Kamis, 08 April 2010

Fenomena Cahaya Elektro

Fenomena Cahaya Elektro
Teori komprehensif tentang cahaya diawali oleh kepeloporan Christiaan Huygens, yang mengemukakan teori gelombang tentang cahaya, dan secara khusus menunjukkan bagaimana cahaya dapat berinterferensi untuk membentuk muka gelombang dan menjalar menurut garis lurus. Namun, teori ini mendapat kesulitan ketika harus diterapkan pada benda atau materi lain, dan yang kemudian lebih terjawab oleh teori korpuskular tentang cahaya yang dikemukakan oleh Isaac Newton. Newton mengemukakan bahwa cahaya terdiri dari sekumpulan partikel yang sangat kecil, dan melalui pandangan itu ia dapat dengan mudah menjelaskan tentang peristiwa fenomena pantulan (refleksi) cahaya. Dan dengan susah payah, ia juga dapat menjelaskan tentang fenomena pembiasan (refraksi) yang disebabkan oleh lensa, dan juga penguraian cahaya matahari menjadi pelangi oleh prisma. Selama lebih dari satu abad pendapat Newton tentang partikel ini dapat diterima tanpa terbantahkan.


Zaman Young, Fresnel, dan Maxwell.

Pada awal 1800an, percobaan celah ganda yang dilakukan Young dan Fresnel mengemukakan pembuktian atas teori gelombang Huygens. Percobaan ini menunjukkan bahwa apabila cahaya dilewatkan melalui suatu kisi kisi (grid), maka hal tersebut akan menampilkan suatu pola interferensi, yang sama dengan pola yang dihasilkan oleh interferensi yang terjadi pada gelombang air. Dari pola tersebut, panjang gelombang cahaya dapat ditentukan besarnya. Pembuktian dari percobaan tersebut tidak segera dapat menggantikan perbedaan pandangan mengenai cahaya sebagai berkas gelombang atau partikel. Namun pembuktian itu mulai mendominasi pemikiran ilmiah pada saat pertengahan tahun 1800an itu, bahwa cahaya lebih bersifat gelombang, karena percobaan itu juga dapat menjelaskan tentang fenomena polarisasi, sementara teori partikel tidak dapat.

Menjelang akhir tahun 1800an, Maxwell menjelaskan pendapatnya bahwa cahaya itu merupakan penjalaran dari gelombang elektromagnetik, seperti yang dikemukakan melalui persamaan Maxwell. Persamaan persamaan yang dikemukakan oleh Maxwell inipun bahkan diverifikasi melalui serangkaian percobaan, dan ini menyebabkan pandangan Huygens mengenai sifat cahaya makin dapat diterima dimana mana.


Formulasi Planck mengenai radiasi benda hitam (black body radiation).

Pada tahun 1901, Max Planck menerbitkan suatu analisis dari hasil pengamatannya ketika ia berhasil me-reproduksi suatu spektrum cahaya yang diemisikan oleh suatu benda yang memancarkan cahaya. Untuk menuntaskan kesimpulannya itu, Planck harus membuat sebuah asumsi (pemodelan) matematika yang khusus yang berkenaan dengan energi osilator yang terkuantisasi (atau atom benda hitam) yang memancarkan radiasi. Namun kemudian Einsteinlah yang belakangan mengemukakan bahwa radiasi elektromagnetik itulah sebenarnya yang terkuantisasi dan bukannya energi radiasi dari atom.



Penjelasan Einstein mengenai efek fotolistrik

Efek fotolistrik

Pada tahun 1905, Albert Einstein memberikan penjelasan mengenai efek fotolistrik, yang hingga saat itu merupakan eksperimen tentang cahaya yang tidak dapat dijelaskan oleh teori gelombang. Ia melakukannya dengan membuat dalil tentang keberadaan foton, yaitu kuanta energi cahaya dengan kualitas ukuran partikulat.

Pada efek fotolistrik, dapat diamati bahwa pancaran cahaya yang jatuh pada sepotong logam tertentu akan mengarah kepada pembentukan arus listrik bila disana terdapat rangkaian listrik tertutup. Diperkirakan, cahaya tersebut menumbuk dan melepaskan elektron elektron tersebut dari logam, hingga menyebabkan timbulnya arus.Namun demikian, juga teramati bahwa sementara suatu cahaya biru yang tidak terlalu terang cukup untuk menyebabkan timbulnya arus, namun cahaya merah yang sangat terang dan kuat tidak dapt menghasilkan arus listrik sama sekali.

Menurut teori gelombang yang berlaku, kekuatan atau amplitudo gelombang cahaya berhubungan langsng dengan terangnya, artinya suatu cahaya yang terang harusnya cukup kuat untuk membentuk arus yang besar. Namun dalam hal ini tidak demikian kejadiannya. Einstein menjelaskan teka teki ini dengan mendalilkan (mengemukakan postulate) bahwa elektron elektron dapat menerima energi dari medan elektromagnetik hanya dalam ukuran ukuran diskret saja atau kuanta yang disebut foton tadi. Yaitu jumlah energi E yang berkaitan dengan frekuensi, f dari cahaya, yang dinyatakan dalam persamaan :

E=hf

Dimana h adalah konstanta Planck (6.626 ¡Á 10-34 J detik). Hanya foton yang memiliki frekuensi yang cukup tinggi (diatas nilai ambang tertentu) yang dapat melepaskan elektron hingga terbebaskan dari ikatan atomnya. Sebagai contoh, foton cahaya biru memiliki cukup energi untuk membebaskan sebuah elektron dari logam, tetapi foton cahaya merah tidak. Cahaya yang lebih kuat yang berada diatas frekuensi ambang dapat melepaskan elektron elektron lebih banyak, namun cahaya yang frekuensinya dibawah ambang tidak dapat melepaskan elektron. Einstein mendapatkan hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1921 untuk teori efek fotolistrik yang dikemukakannya.


Hipotesis de Broglie

Formulasi de Broglie ini baru dikonfirmasi tiga tahun kemudian dari perlakuan terhadap elektron (yang tentunya berbeda dengan foton dalam massa diamnya) yang didapat dari pengamatan terhadap peristiwa difraksi elektron pada dua eksperimen yang berbeda. Di Universitas Aberdeen, George Paget Thomson melewatkan seberkas elektron melalui selembar lapisan logam tipis dan mengamati perkiraan pola interferensinya. Sedangkan di laboratorium Bell (Bell Labs), Clinton Joseph Davisson dan Lester Halbert Germer melakukan percobaan dengan cara mengarahkan berkas elektron itu melalui suatu kisi kisi kristal.

De Broglie memperoleh hadiah Nobelnya dalam bidang fisika pada 1929 untuk hipothesis yang dikemukakannya. Sedangkan Thomson dan Davisson berbagi hadiah Nobel dalam bidang fisika pada tahun 1937 untuk hasil penelitian mereka.


Prinsip ketidakpastian Heisenberg

Pada mulanya Heisenberg menjelaskan hal yang dikemukakannya itu sebagai konsekuensi atau akibat dari proses pengukuran. Menurutnya pengukuran posisi secara akurat akan mempengaruhi momentum dan sebaliknya. Ia mencontohkannya dengan mengemukakan percobaan mikroskop sinar gamma yang sangat tergantung kepada hipotesis de Boglie. Sekarang akhirnya dapat dipahami, bahwa hanya bagian inilah yang dapat menjelaskan fenomena ketidakpastian, termasuk yang terjadi dalam partikel sendiri, bahkan sebelum pengukuran itu dilakukan.

Pada kenyataannya, penjelasan modern mengenai prinsip ketidakpastian ini, yang merupakan perluasan dari interpretasi Kopenhagen yang pertamakali dikemukakan oleh Bohr dan Heisenberg, terutama tergantung kepada sifat alamiah gelombang. Sama seperti halnya tidak memungkinkan untuk membicarakan lokasi tepat untuk kedudukan gelombang pada sepotong tali, partikelpun tidak memiliki posisi yang sangat tepat yang dapat ditentukan. Begitu juga tidak memungkinkan bila ingin menetapkan panjang gelombang untuk sebuah gelombang pulsa yang menjalar pada seutas tali, partikelpun tidak memiliki momenta yang sangat tepat (yang berbanding terbalik terhadap panjang gelombang). Lebih lanjut dikemukakan, bila posisi itu secara relatif dapat didefinisikan dengan tepat, maka suatu gelombang sebenarnya lebih mendekati bentuk pulsa sehingga panjang gelombangnyapun sulit ditentukan, dan begitu pula momentum. Dan sebaliknya, ketika momentum (dan juga panjang gelombang) dapat didefinisikan dengan tepat, maka gelombang itu akan terlihat panjang dan berbentuk sinusoid, dan karena itu posisinya tidak dapat didefinisikan dengan tepat.

De Broglie juga telah mengemukakan apa yang disebutnya sebagai gelombang pemandu (pilot wave) untuk menjelaskan sifat dualitas gelombang-partikel. Dalam pandangan ini, setiap partikel dinyatakan sebagai memiliki posisi dan momentum tertentu, tetapi harus dipandu oleh fungsi gelombang yang diturunkan dari persamaan Schrodinger.

Pada mulanya teori gelombang pemandu ini ditolak, karena menimbulkan efek non-lokal
apabila diterapkan untuk sistem yang melibatkan lebih dari satu partikel. Sifat ketidak lokalan ini kemudian ditetapkan sebagai ciri integral dari teori integral, dan David Bohm memperluas model de Broglie lebih mempertegas keberadaan sifat tersebut. Menurut mekanika Bohm, dualitas gelombang-partikel ini bukan merupakan sifat dari materi sendiri, melainkan suatu penampilan yang ditimbulkan oleh gerakan partikel yang menjadi pokok dari persamaan pemanduan atau potensial kuantum.


Lebih lanjut mengenai karakteristik gelombang elektromagnetik

Radiasi Elektromagnetik (EM) merupakan suatu bentuk gelombang yang merambat dengan sendirinya dalam ruang atau melalui suatu materi. Komponen listrik dan magnetik pada peristiwa radiasi elektromagneik itu berosilasi pada fase yang sama dan masing masing saling tegak lurus satu terhadap lainnya dan menjalar atau berpropagasi ke arah yang sama dengan penjalaran energinya. Radiasi elektromagnetik diklasifikasikan kedalam beberapa jenis menurut frekuensi gelombangnya. Jenis jenis ini termasuk gelombang radio, gelombang mikro, radasi terahertz, radiasi infra merah, cahaya tampak, radiasi ultra violet, sinar-X dan sinar gamma (dalam urutan frekuensi rendah hingga frekuensi tinggi). Diantara keseluruhan spektrum, gelombang radio merupakan radiasi gelombang radio mempunyai panjang gelombang terpanjang, sementara sinar gamma sejauh yang diketahui merupakan radiasi dengan panjang gelombang terpendek. Diantara daerah spektrum tersebut, suatu celah kecil daerah frekuensi, disebut sebagai spektrum tampak atau cahaya, dapat dicitra oleh mata kebanyakan mahluk hidup atau organisme, dengan variasi batas penglihatan yang berbeda beda. Dalam kaitan dengan radiasi EM, istilah cahaya kadang kadang digunakan dalam pengertian yang lebih luas.

Radiasi EM membawa atau mengandung energi serta momentum didalamnya, yang dapat dilepaskan untuk dipindahkan ketika berinteraksi dengan materi. Suatu teori kuantum mengenai interaksi diantara radiasi elektromagnetik dengan materi, seperti misalnya dengan elektron, dijelaskan oleh teori elektrodinamika kuantum. Konsep mengenai gelombang elektromagnetik pertama kali di-postulat-kan oleh James Clerk Maxwell yang kemudian di-konfirmasi oleh Heinrich Hertz. Maxwell mendapatkan persamaan bentuk gelombang listrik dan magnetik, yang menyatakan sifat medan listrik dan megnetik yang menyerupai gelombang, maupun kesimetrisannya. Karena kecepatan rambat gelombang EM yang diperkirakan dengan menggunakan persamaan gelombang tersebut sama dengan besar kecepatan cahaya hasil pengukuran, maka Maxwell kemudian menyimpulkan bahwa cahaya itu adalah gelombang elektromagnetik.

Menurut persamaan Maxwell, medan listrik yang bervariasi terhadap waktu akan membangkitkan medan magnetik dan sebaliknya. Oleh sebab itu, mean listrik yang berosilasi akan menghasilkan medan magnetik yang berosilasi, yang selanjutnya akan menghasilkan medan listrik dan begitulah selanjutnya. Medan medan yang berosilasi inilah secara bersamasama membentuk medan yang disebut sebagai medan elektromagnetik.


Sifat sifat gelombang EM.


Gelombang elektromagnetik dapat digambarkan sebagai gelombang medan listrik dan magnetik yang berosilasi serta mampu merambat dengan sendirinya secara transversal (tegak). Diagram berikut menunjukkan suatu gelombang datar yang terpolarisasi secara linier merambat dari sebelah kiri ke kanan. Medan listrik digambarkan berada di bidang vertikal, sementara medan magnetik pada bidang horisontal. Sebagaimana halnya sifat gelombang pada umumnya, medan listrik dan magnetik juga mengikuti sifat dan hukum superposisi, oleh sebab itu medan medan yang ditimbulkan oleh partikel partkel tertentu ataupun medan medan listrik atau magnetik yang berubah ubah akan memberikan kontribusi pada medan medan yang dibentuk oleh akibat yang lain. Dan karena yang terlibat disini adalah medan listrik dan magnetik yang merupakan vektor, maka kedua jenis medan tersebut akan saling menjumlahkan satu dengan lainnya dalambentuk penjmlahan vektor.

Sifat sifat itu akan mengakibatkan berbagai fenomena termasuk peristiwa refraksi maupun difraksi yang dapat terlihat pada cahaya tampak. Sebagai contoh misalnya, suatu gelombang EM yang menjalar menumbuk struktur suatu atom, maka gelombang tersebut akan menginduksi gerakan osilasinya kepada atom atom tersebut, yang mengakibatkan atom atom tersebut akan mengemisikan gelombang EM mereka sendiri. Munculnya emisi gelombang EM yang baru ini tentu saja akan memberikan dampak terhadap gelombang EM pendatang yang menumbuk atom atom itu tadi melalui perisiwa interferensi.

Karena cahaya berosilasi, maka cahaya tidak akan terpengaruh apa apa ketika ia bergerak dalam lingkunngan medan listrik maupun manetik yang statis yang ada dalam suatu medium linier seperti misalnya dalam vakum (ruang hampa). Namun dalam media yang non-linier, seperti misalnya dalam kristal, tetap terjadi interaksi antara cahaya dengan medan listrik atau magnetik yang statik. Interaksi khas seperti ini termasuk diantaranya apa yang disebut sebagai efek Faraday dan efek Kerr.

Pada peristiwa refraksi, suatu gelombang yang melintas dari suatu medium ke medium lain yang mempunyai rapatan yang berbeda akan berubah kecepatan maupun arahnya ketika emasuki daerah medium tersebut. Perbandingan dari indeks refraktif dari media yang bersangkutan akan menentukan derajat refraksi, seperti yang disimpulkan pada hukum Snellius. Cahaya juga mengalami dispersi yang menjadikannya terurai menadi spektrum warna cahaya tampak ketika cahaya tadi diarahkan melalui sebuah prisma. Dan
hal tersebut juga diakibatkan oleh terjadinya refraksi.

Fisika yang berkaitan dengan radiasi elektromagnetik digolongkan sebagai elektrodinamik, yang merupakan salah satu cabang dari pengetahuan tentang elektromagnetisme.

Radiasi EM menunjukkan ciri ciri baik dari sifat gelombang maupun partikel pada saat yang bersamaan. Hal ini kemudian dikenal sebagai dualitas gelombang-partikel. Bila radiasi EM itu diukur dalam batasan waktu dan jarak yang cukup besar, maka sifat gelombangnya akan lebih terlihat dengan jelas. Sementara itu apabila radiasi EM tersebut diukur dalam skala waktu dan jarak yang kecil, maka sifat partikelnya akan terlihat lebih jelas. Kedua simpulan tersebut telah dikonfirmasi melalui berbagai cara percobaan dan penelitian.

Contoh eksperimen yang dapat menunjukkan sifat keduanya, yaitu gelombang dan partikel sekaligus, yaitu pada peristiwa difraksi foton tunggal. Ketika foton tunggal dilewatkan melalui dua celah, maka ia dapat melewati kedua celah tersebut dan kemudian saling ber-interferensi terhadap dirinya sendiri, sebagaimana halnya terjadi pada gelombang. Namun kejadiannya hanya dapat dideteksi dengan menggunakan photomultiplier atau detektor peka lainnya dan hanya satu kali saja. Peristiwa interferensi diri serupa dapat juga diamati ketika suatu foton tunggal dilewatkan melalui interferometer Michelson atau interferometer lainnya.

Suatu aspek penting dari sifat cahaya adalah frekuensi. Frekuensi suatu gelombang merupakan kecepatan getaran atau osilasi yang diukur dalam satuan hertz, yang kemudian merupakan satuan sistem internasional (SI) untuk frekuensi. Satu hertz adalah sama dengan gerakan satu getaran dalam satu detik. Cahaya biasanya terdiri dari sejumlah spektrum frekuensi yang bila digabungkan akan menjadi penjumlahan frekuensi yang membentuk gelombang resultan. Perbedaan frekuensi ini menyebabkan perbedaan sudut refraksi ketika gelombang elektromagnetik harus menempuh medium yang mempunyai indeks refraksi tertentu.

Suatu gelombang digambarkan terdiri dari pengulangan puncak dan lembah, dan jarak antara dua puncak atau lembah yang berturutan disebut sebagai panjang gelombang ,yang disimbolkan dengan .. Spektrum gelombang elektromagnetik juga memiliki perbedaan dalam ukuran, dari yang berukuran besar seukuran dengan lapangan sepak bola hingga yang terkecil dengan ukuran lebih kecil dari inti atom. Frekuensi merupakan perbandingan terbalik terhadap panjang gelombang, menurut persamaan :




Model Partikel

Dalam model partikel radiasi EM, karena energi gelombang EM itu dalam keadaan terkuantisasi, dalam hal ini gelombang EM itu akan terdiri dari paket paket energi yang diskret. Paket paket energi atau kuanta ini disebut juga sebagai foton. Frekuensi gelombang EM tersebut berbanding lurus terhadap besarnya energi partikel. Selain itu, karena foton itu di-emisi-kan itu dan diserap (diabsorpsi) oleh partikel bermuatan, maka mereka itu berlaku sebagai pembawa (transporter) energi.

Dimana E adalah energi, h adalah konstanta Planck, dan f adalah frekuensi. Pernyataan yang menyangkut foton dan energi ini merupakan sebuah kasus tertentu yang berkaitan dengan tingkat energi dari osilator elektromagnetik yang bersifat umum, dimana energi rata ratanya, yang digunakan untuk menghasilkan hukum radiasi Planck tersebut, ternyata sangat berbeda dengan hasil yang diperkirakan dengan menggunakan prinsip ekuipartisi pada suhu rendah. Oleh sebab itu prinsip ekuipartisi dianggap gagal bila didasarkan pada efek kuantum yang terjadi pada suhu rendah.

Ketika sebuah foton diabsorpsi oleh sebuah atom, maka atom tersebut akan mengeksitasian sebuah elektron dan memindahkannya ke tingkat energi yang lebih tinggi. Bila energi itu cukup besar, sehingga elektron itu dapat berpindah ke tingkat energi yang paling tinggi, maka elektron tersebut dapat melepaskan diri dari gaya tarik positif inti atom itu dan bahkan mungkin dapat terbebaskan dari ikatan dengan atom dalam suatu proses yang disebut sebagai fotoionisasi. Sebaliknya, bila elektron tersebut turun ke tingkat energi yang lebih rendah, maka ia akan melepaskan suatu foton cahaya yang energinya sama dengan perbedaan tingkat energinya. Karena tingkat energi elektron elektron pada atom bersifat diskret, maka setiap elemen dapat mengemisikan atau mengabsorpsi foton sesuai dengan karakteristik frekuensinya masing masing.

Fenomena yang ditunjukkan oleh efek ini menjelaskan tentang peristiwa absorpsi sebagian atau beberapa bagian dari spektra cahaya oleh materi. Bila terdapat pita pita gelap dalam spektrum maka hal itu disebabkan oleh atom atom dari medium yang berinteraksi dengan foton menyerap frekuensi cahaya yang berbeda beda.

Komposisi dari medium yang absorpsi dilewati oleh cahaya akan menentukan sifat dari spektrum absorpsi. Sebagai contoh, pita pita gelap pada cahaya yang diemisikan oleh sebuah bintang yang jauh letaknya itu disebabkan oleh atom atom yang ada di atmosfir bintang tersebut. Pita pta itu menunjukkan tingkat tingkat energi yang memungkinkan ada atom atom tersebut.

Fenomena yang sama juga berlaku untuk peristiwa emisi. Ketika elektron turun kembali ke tingkat energi yang lebih rendah, suatu spektrum akan di-emisi-kan yang merepresentasi-kan perpindahan antar tingkatan energi elektron elektron tersebut. Hal inilah yang menunjukkan spektrum emisi dari nebula (yaitu sekelompok bintang dilangit yang terlihat menyerupai kabut yang bercahaya).



Mekanisme Pembentukan Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik dibangun oleh muatan muatan yang bergerak (arus listrik). Perubahan medan listrik akan menginduksi perubahan pada medan magnetik, dan sebaliknya perubahan medan magnetik akan menginduksi perubahan pada medan listrik.Medan medan ini masing masing menyimpan energi pada setiap satuan volumenya. Sekali terbentuk, perubahan medan medan elektrik dan magnetik ini akan saling mendukung satu terhadap lainnya. Dan menurut hukum kekekalan energi yang berlaku, maka penjalaran gelombang elektromagnetik di ruang hampa (dalam bentuk energi kinetik) tidak akan berubah, yang berarti tidak akan terjadi perubahan pada kecepatannya. Dan oleh karena itu pula gelombang tersebut akan bergerak atau menjalar maju dengan kecepatan yang tetap, yaitu kecepatan cahaya. Dalam bidang fisika dan kimia, sifat dualitas gelombang-partikel merupakan konsep yang ditunjukkan oleh semua materi dan energi, yaitu sifat yang menyerupai gelombang dan sekaligus menyerupai partikel. Dalam konsep utama dari mekanika kuantum, pengertian dualitas ini menegaskan ketidak lengkapan konsep klasik dalam menjelaskan sifat dari obyek (dalam hal ini tentang cahaya) sebagai ¡°partikel¡± atau sebagai ¡°gelombang¡±. Berbagai interpretasi mekanika kuantum juga diupayakan untuk dapat menjelaskan.kedua penjelasan yang seolah oleh bertentangan (paradox) ini.

Pendapat mengenai dualitas ini berakar kepada perdebatan mengenai sifat asal dari cahaya dan materi pada tahun 1600an, ketika teori teori yang saling bertentangan tentang cahaya dikemukakan oleh Christiaan Huygens dan Isaac Newton. Melalui upaya yang dilakukan oleh Albert Einstein, Louis de Broglie, dan banyak ahli lainnya, maka teori ilmiah yang berlaku hingga saat ini menyatakan bahawa semua partikel memiliki sifat gelombang. Fenomena ini telah di-verifikasi tidak hanya untuk partikel partikel elementer saja, tetapi juga untuk ikatan antar partikel, seperti atom atau bahkan molekul. Pada kenyataannya, menurut perumusan tradisional mekanika kuantum non-relativistik, dualitas gelombang-partikel ini berlaku untuk semua obyek, termasuk yang berukuran makroskopik (besar). Sifat gelombang benda benda berukuran besar memang tidak mudah atau tidak dapat di-deteksi karena panjang gelombangnya sangat kecil.

Menjelang abad ke-19, pada kasus yang berkenaan dengan teori atom, pernyataan bahwa
materi terbentuk dari obyek obyek partikulat (sangat kecil) atau yang disebut atom telah dikenal masyarakat ilmiah pada saat itu Elektrisitas, yang pada awalnya diperkirakan merupakan suatu fluida, sekarang dipahami terdiri dari partikel partikel yang disebut elektron, sebagaimana yang didemonstrasikan oleh J.J. Thomson, yang melalui penelitiannya yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh Ernest Rutherford, telah menemukan, dengan memanfaatkan berkas sinar katoda, bahwa muatan listrik pada kenyataannya akan bergerak dalam ruang hampa dari katoda ke anoda. Singkatnya, ada pemahaman bahwa pada umumnya benda benda yang ada disekeliling kita itu terbentuk dari sekumpulan partikel.

Pada saat yang bersamaan, sifat sifat yang berkaitan dengan gelombang juga makin dipahami melalui fenomena gelombang seperti dari peristiwa difraksi dan interferensi gelombang. Cahaya dipercayai sebagai suatu bentuk gelombang, sebagaimana ditampilkan pada percobaan celah ganda oleh Thomas Young atau efek difraksi Fraunhofer yang dengan jelas menunjukkan sifat dasar cahaya yang menyerupai sifat sifat pada gelombang yang dapat dilihat.

Hinga saat itu kedua pandangan yang berbeda ini berjalan sendiri sendiri. Namun ketika menginjak abad ke-20, muncul masalah, yaitu ketika Albert Einstein melakukan analisis mengenai efek fotolistrik pada 1905, yang menampilkan kenyataan bahwa cahaya (gelombang elektromagnetik) juga mempunyai sifat seperti partikel. Hal ini kemudian makin ditegaskan melalui penemuan hamburan Compton pada 1923. Selanjutnya, diperkirakan juga bahwa difraksi elektron dapat dilakukan dan secara eksperimen dapat dikonfirmasi. Hal itu menunjukkan juga bahwa elektron elektron juga mempunyai sifat seperti gelombang disamping sifat yatanya sebagai partikel.

Kesimpangsiuran dan pertentangan pendapat mengenai sifat partikel dan gelombang ini terselesaikan dengan munculnya mekanika kuantum pada paruh awal abad ke-20, yang pada akhirnya menjelaskan tentang sifat dualitas gelombang-partikel ini. Mekanika kuantum mengemukakan suatu kerangka teori yang lengkap untuk memahami bahwa semua materi dapat memiliki karakteristik yang dapat dihubungkan dengan partikel dan gelombang, seperti yang telah diterangkan sebelumnya. Dan pada akhir abad ke-20 dicapai kesimpulan yang sangat tepat yang berkaitan dengan sifat dualitas ini dalam bentuk hubungan dualitas Englert-Greenberger.


Sifat kuantum cahaya.

Proses kuantum mendominasi bidang fisika atomik dan molekular. Disini pembahasannya akan dibatasi pada masalah absorpsi, emisi, dan emisi yang distimulasi saja yang penting untuk memahami fenomena laser dan aplikasinya Transisi atomik yang mengakibatkan terjadinya emisi atau absorpsi (penyerapan) cahaya pada umumnya dilakukan oleh transisi elektron, yang dapat digambarkan sebagai berpindahnya elektron antar tingkatan energi yang terkuantisasi.

Tidak ada komentar: