Minggu, 10 Januari 2010

PROFESIONALITAS GURU GEOGRAFI

PROFESIONALITAS GURU GEOGRAFI DALAM PEMBENTUKAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN UNTUK MENCEGAH KERUSAKAN LINGKUNGAN GLOBAL

Oleh:

BUCHORI ASYIK

1. Pendahuluan

Pelajaran geografi di sekolah mengalami pasang surut, baik nama maupun materi ajarannya. Sekitar tahun 1960-an pelajaran geografi bernama Ilmu Bumi, dan sekitar tahun 1970-an dirubah menjadi Geografi karena dianggap lebih tepat mengingat Geografi bukan hanya memperlajari isi perut bumi melainkan juga mendiskripsi, menganalisis interaksi kehidupan manusia di atas permukaan bumi. Demikian juga perkembangan kurikulum di sekolah (1968, 1975, 1984, 1994, 2002, dan KTSP) selalu mengalami dinamika yang selalu menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dinamika materi dalam pelajaran geografi dimaksudkan untuk ikut serta menjawab tantangan zaman yang cepat berubah, terutama aspek lingkungan. Materi lingkungan melekat dengan mata pelajaran geografi karena kompetensinya meliputi aspek-aspek kebumian secara luas. Disinilah perlunya guru geografi yang profesional (memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesi). agar dapat memberikan pemahaman kepada peserta didiknya tentang permasalahan-permasalahan perubahan lingkungan yang bersifat lokal dan global serta interakasi keduanya yang akan dapat mempengaruhi kehidupan manusia secara global.

Sejak diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Repubulik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang kewenagan Pemerintah Pusat dan Daerah, gema dan dinamika pembangunan semakin berkembang dari yang pro-kontra meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dengan mengekploitasi sumberdaya alam sampai kepada ancaman lingkungan yang diakibatkannya. Hal ini menuntut semua pihak baik penyelenggara pemerintahan, masyarakat dan dunia pendidikan untuk memiliki pemahaman terhadap potensi wilayah yang dimiliki, sehingga pemanfaatan sumberdaya yang tersedia dapat optimal untuk kelangsungan hidup dalam kurun waktu yang lama bukan hanya untuk kepentingan sesaat. Disinilah esiensi pelajaran geografi di sekolah diberikan sejak dari Sekolah Dasar sampai ke jenjang yang lebih tinggi, karena pelajaran geografi di harapkan dapat memberikan bekal kepada siswa untuk mengenal potensi wilayah secara dini dan menimbulkan rasa cinta terhadap lingkungan sekitarnya.

Dalam tulisan singkat ini mencoba memaparkan bagaimana Prospektif Pendidikan Geografi berbasis kompetensi dalam mengenal wilayah pada era otonomi daerah.

2. Kurikulum Geografi

Jumlah jam pelajaran geografi di sekolah mengalami dinamika seirama dengan perkembangan kebutuhan yang diinginkan. Dalam kurikulum Sekolah Dasar jumlah jam pelajaran 4 jam masing-masing di kelas III-IV 2 jam pelajaran dan 2 jam di kelas V-VI; Di Jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 6 jam pelajaran masing-masing 2 jam yang diajarkan di kelas 1,2 dan 3. Di jenjang Sekolah Menengah Umum pada jurusan Ilmu Sosial dan Ilmu Alam masing-masing 6 jam yang diajarkan dari kelas 1 sampai kelas 3., sedangkan di jurusan Bahasa, pelajaran geografi tidak diajarkan. Apa pertimbangan para pakar penyusun kurikulum tidak memasukkan pelajaran geografi di jurusan Bahasa pada Sekolah Menengah Umum yang dapat menjawabnya para pakar penyusun kurikulum; akan tetapi dari sudut pandang orang geografi sangat aneh, karena pelajaran geografi selain sangat mendasar diketahui setiap siswa untuk mengenal wilayahnya, pelajaran geografi dapat memberikan inspirasi para calon sastrawan dalam menuliskan budaya di suatu tempat berdasarkan karakteristik wilayahnya..

Dalam kurikulum geografi berbasiskan kompetensi (2001) untuk sekolah menengah umum disebutkan bahwa fungsi pelajaran geografi adalah: (1) mengembangkan pengetahuan tentang pola-pola keruangan dan proses yang berkaitan; (2) mengembangkan keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi, mengkomunonikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi; (3) menumbuhkan sikap, kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan hidup dan sumber daya serta toleransi terhadap keanekaragaman sosial-budaya masyarakat.

Sedangkan tujuan pembelajaran geografi di sekolah adalah meliputi tiga aspek yaitu aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dalam aspek pengetahuan tujuan yang hendak dicapai pelajaran geografi adalah : (1) mengembangkan konsep dasar geografi yang berkaitan dengan pola keruangan dan proses-proses, (2) mengembangkan pengetahuan sumberdaya alam, peluang dan keterbatasan untuk dimanfaatkan, (3) mengembangkan konsep dasar geografi yang berhubungan dengan lingkungan sekitar, dan wilayah Negara di dunia. Dalam aspek ketrampilan tujuan yang ingin dicapai adalah (1) mengembangkan keterampilan mengenai lingkungan fisik, social dan binaan, (2) mengembangkan keterampilan mengumpulkan, mencatat data dan informasi yang berkaitan deengan aspek keruangan, (3) mengembangkan keterampilan analisis sintesis kecedenderungan dan hasiil-hasil dari interaksi berbagai gejala geografi; Sedangkan dari aspek sikap yang ingin dicapai dalam pelajaran geografi adalah (1) menumbuhkan kesadaran terhadap perubahan geografi yang terjadi di lingkungan sekitar, (2): mengembangkan sikap melindunngi dan tanggung jawab terhadap kualitas lingkungan hidup, (3) mengembangkan kepekaan terhadap permasalahan dalam pemanfaatan sumber daya, (4) mengembangkan sikap toleransi terhadap perbedaan sosial-budaya, dan (5) mewujudkan rasa cinta tanah air, pesatuan dan kesatuan bangsa. (Puskur Diknas, 2001)

Manfaat dan tujuan seperti yang di sebutkan di atas, harus dipahami oleh guru geografi dengan baik, sehingga dalam meramu materi dan menyampaikan kepada siswa dengan media yang tepat, dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk mendalami materi geografi lebih dalam dan menanamkan sikap cinta tanah air. Ini semua dapat dilakukan dengan tepat apabila guru geografi memahami falsafah geografi dengan baik, minimal menguasai tiga pendekatan yang dimiliki oleh geografi yaitu: pendekatan keruangan (Spatial Approach), pendekatan ekologi (Ecological Approach) dan regional komplek wilayah (Regional Compleks Apprroach). Mungkin sangat sulit tujuan yang ideal tersebut dapat tercapai manakala guru geografi yang menyampaikan tidak profesional; guru geografi yang profesional minimal mempunyai latar belakang pendidikan geografi, mempunyai pengalaman mengajar dan wawasan yang luas mengenai kebumian. Adalah sangat mungkin gejala kerusakan lingkungan di nagara kita, dis-integrasi bangsa, merupakan kesalahan kita dalam menyampaikan pemahaman materi geografi kepada anak didik, yang disebabkan oleh guru geografi tidak menguasai konsep geografi secara utuh. Hal ini terjadi diguga bahwa yang menjadi guru geografi di banyak tempat bukan bidang geografi, akan tetapi guru bidang lainnya yang hanya sekedar memenuhi tugas untuk menyampaikan materi kepada siswa sebagai suatu kewajiban bukan karena terpangggil oleh rasa tanggung jawab keprofesionalnya sebagai guru.geografi. Ke depan seharusnya guru geografi tidak lagi diajarkan oleh bukan guru yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan geografi, mengingat ketersediaan guru geografi saat ini telah cukup memadai dan kebutuhan saat ini adalah guru yang profesional pada bidangnya untuk mempersiapkan peserrta didik untuk menghadapi tantangan perceepatan perkembangan ilmu pengetahuan. Rasa tanggung jawab calon guru dan guru geografi serta dinas instansi pemakaian perlu konsisten terhadap membangun guru yang profesional dimasa datang. Janganlah mengajar karena memburu materi yang sedikit, akan tetapi mengajar dengan profesional akan mendatangkan materi yang lebih banyak.

3. Reformasi dalam Geografi

Dalam era globalisasi perlu peninjauan kembali terhadap kebijakan pendidikan, khususnya bidang geogafi. Kepedulian IGU (International Geographycal Union) terhadap pendidikan geografi dalam kongresnya di Praha tahun 1994 mengeluarkan suatu deklerasi yang disebut dengan Deklerasi Praha (Versappen, 1994 dalam Sutikno, 2001). Dalam deklerasi tersebut yang terkait dengan bidang pendidkan ada tiga butir yaitu:

(1) Pendidikan Geografi : Suatu subyek untuk semua Geografi mempunyai arti penting bagi semua orang, terutama pengambil keputusan. Dalam mempersiapkan masa depan yang cerah, geografi harus dijadikan sebagai subyek kurikulum inti pada sekolah menengah pertama dan di sekolah menengah atas, dan harus diajarkan di sekolah oleh guru yang terdidik. Penting bagi semua mahasiswa dari pendidikan formal untuk mengikuti program pemberlajaran geografi.

(2) Geografi dalam Pendidikan Tinggi, Kebanyakan mereka yang menempuh di Perguruan Tinggi memegang kunci sebagai pengambil kebijaksanaan dalam masyarakat yang harus memiliki persfektif nasional dan internasional dan mempunyai kompetensi dengan lingkungan. Program di pendidikan tinggi seharusnya memasukkan kajian geografi untuk meyakinkan bahwa lulusannya berwawasan geografis.

(3) Geografi untuk Orang Dewasa dan Pengetahuan masyarakat, Pemahaman geografi memberikan andil dalam mendidik semua orang untuk peduli terhadap lingkungan dalam kehidupannya sehari-hari. Sebagai pekerja, pengembang, konsumen dan warga masyarakat, harus mengetahui dan mengerti dampak lingkungan baik nasional maupun internasional terhadap tindakan atau kebijakannya. Pemahaman tersebut harus berlanjut selama hayat hidupnya sebagai individu, dan harus ditingkatkan persfektif geografiknya melalui berbagai bentuk pendidikan kejuruan, wajib belajar atua kedinasan.

Reformasi pendidikan telah dilakukan di berbagai Negara sejak dasawarsa 1980-an. Seorang penulis kebangsaan Malaysia di dalam bukunya terbitan 1992 menyatakan bahwa reformasi pendidikan telah dilakukan di berbagai Negara Asia. Sayangnya pada daftar nama Negara yang disebutkannya tidak terdapat nama Indonesia (Sutanto, 2000). Apa yang terjadi di negara barat pada dasawarsa 1960-an hingga 1980-an sangat mirip dengan apa yang kita alami hingga saat ini. Perhatian masyarakat dan mahasiswa terhadap geografi sangat kecil. Pengetahuan geografi siswa SD, SM, dan PT sangat minim. Geografi di sekolah tidak mandiri, melainkan digabungkan dengan sejarah atau ilmu sosial lainnya. Subyek geografi di sekolah sering diajar oleh guru non-geografi yang tidak profesional. Ekstrimnya tiga jurusan Geografi di universitass ternama (Michigan, Chicago, dan Columbia) di Amerika Serikat ditutup. Akan tetapi mereka segera menyadari kesalahannya dan segera melakukan reformasi pendidikan geografinya. Langkah mereka itu didasarkan atas pemikiran bahwa bagi siapa yang memahami kondisi geografis Negara- negara lain, dapat menguasai pasar bebas (Bednarz, 1994 dalam Sutanto, 2001). Dalam kalimat singkat sering dinyatakan : “ Informastion is a poweer”, yang diterapkan ke bidang geografi

Reformasi pendidikan di Inggris diawali dengan keluhan para guru tentang tidak proporsioanlnya kurikulum di sekolah dalam menghadapi masa depan. Keluhan tersebut disampaikkan ke menteri Pendidikan dan Sains. Pemerintah cepat tanggap dan sebagian besar keluhan itu tertuang dalam pidato Perdana Menteri Inggirs tahun 1976. Pidato ini merupakan awal debat besar tentag perlunya reformasi kurikulum pendidikan. Hasil dialog dengan pemerintah membuahkan Undang-Undang Reformasi Pendidikan yang disyahkan pada tahun 1989. Khusus untuk geografi maka kurikulum nasionalnya baru disayahkan pada tahun 1989. Penyusunan kurikulum Nasional (kurnas) Pendidikan Geografi ialah Asosiasi Geografiwan Inggris dan Wales yang menugaskan kelompok kerja terdiri atas 12 orang, satu diantaranya adalah dosen. Geografi menjadi mata ajaan wajib yang mandiri dan diajarkan sejak SD, terpisah dari mata ajaran lain .Kurnas Geografi disusun secara berinambungan sejak SD hingga PT, dan pihak pengguna.

Reformasi pendidikan yang terjadi di Amirika Serikat sangat serupa dengan yang terjadi di Inggris. Mereka adalah negara maju yang siap memasuki pasar bebas, bahkan mengusainya. Untuk maksud itu diperlukan pengetahuan geografi yang baik atas kondisi negara-negara di dunia ini. Reformasi pendidikan dituangkan di dalam Undang-Undang Reformasi Pendidikan di bawah pemerintahan Presiden Reagen pada tahun 1989. Meskipun demikian, reformasi tersebut belum membawa perubahan yang berarti bagi pendidikkan geografi (Unwin, 1992 dalam Sutanto, 2001). Pembaharuan yang berarti bagi pendidikan geografi terjadi setelah diberlakukan Undang-Undang reformasi Pendidikan tahun 1994 di bawah pemerintahan Clinton. Geografi menjadi mata ajaran mandiri dan wajib sejak SD hingga PT. Kurnasnya sangat lentur, hanya sebagai rambu-rambu yang ditampilkan di dalam :”National Geography standars 1994” dan dikemas secara runtut pada masing-masing jenjang (S1, S2 dan S3) menjadi “Geography Standars 1” hingga “Geography Standard 18

.

3. Pemahaman konsep dan kemampuan geografi

Untuk merealisasi tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran geografi di sekolah yang telah diajarkan dari sekolah dasar sampai ke sekolah menengah tingat atas di Indonesia baik secara mandiri maupun yang masih terintegrasi paling tidak guru geografi harus menguasai 10 kosep geografi asasi geografi yaitu: Lokasi, jarak, keterjangkauan, pola, morfologi, aglomerasi, nilai kegunaan, interaksi dan interdepensi, diferensiasi areal, dan proses keruangan (Daldjoeni, 1991). Selain menguasai 10 konsep tersebut guru geografi juga dituntut untuk mempunyai kemampuan yang optimal dalam bidangnya. Ada 10 Kemampuan yang harus dimiliki seorang ahli geografi profesional: (1) mampu berpikir spasial (2) mempu menilai implikasi (spasial) dari distribusi beranekaragam karakteristik lanskap, (3) mampu memikirkan lebih dari satu macam distribusi pada saat yang sama, sekaligus mampu memahami setiap kemungkinan keterkaitan antarobyek, yang sedang dipelajari, (4) mampu merubah skala pemikiran sesuai kebutuhan untuk berbagai fenomena atau masalah yang sedang dianalisis (5) mampu menambahkan dimensi waktu dalam analisis jika diperlukan, (6) mampu menempatkan fenomena yang sedang diamati dalam suatu kerngka model atau system, (7) mampu memahami dan berpikir dengan mengaitkan system fisik dan social (manusia) dalam suatu lanskap, (8) mampu membacaa dan memahami lanskap, (9) mampu menggunakan teknik-teknik seperti: memperoleh informasi melalui kerja lapangan, analisis peta atau citrra bersumber indraja; dengan menenkankan distribusi dan hubungan keruangan, -mengelola seperangkat data yang berukuran besar atau tidak lengkap, baik bersifat spasial maupun berbasis waktu (historis) dengan metode kuantitatif dan menggunakan computer- melakukan penulusuran dan memanfaatkan sumber-suumber leteratur termasuk arsip dan catatan-catatan historis- memonitior berbagai komponen lanskap dan mampu menyajikannya untuk keperluan analisis lebih lanjut- menyajikan informasi dengan jelas, utamanya dalam bentuk peta- memanfaatkan kemajuan teknologi seperti GIS untuk membantu memperoleh padangan yang holistic/menyeluruh tentang masalah yang dihadapi, (10) mampu menyatakan dengan baik penemuannya dan menghubungkannya dengan berbagai disiplin ilmu terkait (Doornkamp, J. 1982)

Proses penguasaan konsep dan kemampuan yang harus dimiliki oleh guru geografi yang profesional dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dalam bidang geografi, meningkatkan frekuensi mengikuti pertemuan ilmiah baik pada tingkat local, nasional dan internasional atau dengan cara memperbanyak memiliki dan membaca pustaka geografi atau yang terkait dengan geografi kemudian disosialisasikan dengan cermat kepada peserta didik dengan berbagai media geografi.

Akhirnya pelajaran geografi dapat berkiprah dan mempunyai nilai dalam bidang ilmu pengetahuan, kerampilan dan pembentukan sikap anak didik dapat optimal. Menurut Daldjoeni (1991) sumbangan Pendidikan Geografi di sekolah dalam mengenal wilayah dan membentuk kepribadian siswa: (1) wawasan dalam ruang, melalui pelajaran geografi siswa dilatih berorientasi dalam bumi yang ditempatinya serta memeproyeksikan dirinya di dalam raung. Orientasi dan proyeksi itu meliputi semua unsur ruang seperti jarak, arah, dan luas, (2) Persepsi relasi antar gejala, melalui geografi melatih siswa untuk mengamati mata rantai relasi antar gejala yang terdapat dalam suatu bantang alam, (3) Pendidikan keindahan, melalui pelbagai fenomena alam sekitar yang diajarkan baik secara langsung (studi lapangan) maupun tidak langsung (CD, internet), (4) Kecintaan tanah air, melalui indoor study dan outdoor study siswa dapat mengenal kekayaan alam dan kemiskinan daerahnya, (5) Saling pengertian internasional, dipupuk dari mempelajari mengenai bangsa-bangsa lain sehingga dapat menimbulkan saling menghormati antara bangsa dan perdamaian dunia, (6) Siswa dapat memahami permasalahan sosial yang diakibatkan oleh perbedaan lingkungan , (7) melalui pelajaran geografi siswa menghargai kenyataan, pengertian dan pertalian geografis sehingga akan lebih memperhatikan masalah-masalah setempat, nasional dan mondial; (8) siswa akan mengetahui ketersediaan sumberdaya alam yang perlu digali dimanfaatkan secara bijaksana.

4. Geografi dalam Era Otonomi Daerah

Sejak di berlakukan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang pembagian kewenangan pemerintah Pusat dan Propinsi, kewenangan kebijakan pembangunan sangat dominan ditentukan oleh daerah masing-masing. Dalam pembukaan butir b disebutkan bahwa ….. memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah,….. yang diselenggarakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Portensi daerah dan keanekaragaman daerah menjadi titik perhatian dalam kajian geografi. Berdasarkan kajian geografi akan diketahui potensi daerah baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Analisis spasial dapat menunjukkan keanekaragaman daerah dengan berbagai tingkatan, apakah kabupaten, kecamatan maupun desa.

Pasal-pasal dan ayat yang berdemensi geografis dalam Undang-Undang tersebut antara lain: pasal 3, 5, 6, 7, 10,11, dan 33. Pasal 3 menyebutkan bahwa wilayah Daerah Provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua belas mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan, sendangkan wilayah laut untuk Daerah kabupaten dan Daerah Kota adalah sejauh sepertiga daerah batas laut. Daerah Provinsi. Penentuan batas wilayah Daerah Provinsi satu terhadap yang lain perlu ditegaskan baik batas darat dan wilayah lautnya agar tidak menjadikan permasalahan kemudian hari. Penentuan batas daerah kabupaten dan provinsi memerlukan pemikiran dan kerja geografis tersendiri.

Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial, budaya, social politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselengaranya otonomi Daerah. Muatan yang terkandung dalam pasal 5 tersebut yang terkait dengan geografis adalah; potensi daerah, kondisi social ekonomi-budaya-politik, jumlah penduudk dan luas daerah. Selanjutnya dalam ayat 3 disebutkan bahwa perubahan batas yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu daerah perlu kajian geografis, terutama dasar pemberian batas, apakah atas dasar daerah aliran sungai, igir pegunungan, aliran sungai atau jarak. Setelah pertimbangan batas ditentukan, diteruskan dengan pengukuran lapang dan penggambaran petanya. Pekerjaan ini merupakan salah satu aspek yang dipelajari oleh geografi.

Dalam pasal 33 disebutkan bahwa bahwa calon kepala daerah berpendidikan sekurng-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan atau sederajat (d) dan mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya. Kata mengenal daerahnya, tentunya perlu tambahan dengan baik; mengenal daerah dengan baik harus mencakup aspek fisik, social-ekonomi-budaya-politik-kesehatan masyarakat Apabila persyaratan tersebut diterapkan ini berarti minimal pengetahuan geografi calon kepala daerah mutlak diperlukan.

Pendidikan geografi yang diberikan kepada siswa seperti yang dimuat dalam kurikulum geografi sejak sekolah dasar sampai ke sekolah menengah tingkat atas mempunyai arti strategis dalam mengenal wilayah, paling tidak siswa akan tumbuh rasa cinta pada wilayahnya dan tanah airnya. Dalam kaitannya dengan pengenalan wilayah ini merupakan kewajiban para geograf atau para guru geografi menulis buku ajar atau buku suplemen pelajaran geografi regional masing-masing propinsi di mana tempat guru tersebut mengajar atau para geograf berada. Sebab melalui buku regional yang ditulis oleh guru atau geograf setempat akan memberikan sumbangan berharga bagi daerahnya untuk memperkenalkan daerahnya kepada seluruh masyarakat terutama para siswa sebagai penerus pimpinan daerah atau bangsa dimasa datang. Kerjasama guru geografi di sekolah (melalaui musyawarah guru bidang studi geografi) sebagai pelaksana pendidikan terdepan dengan lembaga pendidikan tinggi setempat sangat memungkinkan untuk mewujudkan karya tersebut sebagai sumbangan para guru geografi dan geograf terhadap implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.

5. Penutup

Pelajaran geografi di Indonesia telah mengalami pasang surut, hal ini tampak dari jumlah jam yang disediakan di masing-masing jenjang sekolah dan jenis sekolah pada setiap penggantian kurikulum. Bahkan terakhir pelajaran geografi akan diintegrasikan dengan pelajaran yang lain yang tidak berdiri sendiri. Di sisi lain pada negara maju mulai menyadari bahwa pengetahuan geografi sangat diperlukan untuk mengenal potensi negara-negara lain untuk keperluan hidup matinya bangsa.

Timbulnya wacana menganggap pelajaran geografi kurang penting menjadikan cambuk bagi para guru geografi atau penghasil guru geografi. Ada apa yang terjadi ? Perlu disadari bahwa kelemahan selama ini dari hasil pemantau terbatas kita belum mampu memberikan yang terbaik dalam penguasaan konsep dan memiliki kemampuan apa yang harus kita ketahui sebagai guru geografi dan para geograf. Kesempatan untuk mewujudkan bakti guru geografi dan para geograf kepada daerah, bangsa dan Negara sudah waktunya kita memulai untuk menulis karya dalam bidang geografi masing-masing daerahnya, sehingga melalui tulisan tersebut anak didik dan warga masyarakat dapat mengenal wilayahnya dengan baik.

Daftar Bacaan

Anonimus, 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Geografi Sekolah Menengah Umum. Pusat Kurikulum-Badan penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional Jakarta, 2001

Daldjoeni, 1991. Pengantar Geografi Untuk Mahasiswa dan Guru, Alumni Bandung.

Doornkamp, J. 1982. “Applied Geography”. Nattingham Monograph in Geography. Vol.1 Departemant Geography, University of Nottingham.

Sutanto, 2001. “Geografi dan Permasalahannya di Indonesia.” Geosfer, Volume 2, Nomor 1 April 2000.

Sutikno, 1999. “Sumbangan Geeografi Terhadap Pembangunan Daerah dalam Rangka Menyongsong Otonomi Daerah dan Globalisasi.” Makalah disampaikan dalam Stadium General di Program studi Geografi FKIP Unila 21 September 1999.

Tidak ada komentar: