Senin, 05 April 2010

Pangandaran … O la la (trip to Nusakambangan

Pangandaran … O la la (trip to Nusakambangan

Sejenak mari kita sedikit mengenali Pangandaran. Pangandaran adalah sebuah destinasi yang unik dikelilingi oleh Pantai ; timur & barat. Timur Pangandaran terdapat pelabuhan & pelelangan ikan, tempat nelayan, bagang & semua yang terkait hasil laut diperdagangkan, termasuk ikan asin yang terkenal itu, jambal roti. Sedangkan barat Pangandaran dipenuhi oleh perahu bercadik dua yang nampaknya khusus untuk wisata laut, pantai berpasir membentang jauh hingga ke ujung mata. Timur & barat hanya dipisahkan oleh beberapa ruas jalan berjarak tak lebih dari 100-an meter.

Ruas utama jalan antara timur & barat searah ke terminal bis, bila pagi hari terdapat penjual nasi kuning dengan lauk lengkap cuma seharga Rp. 3.500,-/bungkus, atau boleh juga menikmati serabi dengan tempe mendoan sepasang cuma dihargai Rp.1.000,-. Ihwal serabi berlauk tempe mendoan ini punya cerita sendiri. Saya yang terbiasa menikmati serabi dengan kuah gula aren, keju atau coklat, dll jadi merasa bahwa ini adalah cara makan serabi bergaya baru & tak sadar lalu nyeletuk ;”mBak ide baru ya, serabi dimakan dengan tempe mendoan…”, Tanpa menoleh mBak pembakar serabi menjawab ;”Mas ini mah gaya lama, gaya asli … emang asalnya serabi dimakan ama mendoan…!“. Dek … malu rasanya. Sore hari hingga malam hari dijalan itu juga, ada bakul nasi pecel dengan lauk gorengan yang juga murah meriah, sementara disisi lainnya terdapat penjual sate ayam kampung berharga ekonomis cuma Rp1.000,-/tusuk, rasanya? … eleh eleh nikmat. Disepanjang jalan Pantai Pangandaran terdapat penjual makanan, nasi timbel Rp1.000,-/bungkus dengan lauk pilih sendiri, telur asin misalnya cuma Rp.2.000,-/biji.

Hotel atau penginapan tak usah bingung, sepanjang pantai & hampir disetiap ruas jalan pasti ada, mulai yang berbintang hingga melati atau bahkan rumah-rumah penduduk, dari Rp50.000,- sampai berjut-jut juga ada. Transportasi dari sepeda, becak, motor hingga mobil dengan sewa relative sama dengan daerah lainnya di Indonesia, tinggal pandai-pandai saja menawar. ATV beroda tiga buatan china disewakan antara Rp.75.000,- hingga Rp.100.000,-/jam. Pasar wisata juga tersedia berdekatan dengan jejeran penjual ikan bakar. Dan fantastiknya semua itu dapat dijangkau dalam waktu yang singkat karena jarak yang dekat sehingga pastinya mampu menghemat budget, cukup dengan becak pp antara 10-20 rb saja.

Kemarin setelah sekitar 1jaman meninggalkan Green Canyon, perahu melaju menyisir sisi pantai barat Pangandaran, jejeran pohon kelapa yang nantinya diolah menjadi produk andalan Pangandaran ; gula kelapa, segera terlewati dan nampaklah tebing-tebing mirip Tanah Lot di Bali, Batu Hiu namanya yang sayangnya tidak dapat kami darati akibat ombak yang demikian kuat menghempas. Perahu segera merapat begitu tiba di Batu Karas, pasir didasar laut segera nampak sekuat apapun kaki dikibaskan. Jernih, sebening air dikolam olimpiade. Akibatnya kami betah berlama-lama bermain, berenang dan berendam dilaut Batu Karas.

Hari kedua di Pangandaran kami isi kembali dengan berperahu membelah laut menyusuri sisi luar tebing cagar alam Pangandaran dari pantai barat, memutar hingga mencapai pantai timur menuju ke Nusakambangan di Cilacap. Untuk trip yang memakan waktu hampir sehari penuh ini, budget yang harus dikeluarkan adalah R.1.400.000,- sudah termasuk lintas cagar alam, mancing & umpan, makan,minum serta servis lainnya jika ada.

Segera setelah perahu meninggalkan pantai, bebatuan cadas menyembul dari perut laut, tebing-tebing menjulang dari cagar alam membentuk benteng menahan hempasan gelombang laut selatan. Pecahan ombak terlihat begitu indahnya. Paduan keras dengan lembut, angin dengan kesunyian, ombak dengan tebing, alam hijau dengan karang, … sungguh sempurna indahnya.

Tak berapa lama kamipun melewati pantai pasir putih barat yang menyatu dengan cagar alam. Dikejauhan mulai terlihat tebing-tebing, ada yang menyerupai layar perahu, sehingga mendapat julukan “Batu Layar 1, Batu Layar 2 & Batu Layar 3. Ada juga yang sepintas jika diperhatikan mirip kepala gorilla, kodok sedang kawin, dll. Semua itu berpadu serasi dengan air terjun 1, 2, 3, 4 … dst tak terhitung lagi. Kami kemudian menjulukinya “Tebing Sejuta Air Terjun”. Goa-goa alampun bertebaran dimana-mana, ada yang berisi wallet, ada pula yang gelap menyimpan seribu misteri, namun ada pula yang disebut dengan “Goa Karang Bolong”, … disini kami beruntung mendapat tekong perahu yang lihai, ditambah dengan suasana laut yang sedang bersahabat, pada saat yang tepat perahu bercadik dua diarahkan ke mulut gua … deg deg deg hati ini yang kemudian berubah menjadi kekaguman ketika perahu mulus memasuki mulut goa, kami disambut oleh tetesan air dari atas dinding goa, bagai hujan deras & … disana disudut kanan tebing air terjun tercurah deras dari ketinggian sekitar belasan meter. Wawwwww …

Bentangan tebing kemudian berganti dengan deretan bagang & beberapa nelayan sedang mancing di pantai timur Pangandaran. Sejenak atmosfir berubah.

Perahu terus melaju, kami kemudian melintasi lokasi water boom, Pantai Karang Nini (ssst … kata sang tekong; disekitar itu terdapat 3 tempat mencari pesugihan, tapi tidak kami rekomended dech), Pantai Pasir Kepala, Karapyak/ Pelatar Agung & berakhir di Nusakambangan.

Nama besar Nusakambangan segera menggetarkan hati, semilir angin & nyanyian merdu burung-burung membuat diri ini semakin terasa kecil saja. Pantai berpasir halus, alunan ombak, tebing-tebing, aliran sungai cukup deras, dan lagi … air terjun mengalir bebas dibeberapa tebing, saling mendukung indah.

Segera papan selancar kami turunkan, nasi segera ditanak dengan ranting-ranting kering. Beberapa dari kami menyiapkan pancing meluncur ke sudut Nusakambangan, hups … hups sebentar saja ikan-ikan telah terkumpul.

Puas bermain, kami berkumpul untuk mengisi kampong tengah … uennak dengan lauk cumi, udang & ikan segar. Hmmm … Nikmat wisata bahari masih kami penuhi lagi dengan mandi dari guyuran air terjun.

Sesaat perahu meluncur hendak balik ke Pangandaran, angin nampaknya keberatan dengan rencana kami, bekerjasama dengan ombak, mereka berusaha menghalangi. Ribut angin berceloteh ditingkahi dengan ombak yang terus saja mengayun perahu, tak jarang lidah ombak mengangkat, lalu menghempas dengan ketinggian berkisar 1 hingga 2 meter.

Kalau angin & ombak berfikir mereka mampu menahan kepergian kami, mereka salah besar. Sungguh kami justerus menikmati tarian angin & ombak itu. Kalau diair tawar sudah biasa dengan arung jeram, sekarang kami justeru menikmati apa yang kami sebut arung laut. Dorongan ombak mengangkat perahu, lalu menghempas ke permukaan laut & meninggalkan tubuh ini sejenak bagai tak ada grafitasi justeru menimbulkan teriakan gembira, hayyyo … hayyyo …. ha ha ha, asyik … tuch ada lagi, jaga …. Hayo, hayyyo … ha ha ha. Begitu terus berulang, kuyup bahagia seluruh tubuh ini oleh jilatan ombak yang menggila, elusan matahari sore yang teduh & sapaan angin yang berdesir. (bersambung … trip to Cagar Alam)

Tidak ada komentar: