapan benua ini selanjutnya tersusun kembali menjadi superkontinen lain yang disebut Pangaea yang pada akhirnya juga terpecah menjadi Laurasia (yang menjadi Amerika Utara dan Eurasia), dan Gondwana (yang menjadi benua sisanya)

Apakah Tektonik Lempeng itu?

Ini adalah tulisan saya sekitar 11 tahun yang lalu sewaktu kuliah S1. Sebenarnya Tektonik Lempeng sudah diajarkan sebagai bahan mata pelajaran Geografi saat SMA, tapi karena dulu format pelajarannya hanya menghafal, jadinya masih merasa nggak menarik. Tapi saya kemudian sangat terkagum saat mengikuti mata kuliah Geologi Dinamis yang diajarkan oleh seorang dosen dengan gamblang dan akhirnya merangkumnya dalam tulisan berikut ini.
Tektonik Lempeng
Anggapan lama pernah ada pada abad-abad yang lampau bahwa bumi adalah sesuatu yang rigid atau kaku sementara benua-benua berada pada kedudukannya yang tetap tidak berpindah-pindah. Setelah ditemukannya benua Amerika dan dilakukan pemetaan pantai di Amerika dan Eropa ternyata terdapat kesesuaian morfologi dari pantai-pantai yang dipisahkan oleh Samudera Atlantik (Gambar 1). Hal ini menjadi titik tolak dari konsep-konsep yang menerangkan bahwa benua-benua tidak tetap akan tetapi selalu bergerak. Konsep-konsep ini dibagi menjadi tiga menurut perkembangannya (van Krevelen, 1993):

Gambar 1.
1. Konsep yang menerangkan bahwa terpisahnya benua disebabkan oleh peristiwa yang katastrofik dalam sejarah bumi. Konsep ini dikemukakan oleh Owen dan Snider pada tahun 1857.
2. Konsep apungan benua atau continental drift yang mengemukakan bahwa benua-benua bergerak secara lambat melalui dasar samudera, dikemukakan oleh Alfred Wegener (1912). Akan tetapi teori ini tidak bisa menerangkan adanya dua sabuk gunung api di bumi.
3. Konsep paling mutakhir yang dianut oleh para ilmuwan sekarang yaitu Teori Tektonik Lempeng. Teori ini lahir pada tahun 1960+. Tektonik Lempeng ini dipicu oleh adanya Pemekaran Tengah Samudera (Sea Floor Spreading) dan bermula di Pematang Tengah Samudera (Mid Oceanic Ridge : MOR) yang diajukan oleh Hess (1962).
Pada awalnya ada dua benua besar di bumi ini yaitu Laurasia dan Gondwana kemudian kedua benua ini bersatu sehingga hanya ada satu benua besar (supercontinent) yang disebut Pangaea dan satu samudera luas atau yang disebut Panthalassa (270 jt th yll) (Gambar 2). Dari supercontinent ini kemudian terpecah lagi menjadi Gondwana dan Laurasia (150 jt th yll) dan akhirnya terbagi-bagi menjadi lima benua seperti yang dikenal dan ditempati oleh manusia sekarang.

Gambar 2.
Terpecah-pecahnya benua ini menghasilkan dua sabuk gunung api yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediteranean yang keduanya melewati Indonesia. Mekanisme penyebab terpecahnya benua ini bisa diterangkan oleh Teori Tektonik Lempeng sebagai berikut :
1. Penyebab dari pergerakan benua-benua dimulai oleh adanya arus konveksi (convection current) dari mantle (lapisan di bawah kulit bumi yang berupa lelehan) (Gambar 3). Arah arus ini tidak teratur, bisa dibayangkan seperti pergerakan udara/awan atau pergerakan dari air yang direbus (Gambar 4). Terjadinya arus konveksi terutama disebabkan oleh aktivitas radioaktif yang menimbulkan panas.

Gambar 3.

Gambar 4.
2. Dalam kondisi tertentu dua arah arus yang saling bertemu bisa menghasilkan arus interferensi yang arahnya ke atas. Arus interferensi ini akan menembus kulit bumi yang berada di atasnya. Magma yang menembus ke atas karena adanya arus konveksi ini akan membentuk gugusan pegunungan yang sangat panjang dan bercabang-cabang di bawah permukaan laut yang dapat diikuti sepanjang samudera-samudera yang saling berhubungan di muka bumi. Lajur pegunungan yang berbentuk linear ini disebut dengan MOR (Mid Oceanic Ridge atau Pematang Tengah Samudera) dan merupakan tempat keluarnya material dari mantle ke dasar samudera (Gambar 5). MOR mempunyai ketinggian melebihi 3000 m dari dasar laut dan lebarnya lebih dari 2000 km, atau melebihi ukuran Pegunungan Alpen dan Himalaya yang letaknya di daerah benua. MOR Atlantik (misalnya) membentang dengan arah utara-selatan dari lautan Arktik melalui poros tengah samudera Atlantik ke sebelah barat Benua Afrika dan melingkari benua itu di selatannya menerus ke arah timur ke Samudera Hindia lalu di selatan Benua Australia dan sampai di Samudera Pasifik. Jadi keberadaan MOR mengelilingi seluruh dunia (Gambar 6).

Gambar 5.

Gambar 6.
3. Kerak (kulit) samudera yang baru, terbentuk di pematang-pematang ini karena aliran material dari mantle. Batuan dasar samudera yang baru terbentuk itu lalu menyebar ke arah kedua sisi dari MOR karena desakan dari magma mantle yang terus-menerus dan juga ‘hanyut’ oleh arus mantle. Lambat laun kerak samudera yang terbentuk di pematang itu akan bergerak terus menjauh dari daerah poros pematang dan ‘mengarungi’ samudera. Gejala ini disebut dengan Pemekaran Lantai Samudera (Sea Floor Spreading) (Gambar 7).

Gambar 7.
4. Keberadaan busur kepulauan dan juga busur gunung api serta palung Samudera yang memanjang di tepi-tepi benua merupakan fenomena yang dapat dijelaskan oleh Teori Tektonik Lempeng yaitu dengan adanya proses penunjaman (subduksi) (Gambar 8). Oleh karena peristiwa Sea Floor Spreading maka kerak samudera akan bertemu dengan kerak benua sehingga kerak samudera yang mempunyai densitas lebih besar akan menunjam ke arah bawah kerak benua. Dengan adanya zona penunjaman ini maka akan terbentuk palung pada sepanjang tepi paparan, dan juga akan terbentuk kepulauan sepanjang paparan benua oleh karena proses pengangkatan. Kerak samudera yang menunjam ke bawah ini akan kembali ke mantle dan sebagian mengalami mixing dengan kerak samudera membentuk larutan silikat pijar atau magma. (Proses mixing terjadi pada kerak benua sampai 30 km di bawah permukaan bumi). Karena sea floor spreading terus berlangsung maka jumlah magma hasil mixing yang terbentuk akan semakin besar sehingga akan menerobos batuan-batuan di atasnya sampai akhirnya muncul ke permukaan bumi membentuk deretan gunung api.

Gambar 8.
Kondisi Geologi Dinamis Indonesia
Kepulauan Indonesia terbentuk karena proses pengangkatan sebagai akibat dari penunjaman (subduksi). Lempeng (kerak) yang saling berinteraksi adalah Kerak Samudera Pasifik dan Hindia yang bergerak sekitar 2-5 cm per tahun terhadap Kerak Benua Eurasia dan Filipina (Gambar 9). Jadi Indonesia merupakan tempat pertemuan 4 lempeng besar sehingga Indonesia merupakan daerah yang memiliki aktivitas kegempaan yang tertinggi di dunia. Terdapat dua sabuk gunung api yang melewati Indonesia yaitu Sirkum Mediteranean sebagai akibat penunjaman Kerak Samudera Hindia ke dalam Kerak Benua Eurasia, dan Sirkum Pasifik sebagai akibat penunjaman Kerak Samudera Pasifik ke dalam Kerak Benua Eurasia/Filipina (Gambar 6).

Gambar 9.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa gunung api selalu bergerak (dalam skala waktu geologi) mengikuti pergerakan benua-benua karena adanya dinamisme mantle bumi (arus konveksi).

“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 27:88)
Sumber gambar:
http://pubs.usgs.gov/publications/text/topomap.html
http://pubs.usgs.gov/publications/text/Vigil.html
http://library.thinkquest.org/17457/platetectonics/4.php

Teori Tektonik Lempeng

Bumi itu dinamis, tidak statis, didalam perut bumi inti bumi cair “liquid outer core” yang sangat panas terus berputar mengelilingi inti bumi padat “solid inner core” yang dipercaya merupakan metal. Pengaruhnya terhadap magnet bumi membuat bumi mempunyai 2 kutub magnet bumi.

Lalu Bagaimana pengaruhnya terhadap lapisan lithosphere dimana diatasnya terdapat crust berupa oceanic crust (lempeng benua) dan continent crust (lempeng benua). Ada banyak lempeng benua dan lempeng samudera yang bergerak dengan arah dan kecepatan tertentu. Bagaimana mereka bisa bergerak?

Dibawah lithosphere adalah asthenosphere dimana terdapat dapur magma yang sangat panas dan dinamis berputar dengan siklusnya sendiri. Ini mendorong lithosphere dimana terdapat plate diatasnya untuk bergerak dan “SELALU BERGERAK”. Gerakan awalnya sendiri (kita anggap awal karena merupakan sumber dorongan) dari tempat naiknya magma yang mendorong lapisan diatasnya untuk bergerak (magma yang keluar nanti setelah dingin dan membeku ikut membetuk lapisan itu sendiri). Daerah itu disebut Divergent margin (atau biasa dikenal dengan spreading center) bisa juga disebut daerah bukaan. Karena lempeng-lempeng bergerak, maka ada yang saling bertumbukan atau bertabrakan yang disebut Convergent Margin. Convergent margin sendiri ada dua jenis, yaitu subduction (dimana terjadi penunjaman) dan collision (terjadi pengangkatan seperti Himalaya).
Apa benar ada daerah spreading center atau Divergen Margin? Bagaimana dengan Convergent Margin, ada dimana saja?. Dibawah ini kita lihat gambaran plate tektonik seluruh dunia dan daerah-daerah divergen maupun convergent margin.plate

Daerah Divergen biasanya berada di dasar samudera dan membelah dasar samudera karena memang sumber magmanya sendiri yang mendorong lapisan batuan didasar samudera bergerak berasal dari lapisan asthenosphere dibawahnya. Namun ada beberapa tempat kondisi ini mendorong daratan diatasnya untuk saling menjauh (seperti di Afrika Timur dan Iceland).

Jadi pada dasarnya ada plate saling menjauh, dan ada plate yang saling menekan, dan “TERUS SALING MENEKAN”. Untuk pembentukan morfologi bumi, volcanic arc, fore-arc, back-arc basin dan semua fenomena geologi diatasnya, tidak akan saya uraikan dulu dalam tulisan ini.

Lalu bagaimana dengan kondisi tektonik di Indonesia? Kondisi tektonik di asia tenggara sangat-sangat komplek, dan saya tidak akan menguraikannya pada tulisan ini. Untuk Indonesia sendiri, secara umum, dasar samudera pada bagian luar dari pantai terluar di Indonesia merupakan daerah convergen dimana merupakan tempat tumbukan antara dua lempeng (atau lebih untuk daerah Indonesia Timur), disebut juga subduction zone. Dan di sepanjang jalur subduction zone tersebut itulah jalur gempa terjadi (Kecuali untuk gempa- gempa di darat).
Bumi itu dinamis, tidak statis, didalam perut bumi inti bumi cair “liquid outer core” yang sangat panas terus berputar mengelilingi inti bumi padat “solid inner core” yang dipercaya merupakan metal. Pengaruhnya terhadap magnet bumi membuat bumi mempunyai 2 kutub magnet bumi.

Lalu Bagaimana pengaruhnya terhadap lapisan lithosphere dimana diatasnya terdapat crust berupa oceanic crust (lempeng benua) dan continent crust (lempeng benua). Ada banyak lempeng benua dan lempeng samudera yang bergerak dengan arah dan kecepatan tertentu. Bagaimana mereka bisa bergerak?

Dibawah lithosphere adalah asthenosphere dimana terdapat dapur magma yang sangat panas dan dinamis berputar dengan siklusnya sendiri. Ini mendorong lithosphere dimana terdapat plate diatasnya untuk bergerak dan “SELALU BERGERAK”. Gerakan awalnya sendiri (kita anggap awal karena merupakan sumber dorongan) dari tempat naiknya magma yang mendorong lapisan diatasnya untuk bergerak (magma yang keluar nanti setelah dingin dan membeku ikut membetuk lapisan itu sendiri). Daerah itu disebut Divergent margin (atau biasa dikenal dengan spreading center) bisa juga disebut daerah bukaan. Karena lempeng-lempeng bergerak, maka ada yang saling bertumbukan atau bertabrakan yang disebut Convergent Margin. Convergent margin sendiri ada dua jenis, yaitu subduction (dimana terjadi penunjaman) dan collision (terjadi pengangkatan seperti Himalaya).
Apa benar ada daerah spreading center atau Divergen Margin? Bagaimana dengan Convergent Margin, ada dimana saja?. Dibawah ini kita lihat gambaran plate tektonik seluruh dunia dan daerah-daerah divergen maupun convergent margin.plate

Daerah Divergen biasanya berada di dasar samudera dan membelah dasar samudera karena memang sumber magmanya sendiri yang mendorong lapisan batuan didasar samudera bergerak berasal dari lapisan asthenosphere dibawahnya. Namun ada beberapa tempat kondisi ini mendorong daratan diatasnya untuk saling menjauh (seperti di Afrika Timur dan Iceland).

Jadi pada dasarnya ada plate saling menjauh, dan ada plate yang saling menekan, dan “TERUS SALING MENEKAN”. Untuk pembentukan morfologi bumi, volcanic arc, fore-arc, back-arc basin dan semua fenomena geologi diatasnya, tidak akan saya uraikan dulu dalam tulisan ini.

Lalu bagaimana dengan kondisi tektonik di Indonesia? Kondisi tektonik di asia tenggara sangat-sangat komplek, dan saya tidak akan menguraikannya pada tulisan ini. Untuk Indonesia sendiri, secara umum, dasar samudera pada bagian luar dari pantai terluar di Indonesia merupakan daerah convergen dimana merupakan tempat tumbukan antara dua lempeng (atau lebih untuk daerah Indonesia Timur), disebut juga subduction zone. Dan di sepanjang jalur subduction zone tersebut itulah jalur gempa terjadi (Kecuali untuk gempa- gempa di darat).
Bumi itu dinamis, tidak statis, didalam perut bumi inti bumi cair “liquid outer core” yang sangat panas terus berputar mengelilingi inti bumi padat “solid inner core” yang dipercaya merupakan metal. Pengaruhnya terhadap magnet bumi membuat bumi mempunyai 2 kutub magnet bumi.

Lalu Bagaimana pengaruhnya terhadap lapisan lithosphere dimana diatasnya terdapat crust berupa oceanic crust (lempeng benua) dan continent crust (lempeng benua). Ada banyak lempeng benua dan lempeng samudera yang bergerak dengan arah dan kecepatan tertentu. Bagaimana mereka bisa bergerak?

Dibawah lithosphere adalah asthenosphere dimana terdapat dapur magma yang sangat panas dan dinamis berputar dengan siklusnya sendiri. Ini mendorong lithosphere dimana terdapat plate diatasnya untuk bergerak dan “SELALU BERGERAK”. Gerakan awalnya sendiri (kita anggap awal karena merupakan sumber dorongan) dari tempat naiknya magma yang mendorong lapisan diatasnya untuk bergerak (magma yang keluar nanti setelah dingin dan membeku ikut membetuk lapisan itu sendiri). Daerah itu disebut Divergent margin (atau biasa dikenal dengan spreading center) bisa juga disebut daerah bukaan. Karena lempeng-lempeng bergerak, maka ada yang saling bertumbukan atau bertabrakan yang disebut Convergent Margin. Convergent margin sendiri ada dua jenis, yaitu subduction (dimana terjadi penunjaman) dan collision (terjadi pengangkatan seperti Himalaya).
Apa benar ada daerah spreading center atau Divergen Margin? Bagaimana dengan Convergent Margin, ada dimana saja?. Dibawah ini kita lihat gambaran plate tektonik seluruh dunia dan daerah-daerah divergen maupun convergent margin.plate

Daerah Divergen biasanya berada di dasar samudera dan membelah dasar samudera karena memang sumber magmanya sendiri yang mendorong lapisan batuan didasar samudera bergerak berasal dari lapisan asthenosphere dibawahnya. Namun ada beberapa tempat kondisi ini mendorong daratan diatasnya untuk saling menjauh (seperti di Afrika Timur dan Iceland).

Jadi pada dasarnya ada plate saling menjauh, dan ada plate yang saling menekan, dan “TERUS SALING MENEKAN”. Untuk pembentukan morfologi bumi, volcanic arc, fore-arc, back-arc basin dan semua fenomena geologi diatasnya, tidak akan saya uraikan dulu dalam tulisan ini.

Lalu bagaimana dengan kondisi tektonik di Indonesia? Kondisi tektonik di asia tenggara sangat-sangat komplek, dan saya tidak akan menguraikannya pada tulisan ini. Untuk Indonesia sendiri, secara umum, dasar samudera pada bagian luar dari pantai terluar di Indonesia merupakan daerah convergen dimana merupakan tempat tumbukan antara dua lempeng (atau lebih untuk daerah Indonesia Timur), disebut juga subduction zone. Dan di sepanjang jalur subduction zone tersebut itulah jalur gempa terjadi (Kecuali untuk gempa- gempa di darat).
Bumi itu dinamis, tidak statis, didalam perut bumi inti bumi cair “liquid outer core” yang sangat panas terus berputar mengelilingi inti bumi padat “solid inner core” yang dipercaya merupakan metal. Pengaruhnya terhadap magnet bumi membuat bumi mempunyai 2 kutub magnet bumi.

Lalu Bagaimana pengaruhnya terhadap lapisan lithosphere dimana diatasnya terdapat crust berupa oceanic crust (lempeng benua) dan continent crust (lempeng benua). Ada banyak lempeng benua dan lempeng samudera yang bergerak dengan arah dan kecepatan tertentu. Bagaimana mereka bisa bergerak?

Dibawah lithosphere adalah asthenosphere dimana terdapat dapur magma yang sangat panas dan dinamis berputar dengan siklusnya sendiri. Ini mendorong lithosphere dimana terdapat plate diatasnya untuk bergerak dan “SELALU BERGERAK”. Gerakan awalnya sendiri (kita anggap awal karena merupakan sumber dorongan) dari tempat naiknya magma yang mendorong lapisan diatasnya untuk bergerak (magma yang keluar nanti setelah dingin dan membeku ikut membetuk lapisan itu sendiri). Daerah itu disebut Divergent margin (atau biasa dikenal dengan spreading center) bisa juga disebut daerah bukaan. Karena lempeng-lempeng bergerak, maka ada yang saling bertumbukan atau bertabrakan yang disebut Convergent Margin. Convergent margin sendiri ada dua jenis, yaitu subduction (dimana terjadi penunjaman) dan collision (terjadi pengangkatan seperti Himalaya).
Apa benar ada daerah spreading center atau Divergen Margin? Bagaimana dengan Convergent Margin, ada dimana saja?. Dibawah ini kita lihat gambaran plate tektonik seluruh dunia dan daerah-daerah divergen maupun convergent margin.plate

Daerah Divergen biasanya berada di dasar samudera dan membelah dasar samudera karena memang sumber magmanya sendiri yang mendorong lapisan batuan didasar samudera bergerak berasal dari lapisan asthenosphere dibawahnya. Namun ada beberapa tempat kondisi ini mendorong daratan diatasnya untuk saling menjauh (seperti di Afrika Timur dan Iceland).

Jadi pada dasarnya ada plate saling menjauh, dan ada plate yang saling menekan, dan “TERUS SALING MENEKAN”. Untuk pembentukan morfologi bumi, volcanic arc, fore-arc, back-arc basin dan semua fenomena geologi diatasnya, tidak akan saya uraikan dulu dalam tulisan ini.

Lalu bagaimana dengan kondisi tektonik di Indonesia? Kondisi tektonik di asia tenggara sangat-sangat komplek, dan saya tidak akan menguraikannya pada tulisan ini. Untuk Indonesia sendiri, secara umum, dasar samudera pada bagian luar dari pantai terluar di Indonesia merupakan daerah convergen dimana merupakan tempat tumbukan antara dua lempeng (atau lebih untuk daerah Indonesia Timur), disebut juga subduction zone. Dan di sepanjang jalur subduction zone tersebut itulah jalur gempa terjadi (Kecuali untuk gempa- gempa di darat).