Senin, 02 April 2012

Teknik Untuk Berhenti Berpikir Negatif

Untuk sebagian besar dari kita, berpikir negatif mungkin sudah menjadi bagian dari diri. Ketika hal-hal tidak sesuai rencana, kita dengan mudah merasa depresi dan tidak bisa melihat sisi baik dari kejadian tersebut. Berpikiran negatif tidak membawa kemana-mana, kecuali membuat perasaan tambah buruk, yang lalu akan berakibat performa kita mengecewakan. Hal ini bisa menjadi lingkaran yang tidak berujung.

Jessica Padykula menyarankan sembilan teknik untuk mencegah dan mengatasi pikiran negatif yang adalah sebagai berikut:

1. Hidup di saat ini.
Memikirkan masa lalu atau masa depan adalah hal yang sering membuat kita cemas. Jarang sekali kita panik karena kejadian masa sekarang. Jika Anda menemukan pikiran anda terkukung dalam apa yang telah terjadi atau apa yang belum terjadi, ingatlah bahwa hanya masa kini yang dapat kita kontrol.

2. Katakan hal positif pada diri sendiri
Katakan pada diri Anda bahwa Anda kuat, Anda mampu. Ucapkan hal tersebut terusmenerus, kapanpun. Terutama, mulailah hari dengan mengatakan hal positif tentang diri sendiri dan hari itu, tidak peduli jika hari itu Anda harus mengambil keputusan sulit ataupun Anda tidak mempercayai apa yang telah Anda katakan pada diri sendiri.

3. Percaya pada kekuatan pikiran positif
Jika Anda berpikir positif, hal-hal positif akan datang dan kesulitan-kesulitan akan terasa lebih ringan. Sebaliknya, jika Anda berpikiran negatif, hal-hal negatif akan menimpa Anda. Hal ini adalah hukum universal, seperti layaknya hukum gravitasi atau pertukaran energi. Tidak akan mudah untuk mengubah pola pikir Anda, namun usahanya sebanding dengan hasil yang bisa Anda petik.

4. Jangan berdiam diri
Telusuri apa yang membuat Anda berpikiran negatif, perbaiki, dan kembali maju. Jika hal tersebut tidak bisa diperbaiki lagi, berhenti mengeluh dan menyesal karena hal itu hanya akan menghabiskan waktu dan energi Anda, juga membuat Anda merasa tambah buruk. Terimalah apa yang telah terjadi, petik hikmah/pelajaran dari hal tersebut, dan kembali maju.

5. Fokus pada hal-hal positif
Ketika kita sedang sedang berpikiran negatif, seringkali kita lupa akan apa yang kita miliki dan lebih berfokus pada apa yang tidak kita miliki. Buatlah sebuah jurnal rasa syukur. Tidak masalah waktunya, tiap hari tulislah lima enam hal positif yang terjadi pada hari tersebut. Hal positif itu bisa berupa hal-hal besar ataupun sekadar hal-hal kecil seperti ‘hari ini cerah’ atau ‘makan sore hari ini menakjubkan’. Selama Anda tetap konsisten melakukan kegiatan ini, hal ini mampu mengubah pemikiran negatif Anda menjadi suatu pemikiran positif. Dan ketika Anda mulai merasa berpikiran negatif, baca kembali jurnal tersebut.

6. Bergeraklah
Berolahraga melepaskan endorphin yang mampu membuat perasaaan Anda menjadi lebih baik. Apakah itu sekadar berjalan mengelelingi blok ataupun berlari sepuluh kilometer, aktifitas fisik akan membuat diri kita merasa lebih baik. Ketika Anda merasa down, aktifitas olahraga lima belas menit dapat membuat Anda merasa lebih baik.

7. Hadapi rasa takutmu
Perasaan negatif muncul dari rasa takut, makin takut Anda akan hidup, makin banyak pikiran negatif dalam diri Anda. Jika Anda takut akan sesuatu, lakukan sesuatu itu. Rasa takut adalah bagian dari hidup namun kita memiliki pilihan untuk tidak membiarkan rasa takut menghentikan kita.

8. Coba hal-hal baru
Mencoba hal-hal baru juga dapat meningkatkan rasa percaya diri. Dengan mengatakan ya pada kehidupan Anda membuka lebih banyak kesempatan untuk bertumbuh. Jauhi pikiran ‘ya, tapi…’. Pengalaman baru, kecil atau besar, membuat hidup terasa lebih menyenangkan dan berguna.

9. Ubah cara pandang
Ketika sesuatu tidak berjalan dengan baik, cari cara untuk melihat hal tersebut dari sudut pandang yang lebih positif. Dalam setiap tantangan terdapat keuntungan, dalam setiap keuntungan terdapat tantangan.
SUMBER : SALMAN ITB

Islam itu Sunda, Sunda itu Islam

“Islam teh Sunda, Sunda teh Islam” seperti itulah kira-kira pendapat yang dilontarkan oleh almarhum H. Edang Saifudin Anshari, MA.

Ya, Agama Islam di tatar Sunda telah mendarah daging dalam sendi-sendi kehidupan orang Sunda. Islam menjadi gincu bagi kebudayaan yang tumbuh di tengah masyarakat Sunda. Rasa-rasanya ada yang hilang dari jati diri orang sunda bila tidak menganut Islam.

“Dulu waktu masih tinggal di desa ada tetangga saya yang tiap Minggu pergi ke Gereja, lihatnya itu agak gimana gitu,”cerita Wawan Setiawan. Laki-laki yang lebih dikenal dengan panggilan Hawe Setiawan ini adalah seorang penulis, kritikus, dan pemerhati budaya.

Proses asimilasi dan akulturasi Islam dengan budaya Sunda telah berlangsung sejak lama, tepatnya pada abad ke-15 dan 16. Pada waktu itu Islam pertama kali diperkenalkan di tatar Sunda ini oleh Syarif Hidayatullah (1470 M). Naskah kuno yang dalam bahasa Sunda tentang Islam adalah naskah Siksakandang Karsian yang ditulis pada abad ke-16.

Islam masuk ke tatar Sunda tanpa hambatan yang berarti. “Ada dasar teologis, keyakinan primordial dalam masyarakat Sunda. Misalnya kepercayaan pada Sang Hyang Tunggal, itu selaras dengan monoteisme dalam Islam,” Hawe menjelaskan.

Selain itu karakter Islam yang tidak jauh berbeda dengan karakter budaya Sunda yang ada pada waktu itu membuatnya tidak sulit untuk diterima oleh masyarakat Sunda. Kesederhanaan yang melekat dalam agama Islam juga tertanam kuat dalam budaya Sunda.

Ajaran tentang akidah, ibadah terutama akhlak dari agama Islam sangat sesuai dengan jiwa urang Sunda yang dinamis. Kebudayaan asal yang menjadi “bungkus” agama Islam adalah kebudayaan timur yang tidak asing bagi urang Sunda. Oleh karena itu, ketika urang Sunda membentuk jati dirinya berbarengan dengan proses Islamisasi, maka agama Islam merupakan bagian dari kebudayaan Sunda yang terwujud secara tidak sadar menjadi identitas kesundaan mereka.

Orang Sunda lebih menyukai substansi agama yang diwujudkan dalam kehidupan. Dalam menyikapi berbagai aliran keagamaan yang berkembang di lingkungannya, orang Sunda lebih fleksibel selama aliran itu tidak menyimpang terlalu jauh dari tradisi kesundaan. Disadari atau tidak budaya Sunda bisa menjadi semacam penangkal fanatisme berlebih. Ini bisa dipahami dari watak orang Sunda yang menganut nilai-nilai cageur, bageur, bener, singer, dan pinter.

Kelima watak orang Sunda itu bisa kita dipahami seperti ini. Cageur, yakni harus sehat jasmani dan rohani, sehat berpikir, sehat berpendapat, sehat lahir dan batin, sehat moral, sehat berbuat dan bertindak, sehat berprasangka atau menjauhkan sifat suudzon-isme. Bageur, yaitu baik hati, sayang kepada sesama, banyak memberi pendapat dan kaidah moril terpuji ataupun materi, tidak pelit, tidak emosional, baik hati, penolong dan ikhlas menjalankan serta mengamalkan, bukan hanya dibaca atau diucapkan saja.

Bener, yaitu tidak bohong, tidak asal-asalan dalam mengerjakan tugas pekerjaan, amanah, lurus menjalankan agama, benar dalam memimpin, berdagang, tidak memalsu atau mengurangi timbangan, dan tidak merusak alam. Singer, yaitu penuh mawas diri bukan was-was, mengerti pada setiap tugas, mendahulukan orang lain sebelum pribadi, pandai menghargai pendapat yang lain, penuh kasih sayang, tidak cepat marah jika dikritik tetapi diresapi makna esensinya.

Pinter, yaitu pandai ilmu dunia dan akhirat, mengerti ilmu agama sampai ke dasarnya, luas jangkauan ilmu dunia dan akhirat walau berbeda keyakinan, pandai menyesuaikan diri dengan sesama, pandai mengemukakan dan membereskan masalah pelik dengan bijaksana, dan tidak merasa pintar sendiri sambil menyudutkan orang lain.

Dari hasil sensus penduduk tahun 2000, agama Islam di Jawa Barat sedikitnya dipeluk oleh 37.606.317 orang. Angka ini merupakan 98% dari jumlah penduduk Jawa Barat. Tercatat pula terdapat kurang lebih 172.523 buah masjid, 4.772 buah pesantren, 150.927 orang kiai, 35.495 orang ulama, dan 36.201 orang mubalig yang tersebar merata di seluruh pelosok Jawa Barat. Dengan keadaan tersebut, dapat dikatakan bahwa rakyat Jawa Barat (Sunda) hampir seluruhnya beragama Islam. Dengan kata lain, agama orang Jawa Barat (Sunda) adalah agama Islam.

Untuk menjaga keselarasan budaya Sunda dengan agama Islam, perlu dilakukan usaha-usaha yang terus menerus dikembangkan. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat jaringan aktivitas keislaman. Selain itu, bentuk-bentuk kegiatan Islam yang menyatu dengan budaya harus dikembangkan. Alangkah lebih baik jika basis keagamaan yang ada di pesantren-pesantren tradisional diperkuat.

Apabila variabel kebudayaan diperhitungkan oleh komunitas-komunitas Islam, bukan tidak mungkin Islam akan terus berkembang. Bahkan dapat menjadi menjadi primadona.
SUMBER: SALMAN ITB