Minggu, 04 April 2010

METEOROLOGI

Fenomena cuaca di Indonesia

1.1. Latar Belakang

Fenomena cuaca seperti hujan es, angin kencang yang dikategorikan angin putting beliung/leysus/angin puyuh serta issu badai menerjang kawasan Indonesia, fenomena cuaca tersebut sebenarnya bukan fenomena cuaca yang baru terjadi atau fenomena cuaca yang aneh, karena fenomena ini biasa terjadi di Indonesia. Fenomena cuaca tersebut pernah terjadi di daerah Pacitan, Ngawi, Taman Mini, Cileduk, Krawang, Tegal, Madiun, dan beberapa tempat di Sumatera, dan daerah lainnya, bahkan beberapa tahun lalu di Jakarta Pusat pernah dihebohkan dengan adanya angin kencang dapat menghempaskan pesawat helikoper, jadi fenomena ini sudah pernah terjadi, hanya kejadiannya mempunyai frekuensi yang jarang.


Sementara hujan lebat atau deras yang biasa terjadi setiap tahun sebenarnya fenomena cuaca yang umum terjadi, bahkan dari tahun ketahun hujan lebat selalu ada, apakah disaat musim penghujan, musim peralihan sekalipun dimusim kemarau, ringkasnya hujan lebat tidak mempunyai siklus teratur, kesemuanya itu tergantung sirkulasi udara yang sedang terjadi.
2.1. Angin Putting Beliung dan Hujan Es

Angin Putting beliung adalah angin kencang, tapi angin kencang belum tentu dikatakan angin putting beliung, tergantung kecepatan angin yang menyertainya, angin putting beliung kejadiannya singkat antara 3- 5 menit setelah itu diikuti angin kencang yang berangsur-angsur keceptannya melemah, sedangkan angin kencang dapat berlangsung lebih dari 30 menit bahkan bisa lebih dari satu hari dengan kecepatan rata-rata 20 – 30 knot, sementara puting beliung biasa kecepatannya dapat mencapai 40 – 50 km/jam atau lebih dengan durasi yang sangat singkat dan tidak sama dengan fenomena Badai yang sering melanda di negara Amerika, Australia, filipina, Jepang, Kore maupun China (Achmad Zakir, 2007).

Fenomena ini biasanya terjadi pada saat musim peralihan atau pada saat cuaca/hujan di musim hujan yang hujannya masih banyak terjadi pada siang atau malam hari, karena memang fenomenanya selalu terjadi setelah lepas pukul 13.00 – 17.00 namun demikian tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada malam hari (Achmad Zakir, 2007).

Hujan merupakan bentuk endapan (presipitasi) yang jatuh kebumi. Selain hujan juga terdapat bentuk endapan lain seperti; salju, gerimis, serta hujan batu es. Presipitasi sendiri didefinisikan sebagai bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh kepermukaan bumi

Hujan Es+ Angin putting beliung berasal dari jenis awan bersel tunggal berlapis-lapis (CB) dekat dengan permukaan bumi, dapat juga berasal dari multi sel awan , dan pertumbuhannya secara vertical dengan luasan area horizontalnya sekitar 3 – 5 km dan kejadiannya singkat berkisar antara 3 - 5 menit atau bisa juga 10 menit tapi jarang, jadi wajar kalau peristiwa ini hanya bersifat local dan tidak merata, jenis awan berlapis lapis ini menjulang kearah vertical sampai dengan ketinggian 30.000 feet lebih, Jenis awan berlapis-lapis ini biasa berbentuk bunga kol dan disebut Awan Cumulo Nimbus (CB) (http://www.wikipedia.org)

2.2. Badai

Badai Tropis (typhoon atau Tropical Cyclone) adalah pusaran angin kencang dengan diameter s/d 200 km/jam dan berkecepatan > 200 km/jam serta mempunyai lintasan sejauh 1000 km. Badai Tropis tumbuh pada lautan bebas dengan suhu laut sekitar 27 derajat celcius, dan akan melemah ketika didaratan, badai tropis begerak menuju lintang tinggi (menjauhi ekuator), karena itu topan atau badai tropis France,Daryl, Jim dlsb, tidak mungkin sampai ke Indonesia, karena Indonesia berada pada lintang 11 LU – 6 LS (http://www.wikipedia.org).

2.3. Perbedaan Badai Tropis dengan Angin Putting Beliung


3.1. Terjadinya Hujan Es atau Angin Putting Beliung

Karena sifatnya yang lokal, luasannya kurang dari 10 km maupun durasinya yang sangat singat maka jika kita menggunakan model cuaca dengan grib 0,75 derajat (82,5 km), maka mempunyai perbandingan 1 : 8, kecuali kita mempunyai skala meso dengan domain yang sangat kecil kurang lebih 10 km, namun demikian fenomena tersebut sangat perlu diketahui oleh kita yang ada di luar rumah, seperti :

-->lebih sering terjadi pada peralihan musim kemarau ke musim hujan

-->lebih sering terjadi pada siang atau sore hari, tapi terkadang pada malam hari

-->satu hari sebelumnya udara pada malam hingga pagi hari udaranya panas/pengap

-->sekitar pukul 10.00 pagi terlihat tumbuh awan cumulus (awan berlapis-lapis), diantara awan tersebut ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol

-->tahap berikutnya adalah awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi hitam gelap

-->perhatikan pepohonan di sekitar tempat kita berdiri, apakah ada dahan atau ranting yang sudah bergoyang cepat, jika ada maka hujan dan angin kencang sudah akan datang

-->terasa ada sentuhan udara dingin di sekitar tempat kita berdiri

-->biasanya hujan pertama kali turun adalah hujan tiba-tiba dengan deras, apabila hujannya gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari lingkungan kita berdiri

-->Terdengar sambaran petir yang cukup keras, apabila indikator tersebut dirasakan oleh kita maka ada kemungkinan hujan lebat dan petir serta angin kencang akan terjadi

-->Jika 1 atau 3 hari berturut –turut tidak ada hujan pada musim penghujan, maka ada kemungkinan hujan deras yang pertama kali turun diikuti angin kencang baik yang masuk dalam kategori puting beliung maupun tidak.

3.2. Dampak kerusakan dan Antisipasi dari Angin Putting Beliung

Adapun dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh putting beliung antara lain :

-->Biasanya hanya menghantam rumah semi permanent atau rumah yang beratap seng/asbes maupun pelepah daun nipah serta rumah bedeng

-->Atap rumah berterbangan

-->Pohon yang rapuh

Antisipasi yang dapat dilakukan antara lain :

->Jika terdapat pohon yang rimbun dan tinggi serta rapuh agar segera ditebang untuk mengurangi beban berat pada pohon tersebut

->Perhatikan atap rumah yang sudah rapu, karena pada rumah yang rapuh sangat mudah sekali terhempas, sedangkan pada rumah yang permanent kecil kemungkinan terhempas.

->Cepat berlindung atau menjauh dari lokasi kejadian, karena peristiwa fenomena tersebut sangat cepat

3.3. Fenomena Badai di Indonesia

Di Indonesia sendiri tidak mungkin menjadi daerah lintasan Badai seperti Amerika, Cina, Jepang dan Filipina, melainkan hanya pengaruh atau efek tidak langsung, apabila ada badai tropis yang tumbuh dekat dengan perairan Indonesia, seperti :

-->Pada saat musim kemarau, Badai Tropis tumbuh disekitar utara perairan Papua Nugini dan bergerak kearah Filipina dan Korea/Jepang, biasanya daerah yang terpengaruh adalah sekitar Sulawesi Utara, dan Papua Nugini

-->Pada saat musim Hujan, badai tropis tumbuh disekitar peariaran Laut Timor atau Teluk Carpentaria dan bergerak kerah Barat atau Barat Daya, daerah yang dipengaruhinya adalah NTT, NTB, Jawa, Bali dan Sumatera Selatan.

Kecepatan angin dari 10 – 34 knot tidak termasuk disebut Badai tapi merupakan bibit badai, atau angin kencang, lebih dari 34 knot barulah disebut Badai dengan pemberian nama oleh negara yang diberi tanggung jawa oleh Badan Meteorologi Dunia, untuk wilayah Indonesia yang berwenang memberi nama adalah Australia, sementara Indonesia baru kan diberi tanggungjawa pada awal tahun 2007 khus Badai yang tumbuh pada lintan 0 – 10 derajat Lintang Selatan, 90 – 120 Bujur Timur.

Badai Tropis yang tumbuh dekat dengan perairan Indonesia tidak mutlak selalu menimbulkan hujan, lebat, dan angin tergantung dari intensitas badai itu sendiri dan faktor sirkulasi udara di wilayah Indonesia. Terkadang ketika ada inidkasi tumbuh badai berberapa wilayah cuacanya akan cenderung memburuk, tapi ketika Badai itu matang atau sdudah diberi nama, justru tidak berpengaruh apa-apa terhadap pola cuaca, tapi ketika badai tersebut menjauhi atau melemah justru cuaca di Indoensia bagian selatan cenderung memburuk, namun itu semua tergantung dari sirkulasi udara yang terjadi, karena adakalanya ketika badai terjadi cuaca di Indoensai bagian selatan justru cenderung memburuk, Jadi sekali lagi bahwa Badai itu tidak selama membentuk cuaca buruk di Indonesia, itu semuanya yang tahu adalah prakirawan yang berpengalaman dan qualified, memahami seluk beluk sirkulasi udara, tidak hanya sekedar melihat gejala badai lantas menyimpulkan badai ancam Indonesia, apalagi Badai itu dijadikan untuk meresahkan masyarakat.


Sumber:

http://www.wikipedia.org.

Zakir, Achmad. 2007. HUJAN LEBAT, ANGIN KENCANG, BADAI. Karya Tulis. Bogor.

Diposkan oleh aldo fansuri di Sabtu, Desember 12, 2009

Label: Meteorologi

Tentang Aurora ..
0

1.1. Latar Belakang

Fenomena unik yang seringkali terjadi pada langit malam yang gelap tiba-tiba menjadi terang benderang di belahan bumi utara terutama Alaska dianggap sebagian orang sebagai peristiwa yang mengandung unsur-unsur kepercayaan kuno. Fenomena ini biasa dikenal dengan ‘Aurora’. Aurora biasanya muncul dengan warna hijau, merah, biru atau lembayung. Orang-orang kuno menghubung-hubungkan munculnya fenomena alam itu dengan penyakit dan peperangan. Aurora berwarna merah terang pernah dianggap sebagai “kolam darah” para pejuang yang gugur dalam peperangan. di North Country, Inggris, aurora dikenal sebagai “lembing terbakar”. Sebelum revolusi perancis meletus, sebuah aurora muncul. Penduduk Skotlandia dan Inggris mengaku mendengar suara pertempuran dan melihat peperangan di angkasa. Pada tanggal 24 Februari 1716, berbarengan dengan kematian James Ratcliffe, Earl Derwentwater terakhir, muncul aurora berwarna merah terang dan bergerak cepat di langit. Sejak saat itu aurora itu dikenal sebagai “Cahaya Lord Derwenwater” (www.tripod.lycos.com).


Orang Eskimo atau suku Inuit percaya fenomena alam yang terkenal dengan sebutan Aurora Borealis atau Cahaya Utara itu muncul karena para arwah sedang bermain bola--memakai tengkorak singa laut--di angkasa. Mereka juga percaya orang yang terlalu sering menonton "pertandingan" itu akan menjadi gila (www.tempointeraktif.com). Terlepas dari kepercayaan kuno tersebut, sebenarnya fenomena aurora dapat dijelaskan menurut hukum fisika. Fenomena ini merupakan peristiwa yang umum terjadi di bumi dan planet-planet lainnya khususnya di daerah kutub yang merupakan daerah dengan medan magnet yang kuat.

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Aurora

Aurora adalah fenomena pancaran cahaya yang menyala-nyala pada lapisan ionosfer dari sebuah planet sebagai akibat adanya interaksi antara medan magnetik yang dimiliki planet tersebut dengan partikel bermuatan yang dipancarkan oleh matahari (angin matahari) (en.wikipedia.com).

2.2. Penyebab Terjadinya Aurora

Aurora adalah cahaya yang tercipta di udara yang disebabkan oleh atom-atom dan molekul yang bertumbukan dengan partikel-partikel bermuatan, terutama elektron dan proton yang berasal dari matahari. Partikel-partikel tersebut terlempar dari matahari dengan kecepatan lebih dari 500 mil per detik dan terhisap medan magnet bumi di sekitar kutub Utara dan Selatan. Warna-warna yang dihasilkan disebabkan benturan partikel dan molekul atau atom yang berbeda. Misalnya, aurora hijau terbentuk oleh benturan partikel elektron dengan molekul nitrogen. Aurora merah terjadi akibat benturan antara partikel elektron dan atom oksigen (www.tripod.lycos.com). Bagian penting dari mekanisme aurora adalah “angin matahari”, yaitu sebuah aliran partikel yang keluar dari matahari. Angin matahari menggerakkan sejumlah besar listrik di atmosfer (Sabuk Van Allen). Energi ini akan mempercepat partikel ke atmosfer bagian atas yang kemudian akan bertabrakkan dengan berbagai gas. Hasilnya adalah warna-warna di angkasa yang bergerak-gerak. Tekanan listrik mengeluarkan molekul gas menjadi keadaan energi yang lebih tinggi, yang mengakibatkan lepasnya foton. Warna tergantung pada frekuensi tumbukkan antara partikel-partikel dan gas-gas. Mekanisme ini hampir sama dengan nyala lampu berpendar atau lampu neon (www.tripod.lycos.com).

III. PEMBAHASAN

3.1. Fenomena Aurora yang Terjadi di Kutub Utara

Aurora terjadi di daerah di sekitar kutub Utara dan kutub Selatan. Daerah kutub memiliki medan magnetik yang cukup kuat sehingga dapat memunculkan aurora. Aurora yang terjadi di daerah sebelah Utara dikenal dengan nama Aurora Borealis (IPA /ɔˈɹɔɹə bɔɹiˈælɪs/), yang dinamai bersempena Dewi Fajar Rom, Aurora, dan nama Yunani untuk angin utara, Boreas. Ini karena di Eropa ia kerap dilihat kemerah-merahan di ufuk utara seolah-olah matahari akan terbit dari arah tersebut. Aurora borealis selalu terjadi di antara September dan Oktober dan Maret dan April. Fenomena aurora di sebelah Selatan yang dikenal dengan Aurora Australis mempunyai sifat-sifat yang serupa (en.wikipedia.com).

3.2. Fenomena Aurora yang Terjadi di Kutub Planet Mars dan Saturnus

Kemunculan aurora-aurora di Mars sepanjang tahun berhasil direkam wahana Mars Express milik badan antariksa Eropa yang kini mengorbit planet tersebut. Tim peneliti dari Perancis berhasil mengamati sembilan aurora di atmosfer Mars dan menyusunnya dalam satu peta.

Cahaya-cahaya tersebut tampak dengan warna antara hijau hingga ungu. Seperti halnya aurora yang terbentuk di atsmofer Bumi, cahaya tersebut pada dasarnya ultraviolet yang terbentuk saat partikel-partikel bermuatan listrik dari Matahari bereaksi karena pengaruh medan magnet planet tersebut.

Seperti di planet-planet lainnya, misalnya Bumi atau Jupiter, cahaya aurora pun terlihat di Planet Saturnus. Wahana ruang angkasa Cassini berhasil merekam fenomena yang langka tersebut saat melintas dekat planet raksasa tersebut.

Aurora terbentuk saat partikel-partikel bermuatan listrik yang dipancarkan Matahari menabrak medan magnet. Saat menembus lapisan atmosfer, perubahan muatannya menghasilkan semburat cahaya berwarna-warni.

Cahaya aurora yang direkam Cassini terjadi di atas salah satu kutub Saturnus. Namun, aurora yang terjadi di Saturnus mengejutkan para ilmuwan di badan antariksa AS (NASA) karena sangat luas.

Aurora ini berbeda seperti yang terjadi di Jupiter atau Bumi. Aurora ini melingkupi wilayah yang sangat luas di sepanjang kutub.Rekaman inframerah yang dibuat Cassini menunjukkan aurora tersebut mengalami perubahan yang konstan. Rata-rata muncul dengan periode selama 45 menit sebelum akhirnya hilang.

3.3. Dampak Aurora

Aurora merupakan peristiwa yang lazim ditemui di daerah kutub. Bahaya auroravtehadap manusia sampai saat ini belum pernah dibuktikan. Akan tetapi fenomena ini dapat mengganggu jaringan telekomunikasi. Pengaruh proton-proton yang bertumbukkan dengan atom di atmosfer dapat mengganggu penerimaan radio, televisi dan telegram. Hal ini disebabkan karena saat titik-titik di atmosfer terganggu oleh proton dari matahari, atmosfer tidak lagi menahan sinyal dan memantulkannya ke bumi. Sinyal tersebut justru diteruskan ke luar angkasa. Akibatnya tidak ada sinyal yang diterima televisi, radio atau telegram. Partikel yang bermuatan dalam angin matahari, magnetometer dan ionosfer membawa aliran listrik berskala besar. Jika aliran ini berubah di dekat bumi, dapat menyebabkan kerusakan peralatan listrik.

Gangguan aurora pada kawat telegraf yang paling menakjubkan terjadi di Amerika Serikat. Sebuah aurora fantastis yang terjadi pada bulan September 1851, telah mengganggu seluruh saluran telegraf di New England dan memporak porandakan transaksi bisnis. Pada tanggal 19 Februari 1852, aurora lainnya tercatat dalam sejarah telekomunikasi. Para ilmuwan percaya bahwa aurora mencerminkan apa yang terjadi di magnetosfer, yaitu daerah yang partikel bermuatannya terperangkap oleh medan magnet bumi. Angin matahari menjepit magnetosfer di dekat bumi di siang hari, dan menyeretnya hingga jutaan kilometer pada malam hari.

Penelitian terkini yang melibatkan Spacelab di pesawat ulang-alik telah mempelajari pengaruh aurora. Aurora dapat juga dipotret oleh astronot pesawat ulang alik dan satelit. Satelit dapat memberikan gambaran aurora secara global. Dengan memotret dari angkasa luar, cahaya matahari yang menyilaukan tidak lagi menjadi masalah dan aurora dapat terlihat sama baiknya baik pada siang maupun malam hari.

Sumber:

www.kaskus.us. Disadur tanggal 16 Januari 2009

www.kompas.com. Disadur tanggal 16 Januari 2009

www.tempointeraktif.com. Disadur tanggal 16 Januari 2009

www.tripod.lycos.com. Disadur tanggal 16 Januari 2009

www.wikipedia.com. Disadur tanggal 16 Januari 2009

Diposkan oleh aldo fansuri di Sabtu, Desember 12, 2009

Label: Meteorologi

OSEANOGRAFI

Klasifikasi Pantai

Johnson dalam Lobeck (1939: 345) melakukan klasifikasi pantai yang didasarkan pada perubahan relatif tinggi permukaan air laut, menjadi 4 jenis pantai, yaitu:

a. Pantai submergen (Shoreline of submergence), merupakan pantai yang ditandai oleh adanya ciri-ciri penurunan daratan/dasar laut, yang termasuk ke dalam klasifikasi ini adalah:
• Pantai Ria, pantai ini terjadi kalau pantai tersebut bergunung dan berlembah dengan arah yang melintang kurang lebih tegak lurus terhadap pantai. Pada tiap teluk bermuara sebua sungai.
• Pantai Fyord, pantai ini terjadi karena adanya lembah-lembah hasil pengikisan oleg gletser mengalami penurunan. Fyord ini banyak terdapat pada daerah-daerah yang dulunya mengalami pengerjaan glasial sampai pantai.


b. Pantai emergen (Shoreline of emergence), merupakan pantai yang ditandai oleh adanya ciri-ciri pengangkatan relatif dasar laut. Pada pantai jenis ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
• Pantai emergen yang berupa pegunungan, ciri utama dari pantai ini adalah adanya beach atau cliff yang terangkat hingga letaknya jauh lebih tinggi dari pada yang dapat dijangkau oleh gelombang. Juga bekas pantai lama yang telah terangkat yang ditandai oleh adanya goa-goa, relung, cliff yang saat ini tidak lagi tercapai oleh geolombang laut.
• Pantai emergen yang berupa dataran rendah, pantai ini terjadi pada continental shelf dangkalan yang terangkat sampai ke atas permukaan laut. Pantai ini biasanya tersusun atas batuan sedimen marine. Pantai jenis ini di daerah pedalaman (pesisir/coast) merupakan dataran yang relatif luas dan daratan yang patah (fall line) terkadang dijumpai banyak air terjun (seperti di Pantai Tenggara USA, dataran pesisir melandai serta material batuannya berupa sedimen marine. Contoh lainnya adalah pantai Teluk Mexico dan pantai selatan Rio de La Plata di Argentina.

c. Pantai netral (Neutral Shoreline), pantai yang tidak memperlihatkan kedua ciri di atas (tidak ada tanda-tanda bekas pengangkatan dan penurunan daratan/dasar laut). Pantai jenis ini meluas ke arah laut. Jenis yang termasuk ke dalam jenis ini adalah:
• Pantai delta (delta shorelines), pantai yang dicirikan oleh adanya pengendapan pada muara sungai.
• Pantai vulkanis (volcano shorelines), terjadi karena material gunungapi yang ke luar dari perut bumi mengalir sampai ke laut.
• Pantai dataran aluvial (delta shorelines), jenis ini sangat erat kaitannya dengan pantai delta.
• Pantai karang (coral reef shorelines), merupakan pantai yang diperkuat oleh adanya
pembentukan gosong-gosong karang. Material sebagian besar berupa pengendapan karang.
• Pantai sesar (fault shorelines), di mana air laut mencapai muka sesar. Pantai golongan ini pada umumnya tidak meliputi daerah yang tidak terbatas (tidak luas).

d. Pantai majemuk (Compound Shoreline). Pantai ini terjadi sebagai akibat dari terjadinya proses yang berulang kali mengalami perubahan relatif muka air laut (naik dan turun). Bentuk yang dihasilkan juga bermacam-macam pula, ada yang ditandai oleh adanya pengangkatan, ditandai telah terjadinya proses penurunan. Oleh karena itu, pantai demikian disebut dengan pantai majemuk. Contoh pantai jenis ini banyak dijumpai di pantai selatan Pulau Jawa.

Sumber:
Bird, E.C.F. 1970. Coast and introduction to systematic geomorphology. Vol. 4. Cambridge, London: 248 pp.
Lobeck, AK. (1939), Geomorphology, An Introduction to the study of Lanscape, New York and
London: Mc Graw-Hill Book Company. Inc.
Sunarto (1991/1992), Geomorfologi Pantai ”Makalah” , Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik UGM.


Diposkan oleh aldo fansuri di Jumat, Januari 15, 2010

Label: oseanografi

Transpor Sedimen
0

Bambang Triatmodjo (1999) menjelaskan bahwa definisi dari transpor sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya. Transpor sedimen pantai inilah yang akan menentukan terjadinya sedimentasi atau erosi di daerah pantai. Menurut Bambang Triatmodjo (1999), gerak air di dekat dasar akan menimbulkan tegangan geser pada sedimen dasar. Bila nilai tegangan geser dasar lebih besar dari pada tegangan kritis erosinya, maka partikel sedimen akan bergerak. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi pergerakan sedimen pantai antara lain: diameter sedimen, rapat massa sedimen, porositas, dan kecepatan arus atau gaya yang ditimbulkan oleh aliran air.

Gelombang yang menjalar menuju pantai membawa massa air dan momentum searah penjalarannya. Transpor massa dan momentum tersebut akan menimbulkan arus di daerah dekat pantai. Gelombang pecah menimbulkan arus dan turbulensi yang sangat besar yang dapat menggerakkan sedimen dasar. Di daerah surf zone, kecepatan partikel air hanya bergerak searah penjalaran gelombangnya. Di swash zone, gelombang yang memecah pantai menyebabkan massa air bergerak ke atas dan kemudian turun kembali pada permukaan pantai. Gerak massa air tersebut disertai dengan terangkutnya sedimen.

Sedimen Transport

Pada gambar di atas terlihat bahwa arus dan partikel air di dasar bergerak searah penjalaran gelombang menuju pantai. Di daerah mulai pecahnya gelombang (point of wave breaking) yang biasa disebut dengan surf zone, terlihat adanya pertemuan pergerakan sedimen yang menuju pantai dan yang bergerak kembali ke tengah laut. Selain itu, pergerakan sedimen di luar daerah surf zone akan mulai melemah. Akibatnya, di titik ini akan terbentuk bukit penghalang (bar) yang memanjang sejajar pantai (Fredsoe & Deigaard,1992).

Pergantian musim juga mempengaruhi proses pantai. Turbulensi dari gelombang pecah mengubah sedimen dasar (bed load) menjadi suspensi (suspended load). Kesenjangan/ketidaksamaan hantaman gelombang (antara dua musim) mengakibatkan penggerusan yang kemudian membentuk pantai-pantai curam yang menyisakan sedimen-sedimen bergradasi lebih kasar

Sumber:
Triatmojo, B. 1999. Teknik Pantai Edisi Kedua. Beta Offset. Yogyakarta
faiqun.edublogs.org
http://www.marum.de/Binaries/Binary19220/c4.jpg


Diposkan oleh aldo fansuri di Jumat, Januari 15, 2010

Label: oseanografi

Perubahan Garis Pantai
0

Perubahan garis pantai umumnya disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Salah satu faktor alam yang utama adalah arus sejajar pantai (longshore current) yang ditimbulkan oleh aksi gelombang saat setelah pecah.

Distribusi arus sejajar pantai digunakan untuk menghitung perkiraan besar angkutan sedimen dengan metoda CERC (Coastal Engineering Research Center), dan juga digunakan Model Satu Garis (On Line Model).

Parameter gelombang laut yang digunakan dalam perhitungan ini didapatkan dari hasil perhitungan parameter angin permukaan dengan menggunakan metoda SMB (Svedrup Munk dan Bretchneider) untuk perairan dalam.

Zona gerakan material
Berdasarkan Hallermeier (1978,1981) dalam (CUR, 1987), pantai dibagi menjadi 3
(tiga) zona gerakan material sebagai berikut (lihat Gambar 3):

1) Littoral zone adalah perairan antara garis pantai sampai kedalaman d1. Pada daerah ini terjadi gerakan material sangat intensif dan signifikan, baik longshore transport
ataupun crossshore transport .

2) Shoal zone adalah perairan dari kedalaman d1 sampai kedalaman di. Pada daerah ini
terjadi gerakan material cross shore transport yang cukup signifikan. Gelombang
sudah tidak begitu berpengaruh pada gerakan material dasar, sehingga daerah ini
terjadi proses pendangkalan.

3) Offshore zone adalah perairan dari kedalaman di ke arah laut dalam. Pada daerah ini gerakan gelombang sudah tidak berpengaruh pada material dasar.


Garis Pantai Havana, Cuba

Sumber:
CUR, 1987, Manual on Artificial Beach Nourishment, Centre for Civil Engineering Research, Codes and Specification Rijkswaterstaat, Delft Hydraulics.
http://www.theodora.com/wfb/photos/cuba/coastal_boulevard_havana_cuba_photo_gov.jpg

Diposkan oleh aldo fansuri di Jumat, Januari 15, 2010

Label: oseanografi

Gelombang di Laut
0

Salah satu parameter yang penting dalam suatu penelitian dinamika pantai adalah gelombang laut. Pada umumnya gelombang laut tersebut adalah gelombang laut yang disebabkan oleh tiupan angin baik langsung maupun tidak langsung. Pada daerah tiupan angin (dikenal dengan istilah 'fetch'), terjadi peristiwa transfer energi angin ke energi gelombang dalam spektrum frekuensi yang luas. Dengan kata lain, didaerah angin tersebut terbentuk campuran gelombang dengan bermacam-macam frekuensi. Distribusi frekuensi dan besarnya energi gelombang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: luasnya daerah tiupan angin, lamanya angin bertiup, dan besarnya tiupan angin. Gelombang yang terbentuk tersebut akan menjalar keluar dari daerah tiupan angin hingga mencapai daerah dangkal atau pantai, dan melepaskan energinya.

Menurut Arief et.al (1993), gelombang laut yang terbentuk akibat tiupan angin setempat umumnya mempunyai ketinggian yang kecil (kurang dari 0.5 meter) dan mempunyai periode waktu kurang dari 4 detik. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya daerah tiupan angin. Sedangkan gelombang yang terbentuk di daerah lepas pantai atau di tengah laut seringkali mempunyai energi yang besar akibat luasnya daerah tiupan angin dan lebih besarnya tiupan angin di laut dibandingkan dengan tiupan angin di pantai. Selama penjalarannya tersebut, gelombang tersebut mengalami proses dispersi akibat perbedaan kecepatan rambat gelombang yang berbeda periodenya. Makin jauh jarak perambatan gelombang, makin homogen periode gelombang tersebut. Gelombang yang homogen umumnya dikenal dengan nama alun ('swell'). Gelombang 'kiriman' ini seringkali mempunyai tinggi diatas 0.5 meter dengan periode di atas 4 detik. Di pantai dan daerah pecahnya gelombang merupakan daerah transfer energi gelombang ke bentuk energi lainnya seperti arus, turbulensi, pemindahan sedimen, gelombang sekunder dengan periode lebih pendek maaupuan lebih panjang, bunyi, dan lain sebaginya. Proses transfer energi inilah yang berperanan penting dalam proses dinamika pantai karena menyebabkan perpindahan sedimen.


Gelombang

Arah datangnya energi gelombang ditentukan oleh arah perambatannya. Sedangkan besarnya energi yang dibawa oleh gelombang ditentukan oleh tinggi, periode, dan tipe gelombang. Secara umum dapat dikatakan bahwa energi gelombang sebanding dengan kuadrat amplitudonya, walaupun hal ini benar untuk kasus gelombang sinusoidal sederhana. Selanjutnya tinggi, periode, dan arah datangnya gelombang, oleh karenanya, diidentikkan dengan karaktenstik datangnya gelombang. Oleh karena itu pengukuran karakteristik gelombang merupakan faktor yang penting dalam studi dinamika pantai dan usaha penanggulangan proses erosi pantai (Arief et.al, 1993).

Menurut Dahuri et.al. (1996), jika sudut datang gelombang kecil atau sama dengan nol, maka akan terbentuk arus sibak pantai dan terbentuknya arus susur pantai. Keadaan ini merupakan indikator transportasi sedimen sepanjang pantai. Ombak merupakan salah satu penyebab yang berperan besar dalam pembentukan pantai. Ombak yang terjadi di laut dalam pada umumnya tidak berpengaruh terhadap dasar laut dan sedimen yang terdapat di dalamnya. Sebaliknya ombak yang terdapat di dekat pantai, terutama di daerah pecahan ombak mempunyai energi besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai, seperti menyeret sedimen (umumnya pasir dan kerikil) yang ada di dasar laut untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir. Di samping mengangkut sedimen dasar, ombak berperan sangat dominan dalam menghancurkan daratan (erosi laut). Daya penghancur ombak terhadap daratan/batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keterjalan garis pantai, kekerasan batuan, rekahan pada batuan, kedalaman laut di depan pantai, bentuk pantai, terdapat atau tidaknya penghalang di muka pantai dan sebagainya.

Keseimbangan antara sedimen yang dibawa sungai dengan kecepatan pengangkutan sedimen di muara sungai akan menentukan berkembangnya dataran pantai. Apabila jumlah sedimen yang dibawa ke laut dapat segera diangkut oleh ombak dan arus laut, maka pantai akan dalam keadaan stabil. Sebaliknya apabila jumlah sedimen melebihi kemampuan ombak dan arus laut dalam pengangkutannya, maka dataran pantai akan bertambah (Dahuri et.al., 1996).

sumber:
Arief, Dharma , Edy Kusmanto dan Sudarto. 1993. Metoda Pengamatan Dan Analisa Gelombang Laut. Balai Penelitian dan Pengembangan Oseanografi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta
Dahuri, R. J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Stepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT Paradya Paramita.
http://www.deskpicture.com/DPs/Nature/waveNo7_2.jpg

Arus laut

Arus

1.1 Definisi Arus
Arus laut adalah proses pergerakan massa air laut yang menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air laut tersebut yang terjadi secara terus (Gross,1972). Pergerakan massa air ini ditimbulkan oleh beberapa gaya sehingga Herunadi (1996) dalam Kurniawan (2004) mengemukakan bahwa sinyal arus merupakan resultan dari berbagai sinyal yang mempunyai frekuensi terstentu yang dibagkitkan oleh beberapa gaya yang berbeda-beda. Sedangkan menurut Hutabarat dan Evans (1984) arus merupakan gerakan air yang terjadi pada seluruh lautan di dunia.
Arus laut mampu mengalir mengarungi ribuan kilometer dan sangat penting untuk menentukan iklim dari sebuah benua, khususnya wilayah yang berbatasan dengan laut. Contohnya arus Gulf Stream yang menyebabkan daerah Barat Laut Eropa lebih hangat dibandingkan wilayah lain yang memiliki lintang yang sama (Wikipedia, 2009).


1.2 Faktor Penyebab Terjadinya Arus
Pergerakan massa air ini ditimbulkan oleh beberapa gaya sehingga Herunadi (1996) dalam Kurniawan (2004) mengemukakan bahwa sinyal arus merupakan resultan dari berbagai sinyal yang mempunyai frekuensi terstentu yang dibagkitkan oleh beberapa gaya yang berbeda-beda. Ada dua jenis gaya utama yang penting dalam proses gerak (motion) yakni gaya primer dan sekunder. Gaya primer merupakan gaya yang menyebabkan gerak (motion) antara lain: gravitasi, wind stress, tekanan atmosfer, dan seismic. Sedangkan gaya sekunder merupakan gaya yang muncul akibat adanya gerak (motion) antara lain : gaya Coriolis dan gesekan (friction) (Pond dan Pickard, 1983).
Menurut Gross (1990), terjadinya arus di lautan disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal dan faktor internal. Faktor internal seperti perbedaan densitas air laut, gradien tekanan mendatar dan gesekan lapisan air. Sedangkan faktor eksternal seperti gaya tarik matahari dan bulan yang dipengaruhi oleh tahanan dasar laut dan gaya coriolis, perbedaan tekanan udara, gaya gravitasi, gaya tektonik dan angin.

1.3 Jenis-jenis Arus
Berdasarkan gaya-gaya yang menimbulkannya, arus dibagi kedalam berbagai kelompok. Gross (1990), membagi menjadi empat macam yaitu :
1. Arus Ekman, merupakan arus yang disebabkan oleh gesekan angin
2. Arus Pasang Surut (Pasut), merupakan arus yang disebabkan adanya gaya pembangkit pasut
3. Arus termohalin, merupakan arus yang disebabkan oleh adanya perbedaan densitas air laut
4. Arus Geostrofik, merupakan arus yang disebabkan karena adanya gradien tekanan mendatar dan coriolis
Sedangkan Brown et al. (1989) membagi arus atau gerak berdasarkan gaya penyebabnya sebagai berikut :
1. Arus Thermohalin
2. Arus yang digerakkan angin (wind driven current)
3. Arus Pasang Surut
4. Arus Inersia
5. Arus Geostrofik
Pond dan Pickard (1983) melakukan pembagian arus berdasarkan komponen gesekan (Friction) yaitu:
1. Arus tanpa gesekan (current without friction)
2. Arus dengan gesekan (current with friction)

Berdasarkan penguraian Pond dan Pickard (1983) serta Gross (1990) di mana arus pasang surut merupakan arus yang polanya dipengaruhi oleh pasang surut, maka secara umum arus juga dapat diklisifikasikan menjadi dua, yaitu arus pasang surut dan arus nir pasang surut.Dari semua klasifikasi yang telah dibuat oleh para ahli tersebut, secara umum arus dapat diklasifikasikan menjadi:

 Arus Ekman
Arus Ekman merupakan arus yang disebabkan oleh gesekan angin (wind friction). Umumnya permukaan air yang langsung bersentuhan dengan angin akan menimbulkan arus di lapisan permukaan dengan kecepatan arus + 2% dari kecepatan angin itu sendiri. Arah arus yang ditimbulkan tidak searah dengan pergerakan angin karena adanya gaya coriolis yang ditimbulkan oleh rotasi bumi. Arus akan dibelokkan ke kanan pada Belahan Bumi Utara (BBU) dan dibelokkan ke kiri pada Belahan Bumi Selatan (BBS). Gaya gesekan molekul dari massa air membuat lapisan dalam dibelokkan oleh lapisan atasnya sampai pada kedalaman tertentu dimana gaya gesekan molekul ini tidak berpengaruh lagi. Fenomena pembelokan arus ini dikenal dengan Spiral Ekman (Gross, 1990).

Arus Ekman, sumber:earth.usc.edu

Tekanan udara di atas permukaan bumi bervariasi tergantung dengan lamanya penyinaran matahari sebagai faktor utama penentu besarnya nilai radiasi matahari. Perbedaan tekanan inilah yang mengakibatkan pergerakan udara atau angin. Jika angin ini berhembus di atas permukaan air hingga terjadi pertukaran energi. Energi yang dipertukarkan inilah yang mengakibatkan bergeraknya massa air yang ada di permukaan laut (Brown et al., 1989).

 Arus Geostrofik
Arus geostrofik merupakan arus yang terjadi akibat adanya keseimbangan geostrofik. Kondisi keseimbangan geostrofik ini terjadi jika gaya gradien tekanan horizontal yang bekerja pada massa air yang bergerak dan diseimbangkan oleh gaya coriolis (Brown et al., 1989). Arus geostrofik merupakan hasil kesetimbangan antara gaya gravitasi dan gaya coriolis. Efek gravitasi dikontrol oleh kemiringan permukaan air laut, sedangkan densitas dikontrol oleh perbedaan suhu dan salinitas horizontal (Wikipedia, 2009). Arus geostrofik ini tidak dipengaruhi oleh pergerakan angin (gesekan antara air dan udara) sehingga Pond dan Pickard (1983) memasukkannya kedalam golongan arus tanpa gesekan (current without friction).

 Arus Thermohalin
Merupakan arus yang disebabkan perbedaan densitas air laut. Di bawah lapisan pycnocline, air bergerak disepanjang dasar lautan sebagai arus yang lembam (slugish current). Sirkulasi laut dalam ini benar-benar terisolasi dari arus permukaan oleh lapisan pycnocline sehinga pergerakannya hanya dipengaruhi oleh adanya perbedaan densitas air laut atau dengan kata lain dikontrol oleh variabilitas suhu dan salinitas. Sirkulasi laut dalam ini disebut sebagai arus thermohalin (Thermohalin Current) (Gross,1990). Secara umum menurut Ingmanson dan Wallace (1989) dalam Kurniawan (2004), arus thermohalin bergerak ke utara-selatan yang dari samudera Atlantik menuju samudera Antartika.

Global Conveyor Belt,sumber:uwsp.edu

 Arus Inersia
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa angin berhembus menyebabkan timbulnya arus (wind driven current). Momentum yang ditimbulkan akibat dorongan angin ini tidak akan berhenti begitiu saja sehingga ketika angin berhenti berhembus gerakan air atau arus akan terus berlanjut sebagai konsekuensi dari gaya momentum pada massa air (Pond dan Pickard, 1983). Gerakan air atau arus, gaya gesekan kecil (diasumsikan nol) dan gaya yang masih bekerja tinggal gaya coriolis , yang menyerupai kurva (curved motion) yang disebut dengan arus inersia (inersia current) (Brown et al., 1989; Pond dan Pickard 1983). Jika gaya coriolis hanya bekerja pada arah horizontal maka gerakan air yang terjadi (arus inersia) di sekitar garis lintang akan membentuk lingkaran (circular) (Brown et al., 1989). Arah rotasi atau perputaran pada lingkaran inersia adalah searah putaran jarum jam di belahan bumi bagian selatan (Pond dan Pickard, 1983).

 Arus Pasang Surut (pasut)
Merupakan arus yang disebabkan adanya gaya pembangkit pasut. Arus pasut merupakan pergerakan air laut secara horizontal yang dihubungkan dengan naik turunnya permukaan laut secara periodik. Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari. Terdapat tiga tipe dasar pasang surut yang didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu pasang surut harian (diurnal), tengah harian (semi diurnal) dan campuran (mixed tides). Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera (Wikipedia, 2007).

1.4 Arus Permukaan Indonesia
Arus laut permukaan di dunia memiliki pola dan sebaran yang unik. Masing – masing wilayah memiliki karakteristik arus yang berbeda.

Arus Permukaan, sumber:www.seas.harvard.edu

Perairan Indonesia secara tetap diisi oleh massa air Samudra Pasifik. Hal ini terjadi bukan hanya karena wilayah Indonesia lebih terbuka terhadap Samudera Pasifik tetapi juga karena kondisi dinamika permukaan laut. Ketinggian permukaan laut di bagian barat samudra pasifik lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah di selatan Jawa sepanjang tahun, sehingga terbentuk gradien tekanan dari samudra pasifik ke samudera Hindia (Wyrtki, 1961).

Menurut Godfrey (1996),gradien tekanan tersebut terbentuk karena posisi Indonesia berada pada sisi Barat Samudera Pasifik Trade Wind Belt, dimana tekanan angin secara terus menerus menyebabkan penumpukkan massa air karena pergerakan arusnya menuju daratan. Gradien tekanan tersebut menyebabkan terjadinya arus yang melewati perairan Indonesia disebut Arlindo. Arlindo memiliki sistem sirkulasi massa air yang kompleks dan berfluktuasi secara musiman dengan arah serta kekuatannya yang bervariasi.
Arlindo sangat terkenal karena menghubungkan antara Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia, melalui Selat Makasar dan keluar lewat Selat Lombok (25% dari total transport arus yang lewat Selat Makassar) dan Selat Ombai bersama-sama Laut Timor (75% sisa total transport arus tersebut). Arlindo terjadi sebagai akibat perbedaan tekanan rata-rata sebesar 16 cm antara Samudera Pasifik dan Hindia. Arlindo memindahkan bahang oleh air bersalinitas rendah dari tempat berkembangnya El Nino di Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia. Mengalir melalui bagian Selatan Indonesia dan Australia, Arlindo merupakan penghubung utama atau titik temu pertukaran massa air global.

Arlindo, sumber:dongenggeologi.files.wordpress.com

Sirkulasi arus permukaan di Indonesia dipengaruhi oleh angin muson yang terjadi kerana adanya perbedaan tekanan udara antara daratan asia dan daratan australia, pada bulan Desember-Februari di Belahan Bumi Utara (BBU) akan terjadi musin dingin sedangkan pada Belahan Bumi Selatan (BBS) akan terjadi musim panas sehingga tekanan tinggi berada di Asia dan tekanan rendah berada di Australia. Angin muson bergerak dengan arah-arah tertentu sehingga perairan Indonesia dibagi menjadi empat musim yaitu musim barat, musim timur, musim pancaroba satu dan musim pancaroba dua (Wyrtki, 1961).

Syamsudin (2003) mengatakan air laut digerakan oleh dua sistem angin, di dekat khatulistiwa angin pasat (trade wind) menggerakkan permukaan air ke arah barat. Sementara itu, di daerah lintang sedang (temperate), angin baratan (westerlies wind) menggerakkan kembali permukaan air ke timur. Akibatnya di samudera-samudera akan ditemukan sebuah gerakan permukaan air yang membundar.

2Metode Pengukuran Data Arus
2.1 Pengukuran Arus Insitu
Pengukuran arus secara insitu adalah pengukuran secara langsung dengan dua metode pengukuran, yaitu pada titik tetap (Euler) dan metode dengan benda hanyut atau drifter (Langlarian). Alat pengukur paling sederhana adalah menggunakan Free-floating drogued buoy untuk mengukur kecepatan dan sebuah kompas bidik untuk mencari arah. Free-floating drogued buoy dilepas di perairan dengan diikat sebuah tali dengan jarak tertentu, lalu diukur waktunya sampai tali tersebut menegang. Kecepatan arus bisa diukur dengan membagi jarak dengan waktu. Sedangkan arah bisa dicari dengan menggunakan kompas bidik.
Peralatan modern yang sering digunakan saat ini dalam pengukuran arus adalah ADCP (Acaoustic Doppler Current Profiler) dan Current Meter. ADCP menggunakan Azaz Doppler mengenai perambatan bunyi, dimana partikel renik didalam air dapat memantulkan bunyi. Current Meter merupakan pengembangan dari Free-floating drogued buoy yang berfungsi untuk mengukur kecepatan dan arah arus laut berdasarkan metode Eularian. Pengukuran arus laut dengan current meter ini menggunakan metode eularian dimana metode ini merupakan pengukuran arus dengan menggunakan metode gelombang sinusoidal. Prinsip kerja alat ini adalah baling-baling dimana sewaktu alat dimasukkan akan ada perputaran dari baling-baling tersebut sehingga menimbulkan percepatan. Current meter mempunyai 2 bagian yaitu speed (kecepatan) dan direction (arah).

2.2 Pengukuran Arus dengan Satelit Altimetri
Sistem altimetri berkembang sejak tahun 1975, saat diluncurkannya satelit GEO-3. Pada tahun 1990 satelit altimetri mulai diluncurkan seperti ERS-1 (1991-1996), Topex/Poseidon (sejak 1992) dan ERS-2 (sejak 1995). Altimetri adalah teknik untuk mengukur ketinggian. Satelit altimetri meghitung waktu yang digunakan oleh pulsa dari pemancar ke permukaan laut dan kembali lagi sebagai echo menuju penerima. Dikombinasikan dengan data lokasi satelit yang presisi kemudian menghasilkan SSH seperti diilustrasikan pada gambar 1 (CNES, 1997 dalam Rudiastuti, 2008).

Tujuan peluncuran sensor altimetri adalah mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es di kutub dan mengamati perubahan muka laut rata-rata global (Abidin, 2001 dalam Rudiastuti, 2008).

Sea Surface Height (SSH) adalah jarak antara permukaan laut dengan ellipsoida referensi (jika kedalaman laut secara akurat tidak diketahui). Nilai SSH secara matematis dituliskan sebagai berikut:
SSH = S-R
Dimana :
S = ketinggian satelit dari reference ellipsoid (satellite altitude)
R = jarak antara satelite dengan laut (jarak altimetri)
Nilai SSH diperoleh dengan memperhitungkan pengaruh ketinggian permukaan laut yang akan terjadi tanpa gangguan (angin, ombak, gelombang, dan lainnya), dan juga sirkulasi lautan atau dinamika topografi (CNES, 1997 dalam Rudiastuti, 2008).

2.3 Pengukuran Arus dengan Membangun Model Hidrodinamika
Hingga sekitar akhir 1980-an, kegiatan hidrografi utamanya didominasi oleh survei dan pemetaan laut untuk pembuatan peta navigasi laut (nautical chart) dan survei untuk eksplorasi minyak dan gas bumi (Ingham, 1975). Peta navigasi laut memuat informasi penting yang diperlukan untuk menjamin keselamatan pelayaran, seperti: kedalaman perairan, rambu-rambu navigasi, garis pantai, alur pelayaran, bahaya-bahaya pelayaran dan sebagainya. Selain itu, kegiatan hidrografi juga didominasi oleh penentuan posisi dan kedalaman di laut lepas yang mendukung eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi.

Fenomena dasar perairan yang disebut dalam definisi di atas meliputi: batimetri atau‘topografi’ dasar laut, jenis material dasar laut dan morfologi dasar laut. Sementara dinamika badan air yang disebut dalam definisi di atas meliputi: pasut (dan muka air) dan arus. Data mengenai fenomena dasar perairan dan dinamika badan air diperoleh melalui pengukuran yang kegiatannya disebut sebagai survei hidrografi. Data yang diperoleh dari survei hidrografi kemudian diolah dan disajikan sebagai informasi geospasial atau informasi yang terkait dengan posisi di muka bumi.

Konfigurasi Satelit, sumber:ensigeopedia.com

Survei adalah kegiatan terpenting dalam menghasilkan informasi hidrografi. Pada gambar diatas, tampak kegiatan utama yang dilakukan dalam survei hidrografi yang meliputi : Penentuan posisi (1) dan penggunaan sistem referensi (7), Pengukuran kedalaman (pemeruman) (2), Pengukuran arus (3), Pengukuran (pengambilan contoh dan analisis) sedimen (4), Pengamatan pasut (5), Pengukuran detil situasi dan garis pantai (untuk pemetaan pesisir) (6), Data yang diperoleh dari aktivitas-aktivitas tersebut di atas dapat disajikan sebagai
informasi dalam bentuk peta dan non-peta serta disusun dalam bentuk basis data kelautan.

Pengukuran arus dengan membangun model hidrodinamika adalah dengan mengkonversi fenomena oseanografi kedalam persamaan numerik yang bersifat diskrit. Dengan menggunakan persamaan-persamaan ini dapat dibuat pemodelan dari yang sederhana hingga yang rumit.

Sehubungan dengan itu maka seluruh informasi yang disajikan harus memiliki data posisi dalam ruang yang mengacu pada suatu sistem referensi tertentu. Oleh karenanya, posisi suatu objek di atas, di dalam dan di dasar perairan merupakan titik perhatian utama dalam hidrografi. Informasi hidrografi utamanya ditujukan untuk:
(1) Navigasi dan keselamatan pelayaran,
(2) Penetapan batas wilayah atau daerah di laut; dan
(3) Studi dinamika pesisir dan pengelolaan sumberdaya laut.


sumber:
Brown, J, A. Colling, D. Park, J. Philips, D. Rothery, dan J. Wright. 1989. Ocean Circulation. The Open University. Published In Assosiation with Pergamon Press.

Global Change Issues: Highlights of Recent and Ongoing Research dinduh dari http://www.gcrio.org/ [6 November 2009]

Godfrey, J. S. 1996. The Effect of The Indonesian Troughflow on Ocean Circulation And Heat Exchange With The Atmosphere : A Review. J. of Geophysic. Res. 101 (C5) : 12209-12238

Gross, M. 1990. Oceanography sixth edition. New Jersey : Prentice-Hall.Inc.

Hutabarat, S dan SM. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia-Press. Jakarta

Kurniawan, Mujib.2004. Studi Fluktuasi Arus Permukaan Frekuensi Rendah (Low Frequency) Di Perairan Utara Papua Pada Bulan Oktober 2001-Agustus 2002. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Nat,D. Eka,D. 2006. “Survei Hidrografi”.Refika Aditama Shykind,E. Jakarta.

Pond, S dan G.L Pickard. 1983. Introductory Dynamical Oceanography, 2th edition. Pergamon Press
.
Rudiastuti, Aninda Wisaksanti. 2008. Studi Sebaran Klorofil-A Dan Suhu Permukaan Laut (SPL) Serta Hubunganya Dengan Distribusi Kapal Penangkap Ikan Melalui Teknologi Vessel Monitoring System (VMS). Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Wyrkti, K. 1961. Physical Oceanography of South East Asian Water. Naga Report. Vol 2. Scripps Institution of Oceanography. The University of California. La Jolla. California. 195 p.


Diposkan oleh aldo fansuri di Jumat, Desember 25, 2009

Senin, 21 Desember 2009
Angin
0

Latar Belakang
Angin merupakan gerakan udara yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara. Angin memiliki arti penting bagi banyak disiplin ilmu alam, karena pola arah dan kecepatan angin baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi komponen fisik, kimia, dan biologi dalam suatu ekosistem. Aktivitas angin yang berhubungan dengan laut menjadi konsentrasi tersendiri bagi insan oseanografi.
Angin adalah salah satu faktor yang paling bervariasi dalam membangkitkan arus. Selain itu juga angin berperan dalam pembangkitan gelombang laut.Oleh sebab itu untuk lebih mendalami oseanografi fisika pengetahuan tentang karakteristi distribusi frekuensi arah dan kecepatan angin pada suatu wilayah perairan sangat perlu untuk kuasai. Sehingga kondisi fisik dari laut dapat kita pahami secara terintegrasi, baik yang berkaitan dengan sumber maupun faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena ini. Dengan demikian diperlukan studi untuk menganalisa angin lebih lanjut, dengan memperkirakan kecepatan dan arah angin berhembus. Hal ini akan membantu meramalkan keadaan iklim dan perubahan cuaca di suatu tempat, yang nantinya akan berguna bagi seluruh pihak, terutama pihak penerbangan.


Definisi Angin
Angin adalah massa udara yang bergerak (Lakita dalam Farita, 2006). Menurut Pariwono (1989), angin didefinisikan sebagai gerakan udara mendatar (horizontal) yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara antara dua tempat. Atmosfer selalu berusaha membentuk sebaran tekanan yang seragam, maka massa udara yang padat dari tekanan tinggi mengalir ke tempat bertekanan rendah dimana massa udaranya relatif lebih renggang.

Penyebab terjadinya angin
Salah satu faktor penyebab timbulnya angin adalah adanya gradien tekanan. Gaya gradien tekanan timbul karena adanya perbedaan suhu udara. Dalam hal ini hubungan antara permukaan bumi dalam menerima energi radiasi matahari yang sama tapi mempunyai laju pemanasan yang berbeda – beda dari satu tempat ke tempat yang lain. Perbedaan tekanan udara pemanasan terlihat dari suhu udara yang berada langsung diatas permukaan yang terpanasi sehingga menyebabkan ketidakseimbangan yang menimbulkan perbedaan tekanan udara antara satu tempat dengan tempat yang lain. Gradien tekanan ini akan memicu terjadinya angin. Atmosfer selalu berusaha membentuk sebaran tekanan yang seragam, maka massa udara yang padat dari tekanan tinggi mengalir ke tempat bertekanan rendah dimana massa udaranya relatif lebih renggang.

Kuat atau lemahnya hembusan angin ditentukan oleh besarnya kelandaian tekanan udara atau dengan kata lain kecepatan angin sebanding dengan kelandaian tekanan udaranya. Disamping kelandaian tekanan, gerak angin ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti pengaruh rotasi bumi dan gaya gesek (frictional force) (Pariwono, 1989). Semakin besar perbedaan tekanan udara maka semakin besar pula kecepatan angin berhembus (Hasse dan Dobson, 1986 dalam Farita, 2006).

Tornado,sumber:www.sipil93.com

Faktor lain yang berpengaruh dalam pembentukan angin adalah gaya coriolis. Gaya coriolis timbul akibat rotasi bumi. Gaya coriolis menyebabkan perubahan gerak angin ke arah kanan pada belahan bumi bagian utara dan pembelokan angin ke arah kiri pada belahan bumi bagian selatan.
Arah angin dipengaruhi oleh tiga faktor :
1) Gradien barometrik
2) Rotasi bumi
3) Kekuatan yang menahan (rintangan)

Makin besar gradien barometrik, makin besar pula kekuatannya. Angin yang besar kekuatannya makin sulit berbelok arah. Rotasi bumi, dengan bentuk bumi yang bulat, menyebabkan pembelokan arah angin. Pembelokan angin di ekuator sama dengan 0 (nol). Makin ke arah kutub pembelokannya makin besar. Pembelokan angin yang mencapai 900 sehingga sejajar dengan garis isobar disebut angin geotropik. Hal ini banyak terjadi di daerah beriklim sedang di atas samudra. Kekuatan yang menahan dapat membelokan arah angin. Sebagai contoh, pada saat melalui gunung, angin akan berbelok ke arah kiri, ke kanan atau ke atas.

Jenis-jenis angin
Jenis-jenis angin secara umum dapat dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut, yaitu :
1.Angin Geostropik
Angin yang timbul setelah gaya gradien tekanan dan gaya coriolis mengalami keseimbangan serta paralel terhadap isobar
Asumsi :
a. garis isobar lurus dan paralel
b. tidak ada gaya sentrifugal/sentripetal
c. tidak ada gesekan
Kondisi yang mendekati :
a. 2-3 km dpl atau
b. Di lintang tinggi ketika coriolis mendekati nol.

Aliran Angin Geostrofik, sumber:www.atmos.millersville.edu

2. Angin Gradien
Angin yang timbul akibat ada pengaruh gaya sentrifugal-sentripetal. Dimana kenyataan di alam isobar tidak pernah lurus akan tetapi melengkung.

Angin Gradien, sumber:www.squarecirclez.com

3.Angin Vertikal
Angin vertikal timbul karena adanya pengaruh dari gaya gravitasi bumi dan juga gaya gerak udara keatas yang diakibatkan adanya perbedaan tekanan.

Angin di lautan
Angin yang berhembus di permukaan perairan akan menimbulkan wind wave, yaitu gelombang yang ditimbulkan oleh angin. Peristiwa ini merupakan pemindahan tenaga angin menjadi tenaga gelombang di permukaan air dan gelombang itu sendiri meneruskan tenaganya kepada peristiwa lainnya diantaranya gerakan molekul air. Selain menimbulkan gelombang di permukaan air, angin juga dapat menyebabkan terjadinya arus (Arif,1980 dalam Farita, 2006).

Angin yang bertiup di permukaan laut menimbulkan arus di permukaan laut yang tergantung dari kecepatan serta lamanya angin bertiup. Arus lapisan bawah kolom air memiliki kecepatan yang lebih kecil dari arus di lapisan permukaan laut karena adanya energi yang hilang (Meyers, 1996). Arah arus tidak selalu sama dengan angin. Hal ini disebabkan karena adanya gaya Coriolis yang berbelok ke kanan di belahan bumi bagian utara dan ke kiri di belahan bumi bagian selatan. Gaya gesekan molekul dari massa air membuat lapisan permukaan dibelokkan oleh lapisan diatasnya sampai pada kedalaman tertentu hingga gesekan molekul ini tidak lagi bekerja. Fenomena pembelokan arus ini dikenal dengan Spiral Ekman ( meyers, 1996).

Menurut teori pembentukan gelombang oleh angin, angin yang berhembus di suatu perairan mendorong massa air bagian permukaan sehingga terjadi penimbunan. Di balik penimbunan ini akan terbentuk suatu daerah bertekanan rendah yang terlindung oleh angin. Hal ini akan menyebabkan penimbunan yang terjadi semakin besar. Sesuai dengan Hukum Kekekalan Massa, penimbunan ini akan disertai dengan penurunan permukaan lainnya. Kemudian permukaan yang naik akan turun kembali akibat gaya gravitasi, sedang bagian lainnya akan naik lagi, dan begitu seterusnya (Sverdrup et al, 1946 dalam Farita, 2006).

Ketika angin berhembus di laut, energi yang ditransfer dari angin ke batas permukaan, sebagian energi ini digunakan dalam pembentukan gelombang gravitasi permukaan, yang memberikan pergerakan air dari yang kecil ke arah perambatan gelombang dan sebagian untuk membawa arus.

Angin pasat Tenggara yang muncul terus menerus sepanjang tahun mengakibatkan permukaan laut sepanjang pantai Mindanau-Halmahera-Irian Jaya di Samudera Pasifik bagian barat lebih tinggi dari permukaan laut sepanjang pantai Sumatera-Jawa-Sumbawa di Samudera Hindia bagian timur. Akibat adanya gradien tekanan yang disebabkan oleh perbedaan tinggi permukaan air laut, sejumlah massa air Samudera Pasifik akan mengalir ke Samuder Hindia (Wyrtki, 1961).

Pola umum angin di Indonesia
Di daerah tropis akan terjadi angin dari daerah maksimum subtropis ke daerah minimum equator. Angin ini disebut angin passat timur laut di belahan bumi utara dan angin passat tenggara di belahan bumi selatan. Angin passat banyak membawa uap air karena berhembus di laut lepas. Akan tetapi pada beberapa wilayah dipermukaan bumi angin passat tersebut mengalami perubahan arah akibat pengaruh lingkungan setempat. Di Indonesia yang secara geografis terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera serta letak matahari yang berubah setiap enam bulan berada di utara dan enam bulan berada di selatan khatulistiwa, maka angin passat tersebut mengalami perubahan menjadi angin muson (angin musim) barat dan angin muson timur( Wyrtki, 1961).

Di daerah khatulistiwa Samudera Pasifik, Angin Pasat Tenggara berhembus secara normal sepanjang tahun. Angin Pasat mengakibatkan massa air yang hangat di bagian Timur Samudera Pasifik bergerak menuju perairan Timur Indonesia. Pergerakan massa air tersebut semakin bekurang pada beberapa bagian dari Laut Indonesia. Hal yang sama ditunjukkan pada saat angin berhembus pada daerah khatulistiwa selama periode pancaroba. Hal ini mengakibatkan daerah Kepulauan Indonesia yang terletak antara samudera hindia bagian Timur dengan Samudera Pasifik bagian Barat menyumbangkan tempat penyimpana bahang (heat) terbesar dalam lautan dunia. Di dalam dan sekeliling Indonesia ini didapatkan suhu permukaan laut yang tinggi (>28º C). Suhu yang tinggi tersebut akan mempengaruhi pertukaran bahang dan mengatur interaksi antara atmosfer dan lautanyang akan berakibat beasar tehadap cuaca lokal Kepulauan Indonesia dan dunia.

Angin Pasat Tenggara yang muncul terus menerus sepanjang tahun mengakibatkan permukaan laut sepanjang pantai Mindanao- Halmahera- Irian Jaya di Samudera Pasifik bagian Barat lebih tinggi daripada permukaan laut sepanjang pantai Sumatera - Jawa – Sumbawa di Samudera Hindia bagian Timur. Akibat adanya gradien tekanan yang disebakan oleh perbedaan tinggi permukaan laut, sejumlah massa air Samudera Pasifik akan mengalir ke Samudera Hindia (Wyrtki, 1961).

Pola angin yang sangat berperan di Indonesia adalah Angin Muson, hal ini disebakan karena Indonesia teletak diantara Benua Asia dan Australia diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Menurut Wyrtki (1961), keadaan musim di Indonesia terbagi menjadi tiga golongan, yaitu :
 Musim barat (Desember – April)
Pada musim Barat pusat tekanan udara tinggi berekembang diatas benua Asia dan pusat tekanan udara rendah terjadi diatas benua Australia sehingga angin berhembus dari barat laut menuju Tenggara. Di Pulau Jawa angin ini dikenal sebagai Angin Muson Barat Laut. Musim Barat umumnya membawa curah hujan yang tinggi di Pulau Jawa. Angin muson barat berhembus pada bulan Oktober - April, matahari berada di belahan bumi selatan, mengakibatkan belahan bumi selatan khususnya Australia lebih banyak memperoleh pemanasan matahari daripada benua Asia. Akibatnya di Australia bertemperatur tinggi dan tekanan udara rendah (minimum). Sebaliknya di Asia yang mulai ditinggalkan matahari temperaturnya rendah dan tekanan udaranya tinggi (maksimum).

Oleh karena itu terjadilah pergerakan angin dari benua Asia ke benua Australia sebagai angin muson barat. Angin ini melewati Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia serta Laut Cina Selatan. Karena melewati lautan tentunya banyak membawa uap air dan setelah sampai di kepulauan Indonesia turunlah
hujan. Setiap bulan November, Desember, dan Januari Indonesia bagian barat sedang mengalami musim hujan dengan curah hujan yang cukup tinggi.
 Musim Timur (April - Oktober)
Pada musim Timur pusat tekanan udara rendah yang terjadi diatas Benua Asia dan pusat tekanan udara tinggi diatas Benua Australia menyebabkan angin behembu dari Tenggara menuju Barat Laut. Di Pulau Jawa bertiup Angin Muson Tenggara. Selama musim Timur, Pulau Jawa biasanya mengalami kekeringan. Angin muson timur berhembus setiap bulan April - Oktober, ketika matahari mulai bergeser ke belahan bumi utara. Di belahan bumi utara khususnya benua Asia temperaturnya tinggi dan tekanan udara rendah (minimum). Sebaliknya di benua Australia yang telah ditinggalkan matahari, temperaturnya rendah dan tekanan udara tinggi (maksimum). Terjadilah pergerakan angin dari benua Australia ke benua Asia melalui Indonesia sebagai angin muson timur. Angin ini tidak banyak menurunkan hujan, karena hanya melewati laut kecil dan jalur sempit seperti Laut Timor, Laut Arafuru, dan bagian selatan Irian Jaya, serta Kepulauan Nusa Tenggara. Oleh sebab itu, di Indonesia sering menyebutnya sebagai musim kemarau.

Di antara kedua musim, yaitu musim penghujan dan kemarau terdapat musim lain yang disebut Musim Pancaroba (Peralihan). Peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau disebut musim kemareng, sedangkan peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan disebut musim labuh. Adapun ciri-ciri musim pancaroba (peralihan), yaitu antara lain udara terasa panas, arah angin tidak teratur, sering terjadi hujan secara tiba-tiba dalam waktu yang singkat dan lebat.
 Musim Peralihan (Maret – Mei dan September – November)
Periode Maret – Mei dikenal seagai musim Peralihan I atau Muson pancaroba awal tahun, sedangkan periode Septemer – November disebt musim peralihan II atau musim pancaroba akhir tahun. Pada musim-musim Peralihan, matahari bergerak melintasi khatulistiwa, sehingga angin menjadi lemah dan arahnya tidak menentu.
 Selain angin muson barat dan timur juga terdapat angin lokal. Angin ini bertiup setiap hari, seperti angin darat, angin laut, angin lembah dan angin gunung.
Angin lokal dapat di jelaskan sebagai berikut :
Angin Darat dan Angin Laut
Angin ini terjadi di daerah pantai yang diakibatkan adanya perbedaan sifat daratan dan lautan. Pada malam hari daratan lebih dingin daripada lautan sehingga di daratan merupakan daerah maksimum yang menyebabkan terjadinya angin darat. Sebaliknya, pada siang hari terjadi angin laut. Perhatikan gambar di bawah ini. Kedua angin ini banyak dimanfaatkan oleh para nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pada malam hari saat bertiupnya angin darat, para nelayan pergi menangkap ikan di laut. Sebaliknya pada siang hari saat bertiupnya angin laut, para nelayan pulang dari penangkapannya.

Angin Lembah dan Angin Gunung
Pada siang hari puncak gunung lebih cepat menerima panas daripada lembah yang dalam keadaan tertutup. Puncak gunung tekanan udaranya minimum dan lembah tekanan udaranya maksimum. Karena keadaan ini maka udara bergerak dari lembah menyusur lereng menuju ke puncak gunung. Angin dari lembah ini disebut angin lembah. Pada malam hari puncak gunung lebih cepat mengeluarkan panas daripada lembah. Akibatnya di puncak gunung bertekanan lebih tinggi (maksimum) dibandingkan dengan di lembah (minimum) sehingga angin bertiup dari puncak gunung menuruni lereng menuju ke lembah. Angin dari puncak gunung ini disebut angin gunung.

sumber:
Anonim. 2006. About WR Plot. http:// www.weblakes.com: 28 November 2008
Farita, Yadranka. 2006. Variabilitas Suhu di Perairan Selatan Jawa Barat dan Hubungannya dengan Angin Muson, Indian Ocean Dipole Mode dan El Nino Southern Oscilation.Skripsi. Departemen Ilmu Kelautan., Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauta, Institut Pertanian Bogor.
Meyers, G. 1996. Variation of Indonesia Throughflow and the El-nino-Southern Oscillation. Journal of Geophysical Research, Vol. 101. American Geophysical Union
Pariwono, J.I. 1989. Gaya Penggerak Pasang Surut. Dalam Pasang Surut. Ed. Ongkosongo, O.S.R. dan Suyarso. P3O-LIPI. Jakarta. Hal. 13-23
Sakti. Eko Putra. 2004. Variabilitas Angin dan Paras Laut Serta Interaksinya di Perairan Utara dan Selatan Pulau Jawa. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of Southeast Asean Waters. Naga Report \',I. 2. The University of California, La Jolla, California.

Diposkan oleh aldo fansuri di Senin, Desember 21, 2009

Label: oseanografi

Pasang Surut
0

Definisi Pasang Surut
Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi.Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil. Pasang surut yang terjadi di bumi ada tiga jenis yaitu: pasang surut atmosfer (atmospheric tide), pasang surut laut (oceanic tide) dan pasang surut bumi padat (tide of the solid earth).


Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari

Teori Pasang Surut
Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory)
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727). Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966). Untuk memahami gaya pembangkit passng surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2 yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari.

Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut atau GPP (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).

Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)
Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstitue-konstituennya. Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi teori kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut adalah :
• Kedalaman perairan dan luas perairan
• Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)
• Gesekan dasar

Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara benda membelok ke kanan, sedangkan di belahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di equator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda tersebut.

Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasut, gaya Coriolis mempengaruhi arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut dan menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan persamaan gelombang pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka semaikin besar pengaruh gesekannya.

Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki, 1961).

Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Priyana,1994).

Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari. Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut, yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana,1994)

Tipe Pasang Surut
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2. pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
3. pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di Selat Karimata
2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andaman.
3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal)
Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur

Penentuan tipe pasang surut dapat menggunakan rumus Formzahl sebagai berikut (Dietrich et al dalam Panjaitan, 1992) :
F=(K1+o1)/(M2+S2)

dimana :
F = Nilai Formzahl
K1 dan O1 = Amplitudo komponen pasut diurnal
M2 dan S2 = Amplitudo komponen semi diurnal
Dengan kisaran nilai Formzahl adalah :
0.00 < F ≤ 0.25 = Tipe semi diurnal
0.25 < F ≤ 1.50 = Tipe campuran semidiurnal
1.50 < F ≤ 3.00 = Tipe campuran diurnal
F ≥ 3.00 = Tipe diurnal

Arus Pasut
Gerakan air vertikal yang berhubungan dengan naik dan turunnya pasang
surut, diiringi oleh gerakan air horizontal yang disebut dengan arus pasang
surut. Permukaan air laut senantiasa berubah-ubah setiap saat karena gerakan pasut, keadaan ini juga terjadi pada tempat-tempat sempit seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan arus pasut (Tidal current). Gerakan arus pasut dari laut lepas yang merambat ke perairan pantai akan mengalami perubahan, faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah berkurangnya kedalaman (Mihardja et,. al 1994).

Menurut King (1962), arus yang terjadi di laut teluk dan laguna adalah akibat massa air mengalir dari permukaan yang lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah yang disebabkan oleh pasut. Arus pasang surut adalah arus yang cukup dominan pada perairan teluk yang memiliki karakteristik pasang (Flood) dan surut atau ebb. Pada waktu gelombang pasut merambat memasuki perairan dangkal, seperti muara sungai atau teluk, maka badan air kawasan ini akan bereaksi terhadap aksi dari perairan lepas.
Pada daerah-daerah di mana arus pasang surut cukup kuat, tarikan gesekan pada dasar laut menghasilkan potongan arus vertikal, dan resultan turbulensi menyebabkan bercampurnya lapisan air bawah secara vertikal. Pada daerah lain, di mana arus pasang surut lebih lemah, pencampuran sedikit terjadi, dengan demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air dengan kepadatan berbeda) dapat terjadi. Perbatasan antar daerah-daerah kontras dari perairan yang bercampur dan terstratifikasi seringkali secara jelas didefinisikan, sehingga terdapat perbedaan lateral yang ditandai dalam kepadatan air pada setiap sisi batas.

Alat-alat Pengukuran Pasang Surut
Beberapa alat prngukuran pasang surut diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tide Staff. Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau centi meter. Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan.Tide Staff (papan Pasut) merupakan alat pengukur pasut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat.

Syarat pemasangan papan pasut adalah :
1. Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut terendah masih tergenang oleh air
2. Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah aliran sungai (aliran debit air).
3. Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang menyebabkan air bergerak secara tidak teratur
4. Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk diamati dan dipasang tegak lurus
5. Cari tempat yang mudah untuk pemasangan misalnya dermaga sehingga papan mudah dikaitkan
6. Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data pasang surut mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi
7. Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil
8. Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus dan sampah
2. Tide gauge.

Merupakan perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan otomatis. Alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut yang kemudian direkam ke dalam komputer.. Dalam http://laut.gd.itb.ac.id tide gauge terdiri dari dua jenis yaitu :
• Floating tide gauge (self registering)
Prinsip kerja alat ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang dapat diketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Pengamatan pasut dengan alat ini banyak dilakukan, namun yang lebih banyak dipakai adalah dengan cara rambu pasut.
• Pressure tide gauge (self registering)
Prinsip kerja pressure tide gauge hampir sama dengan floating tide gauge, namun perubahan naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan tekanan pada dasar laut yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Alat ini dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada di bawah permukaan air laut tersurut, namun alat ini jarang sekali dipakai untuk pengamatan pasang surut.
3. Satelit.
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya sistem satelit Geos-3. Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang yaitu mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Prinsip Dasar Satelit Altimetri adalah satelit altimetri dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit.

Prinsip penentuan perubahan kedudukan muka laut dengan teknik altimetri yaitu pada dasarnya satelit altimetri bertugas mengukur jarak vertikal dari satelit ke permukaan laut. Karena tinggi satelit di atas permukaan ellipsoid referensi diketahui maka tinggi muka laut (Sea Surface Height atau SSH) saat pengukuran dapat ditentukan sebagai selisih antara tinggi satelit dengan jarak vertikal. Variasi muka laut periode pendek harus dihilangkan sehingga fenomena kenaikan muka laut dapat terlihat melalui analisis deret waktu (time series analysis). Analisis deret waktu dilakukan karena kita akan melihat variasi temporal periode panjang dan fenomena sekularnya (http://gdl.geoph.itb.ac.id)

Pasang Surut di Perairan Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan yaitu Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik serta posisinya yang berada di garis katulistiwa sehingga kondisi pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup besar. Hasil pengukuran tinggi pasang surut di wilayah laut Indonesia menunjukkan beberapa wilayah lepas laut pesisir daerah Indonesia memiliki pasang surut cukup tinggi. Gambar 15 memperlihatkan peta pasang surut wilayah lautan Indonesia. Dari gambar tersebut tampak beberapa wilayah lepas laut pesisir Indonesia yang memiliki pasang surut cukup tinggi antara lain wilayah laut di timur Riau, laut dan muara sungai antara Sumatera Selatan dan Bangka, laut dan selat di sekitar pulau Madura, pesisir Kalimantan Timur, dan muara sungai di selatan pulau Papua (muara sungai Digul) (Sumotarto, 2003).

Keadaan pasang surut di perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari Samudra Pasifik dan Hindia serta morfologi pantai dan batimeri perairan yang kompleks dimana terdapat banyak selat, palung dan laut yang dangkal dan laut dalam. Keadaan perairan tersebut membentuk pola pasang surut yang beragam. Di Selat Malaka pasang surut setengah harian (semidiurnal) mendominasi tipe pasut di daerah tersebut. Berdasarkan pengamatan pasang surut di Kabil, Pulau Batam diperoleh bilangan Formzhal sebesar 0,69 sehingga pasang surut di Pulau Batam dan Selat Malaka pada umumnya adalah pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol. Pasang surut harian (diurnal) terdapat di Selat Karimata dan Laut Jawa. Berdasarkan pengamatan pasut di Tanjung Priok diperoleh bilangan Formzhal sebesar 3,80. Jadi tipe pasut di Teluk Jakarta dan laut Jawa pada umumnya adalah pasut bertipe tunggal. Tunggang pasang surut di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai dengan 6 meter. Di Laut Jawa umumnya tunggang pasang surut antara 1 – 1,5 m kecuali di Selat madura yang mencapai 3 meter. Tunggang pasang surut 6 meter di jumpai di Papua (Diposaptono, 2007).

sumber:
Defant, A. 1958. Ebb And Flow. The Tides of Earth, Air, and Water. The University of Michigan Press, Michigan.

Diposaptono, S. 2007. Karakteristik Laut Pada Kota Pantai. Direktorat Bina Pesisir, Direktorat Jendral Urusan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Dronkers, J. J. 1964. Tidal Computations in rivers and coastal waters. North-Holland Publishing Company. Amsterdam

Gross, M. G.1990. Oceanography ; A View of Earth Prentice Hall, Inc. Englewood Cliff. New Jersey

King, C. A. M. 1966. An Introduction to Oceanography. McGraw Hill Book Company, Inc. New York. San Francisco.

Mac Millan, C. D. H. 1966. Tides. American Elsevier Publishing Company, Inc., New York

Miharja, D. K., S. Hadi, dan M. Ali, 1994. Pasang Surut Laut. Kursus Intensive Oseanografi bagi perwira TNI AL. Lembaga Pengabdian masyarakat dan jurusan Geofisika dan Meteorologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Pariwono, J.I. 1989. Gaya Penggerak Pasang Surut. Dalam Pasang Surut. Ed. Ongkosongo, O.S.R. dan Suyarso. P3O-LIPI. Jakarta. Hal. 13-23

Pickard, G. L. 1993. Descriptive Physical Oceanography. Pergamon Press. Oxford.

Pond dan Pickard, 1978. Introductory to Dynamic Oceanography. Pergamon Press, Oxford

Priyana, 1994. Studi pola Arus Pasang Surut di Teluk Labuhantereng Lombok. Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanandan Kelautan.Institut Pertanian Bogor

Wyrtki, K. 1961. Phyical Oceanography of the South East Asian Waters. Naga Report Vol. 2 Scripps, Institute Oceanography, California.

www.dishidros.or.id
www.laut.gd.itb.ac.id
www.gdl.geoph.itb.ac.id

Diposkan oleh aldo fansuri di Senin, Desember 21, 2009

Label: oseanografi

Minggu, 20 Desember 2009
Fosfat
0

1 Latar Belakang
Di perairan unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Senyawa fosfor membentuk kompleks ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat tidak larut, dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh algae akuatik (Jeffries dan Mill dalam Effendi 2003).
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur utama lain yang merupakan penyusun boisfer karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer. Pada kerak bumi, keberadaan fosfor relatif sedikit dan mudah mengendap. Fosfor juga merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan.


Materi yang menyusun tubuh organisme berasal dari bumi. Materi yang berupa unsur-unsur terdapat dalam senyawa kimia yang merupakan materi dasar makhluk hidup dan tak hidup. Siklus biogeokimia atau siklus organik anorganik adalah siklus unsur atau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia.

2.1 Sumber dan Distribusi
Fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme untuk pertumbuhan dan sumber energi. Fosfor di dalam air laut, berada dalam bentuk senyawa organik dan anorganik. Dalam bentuk senyawa organik, fosfor dapat berupa gula fosfat dan hasil oksidasinya, nukloeprotein dan fosfo protein. Sedangkan dalam bentuk senyawa anorganik meliputi ortofosfat dan polifosfat. Senyawa anorganik fosfat dalam air laut pada umumnya berada dalam bentuk ion (orto) asam fosfat (H3PO4), dimana 10% sebagai ion fosfat dan 90% dalam bentuk HPO42-. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam pembentukan protein dan membantu proses metabolisme sel suatu organisme (Hutagalung et al, 1997).

Sumber fosfat diperairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari sekitarnya. Keberadaan fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi, antara lain dalam bentuk ion H2PO4-, HPO42-, PO43-. Fosfat diabsorpsi oleh fitoplankton dan seterusnya masuk kedalam rantai makanan. Senyawa fosfat dalam perairan berasal daari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan, dan dari laut sendiri. Peningkatan kadar fosfat dalam air laut, akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi (blooming) fitoplankton yang akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan secara massal. Batas optimum fosfat untuk pertumbuhan plankton adalah 0,27 – 5,51 mg/liter (Hutagalung et al, 1997).

Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada proses fotosintesis dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP dan Nukleotid koenzim). Penyerapan dari fosfat dapat berlangsung terus walaupun dalam keadaan gelap. Ortofosfat (H3PO4) adalah bentuk fosfat anorganik yang paling banyak terdapat dalam siklus fosfat. Distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses biologi dan fisik. Dipermukaan air, fosfat di angkut oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis. Konsentrasi fosfat di atas 0,3 µm akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan pada banyak spesies fitoplankton. Untuk konsentrasi dibawah 0,3 µm ada bagian sel yang cocok menghalangi dan sel fosfat kurang diproduksi. Mungkin hal ini tidak akan terjadi di laut sejak NO3 selalu habis sebelum PO4 jatuh ke tingkat yang kritis. Pada musim panas, permukaan air mendekati 50% seperti organik-P. Di laut dalam kebanyakan P berbentuk inorganik. Di musim dingin hampir semua P adalah inorganik. Variasi di perairan pantai terjadi karena proses upwelling dan kelimpahan fitoplankton. Pencampuran yang terjadi dipermukaan pada musim dingin dapat disebabkan oleh bentuk linear di air dangkal. Setelah musim dingin dan musim panas kelimpahan fosfat akan sangat berkurang.

Fosfor berperan dalam transfer energi di dalam sel, misalnya yang terdapat pada ATP (Adenosine Triphospate) dan ADP (Adenosine Diphosphate). Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan . Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfat. Setelah masuk kedalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi organofosfat. Fosfat yang berikatan dengan ferri [Fe2(pO4)3] bersifat tidak larut dan mengendap didasar perairan. Pada saat terjadi kondisi anaerob, ion besi valensi tiga (ferri) ini mengalami reduksi menjadi ion besi valensi dua (ferro) yang bersifat larut dan melepaskan fosfat keperairan, sehingga meningkatkan keberadaan fosfat diperairan (Effendi 2003).

2.2 Spesiasi Kimia
Secara rinci perputaran campuran organik –P yang ditunjukkan di permukaan air secara garis besar tidak diketahui. Sepenuhnya adalah larutan inorganik fosfor seperti hasil ionisasi pada H3PO4
H3PO4->H+ + H2PO4
H3PO4->H+ + HPO42-
H3PO4->H+ + PO43-

Pecahan pada bentuk ini dibatasi oleh pH dan komposisi pada air. Ionisasi konstan untuk tiga tahap penguraian dapat didefinikan sebagai :
K1 = [H+] [H2PO4] [H3PO4]
K2 = [H+] [HPO42-] [H2PO4-]
K3 = [H+] [PO33-] [HPO42-]

2.3 Proses pengambilan secara Fisik dan Biologi
Ortofosfat dihasilkan dari dekomposisi tanaman atau jaringan yang membusuk, karena hal tersebut merupakan proses yang mudah dan cepat maka terjadi sangat tinggi di kolom perairan sehingga menyediakan fosfat untuk tanaman ( Davis dalam Effendi, 1987). Ketika fitoplankton mati, organik-P dengan cepat berubah menjadi fosfat. Banyak fitoplankton dikonsumsi oleh zooplankton dimana proses ini menghasilkan PO4.

Inorganik fosfat terlarut terdiri atas 90% dari total fosfor selama waktu ketika produksi organik, maka dari itulah proses pengambilan rendah. Tipe ini muncul saat musim dingin. Saat musim panas, ketika produktifitas tinggi inorganik fosfat berkurang setengah dari jumlah total.

2.4 Siklus Alami Fosfat
Banyak sumber fosfat yang di pakai oleh hewan, tumbuhan, bakteri, ataupun makhluk hidup lain yang hidup di dalam laut. Misalnya saja fosfat yang berasal dari feses hewan (aves). Sisa tulang, batuan, yang bersifat fosfatik, fosfat bebas yang berasal dari proses pelapukan dan erosi, fosfat yang bebas di atmosfer, jaringan tumbuhan dan hewan yang sudah mati. Di dalam siklus fosfor banyak terdapat interaksi antara tumbuhan dan hewan, senyawa organik dan inorganik, dan antara kolom perairan, permukaan, dan substrat. Contohnya beberapa hewan melepaskan sejumlah fosfor padat di dalam kotoran mereka.

Dalam perairan laut yang normal, rasio N/P adalah sebesar 15:1. Ratio N/P yang meningkat potensial menimbulkan blooming atau eutrofikasiperairan, dimana terjadi pertumbuhan fitoplankton yang tidak terkendali. Eutrofikasi potensial berdampak negatif terhadap lingkungan, karena berkurangnya oksigen terlarut yang mengakibatkan kematian organisme akuatik lainnya (asphyxiation), selain keracunan karena zat toksin yang diproduksi oleh fitoplankton (genus Dinoflagelata). Fitoplankton mengakumulasi N, P, dan C dalam tubuhnya, masing – masing dengan nilai CF (concentration factor) 3 x 104 untuk P, 16(3 x 104) untuk N dan 4 x 103 untuk C (Sanusi 2006).

2.5 Ketersediaan Fosfor
Studi tentang sirkulasi fosfor di lingkungan perairan laut merupakan perhatian di berbagai bidang ilmu bidang ilmu. Dengan menggunakan 32P para peneliti menghasilkan kesimpulan umum bahwa bahwa konsentrasi fosfor akan berubah karena fosfor merupakan salah satu zat yang digunakan oleh fitoplankton dalam proses metabolisme. Damanhuri (1997) menyatakan bahwa kadar fosfat akan semakin tinggi dengan menurnya kedalaman. Konsentrasi fosfat relatif konstan pada perairan dalam biasanya terjadi pengendapan sehingga nutrien meningkat seiring dengan waktu karena proses oksidasi f dan bahan organik. Adanya proses run off yang berasal dari daratan akan mensuplai kadar fosfat pada lapisan permukaan, tetapi ini tidak terlalu besar. Penambahan terbesar dari lapisan dalam melalui proses kenaikan masa air.

Fosfor muncul pada bagian yang beragam di dalam lingkungan bahari, beberapa muncul dalam bentuk susunan organik seperti protein dan gula, beberapa juga muncul dalam bentuk kalsium organik dan sebagian dalam bentuk inorganik dan partikel besi fosfat, lalu juga dalam bentuk fosfat terlarut, walaupun fosfor muncul dalam konsentrasi dibawah nitrogen, tapi pada kenyataanya fosfor dapat dengan mudah di buat atau tersedia di dalam atau tersedia di dalam zona penetrasi cahaya yang mencegah fosfor menjadi faktor pembatas di dalam produktifitas bahari.

Diperairan, bentuk unsur fosfor berubah secara terus menerus akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik, dan bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Semua polifosfat mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat. Perubahan ini bergantung pada suhu yang mendekati titik didih, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini meningkat dengan menurunnya nilai pH. Perubahan polifosfat menjadi ortofosfat pada air limbah yang mengandung banyak bakteri lebih cepat dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada air bersih.

Keberadaan fosfor diperairan alami biasanya relative kecil, dengan kaar yang lebih sedikit dari pada kadar nitrogen. Fosfor tidak bersifat toksik bagi manusia, hewan, dan ikan. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya mathari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan. Pada saat perairan cukup mengandung fosfor, algae mengakumulasi fosfor di dalam sel melebihi kebutuhannya. Fenomena yang demikian dikenal istilah konsumsi berlebih (luxury consumption). Kelebihan fosfor yang diserap akan dimanfaatkan pada saat perairan mengalami defisiensi fosfor, sehingga algae masih dapat hidup untuk beberapa waktuselama periode kekeurangan pasokan fosfor (Effendi 2003)

Berdasarkan kadar fosfat total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: perairan dengan tingkat kesuburan rendah yang memiliki kadar fosfat total berkisar antara 0 – 0.02 mg/liter; perairan dengan tingkat kesuburan sedang memiliki kadar fosfat 0.021 – 0.05 mg/liter; dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, memiliki kadar fosfat total 0.051 – 0.1 mg/liter (Effendi, 2003)

Pehitungan persen pada beragam bentuk fosfat di H2O, NaCl, air laut, seperti sebuah fungsi pada pH. Di laut dalam ion fosfat bentuknya lebih penting (50% pada P= 1000 bar atau 10.000 m ). H2PO4- bebas adalah lebih besar dengan persentase 49%, MgPO4-, 46%, dan 5% CaHPO4. Sementara PO43- 27% seperti MgPO4- dan 73% seperti CaPO4.

Siklus Fosfat Di Laut

Fosfor merupakan bagian protoplasma yang penting, cenderung “beredar”, senyawa-senyawa organik terurai dan akibatnya menghasilkan fosfat yang kembali tersedia bagi tumbuh-tumbuhan. Reservoir yang tersbesar dari fosfor adalah bukan udara, melainkan batu-batuan atau endapan-endapan lain yang telah terbentuk pada abad-abad geologis yang telah lalu. Dan semua itu berangsur-angsur terkikis, melepaskan fosfat kedalam ekosistem-ekosistem, tetapi banyak juga yang lepas kedalam laut, dimana sebagian dari padanya di endapkan dalam sedimen-sedimen dangkal, dan sebagian lagi hilang ke sedimen-sedimen yang lebih dalam. Cara-cara pengendalian fosfor kedaurnya sekarang atau yang ada kurang mencukupi untuk mengganti yang hilang (Odum, 1993).

Di beberapa bagian dari dunia sekarang ini tidak terdapat pengangkatan atau pemunculan sedimen yang luas, dan kegiatan burung-burung laut dan ikanpun (dibawa oleh binatang dan manusia kedarat) tidak cukup. Burung-burung laut jelas berperan penting dalam pengambilan fosfor ke dalam daur (bukti endapan Guano di Peru yang terkenal). Pemindahan fosfor dan bahan-bahan lain oleh burung-burung dari laut ke dartan masih terus berlangsung, tetapi tidak dengan laju yang sama. Tampaknya manusia juga berperan dalam proses penghilangan fosfor. Walaupun manusia banyak mengambil ikan laut, Hutchinson menaksir bahwa hanya kurang lebih 60.000 ton fosfor unsur pertahun yang dikembalikan dalam jalan ini, dibandingkan dengan satu atau dua juta ton batuan fosfat yang ditambang dan kebanyakan tercuci serta hilang. Ahli-ahli pertanian memberitahukan, tidak perlu khawatir karena batuan fosfat cadangan masih besar. Justru sekarang, manusia lebih memperhatikan “ kekacauan dan kemacetan lalu lintas” fosfat yang larut dalam jalan-jalan perairan yang di akibatkan dari meningkatnya “pengikisan” yang tidak dapat di imbangi atau diganti oleh “sisitem protoplasma” dan “sedimentasi” (Odum, 1993).

Fosfor tidak bergerak secara merata dan lancar dari organisme ke lingkungan dan kembali ke organisme. Umumnya laju pengambilan lebih cepat dari pada laju pelepasan. Tumbuh-tumbuhan siap mengambil fosfor dalam keadaan gelap maupun keadaan-keadaan lain apabila mereka tidak dapat mempergunakannya. Selama periode pertumbuhan yang cepat dari produsen-rodusen yang sering kali terjadi dalam musim semi, semua fosfor yang tersedia sudah terikat dalam produsen-produsen dan konsumen-konsumen. Konsentrasi fosfor pada sesuatu saat dapat mempunyai sedikit hubungan dengan produktifitas ekosistem. Tingkat yang rendah dari fosfat yang larut berarti bahwa sistemnya dimiskinkan atau sistemnya secara metabolisme sangat giat, hanya dengan pengukuran laju dari pemasukan keadaan sebenarnya dapat ditentukan (Odum, 1993).

sumber:

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius
Hutagalung, Horas P, Deddy Setiapermana, dan Hadi Riyono. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Odum, Eugene P. 1993. Dasar – Dasar Ekologi. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada
Sanusi, Harpasis. 2006. KIMIA LAUT Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Google Earth

Setelah Sukses dengan Google Earth, Para ilmuan Mountain View (kota markas google) kini mencoba mengeplorasi kedalam laut. Bukan hanya laut, tetapi juga dasarlautnya. Peta ini nantinya disuguhkan dalam format 3D. Software ini akan memungkinkan penggunanya untuk melihat-lihat isi lautan dengan tombol navigasi. Kedepan, rencana pengembangan software ini adalah penambahan dengan data-data penting seputar dasar laut seperti: Kondisi cuaca disekitar laut tersebut, jenis coral yang hidup di Dasar lautan itu, Bangkai kapal terkenal yang ada di dasar lautan itu, dan tak ketinggalan arus lautan itu.

Goal utama dari google ocean ini sendiri adalah membuat foto beresolusi tinggi (setinggi mungkin) agar nantinya software ini bukan hanya bisa dijadikan informasi tetapi juga bahan penelitian bawah laut.

Seperti layaknya google Earth, Google ocean ini nantinya juga dirancang “internet base”. jadi, anda harus mengakses database mereka untuk mendapatkan gambar dasar lau yang anda cari. Kita tunggu saja kapan software ini akan rampung dan diluncurkan ke publik. Ya.. mengingat explorasi bawah laut ini tentunya akan lebih sulit daripada permukaan bumi.

Sebelumnya, google map juga sudah mempunyai peta bangkai kapal, peta kabel bawah laut, peta suhu laut, dll. berikut gambarnya:

Gambar Peta kabel bawah laut dari Google Map. data dari Kingfisher information service

Peta kabel bawah tanah dari google map. dari Submarine cables in Google Maps

Peta bangkai kapal dari http://www.justmagic.com/_externsite/GE/Narcose29_GE.kmz

About 4000 shipwrecks and 800 obstructions in Google Maps

Peta Suhu lautan dari Space Science and Engineering Center

Peta Magnetik Bumi dari Google Map.